Chapter 8.

7.7K 401 6
                                    

      "Bersama mereka yang mampu menghadirkan tawa, selalu ada kenyamanan tersendiri"

          -Unknown-

----

      
     Senin pagi yang begitu cerah setelah semalaman di guyur hujan deras. Udara kembali segar dan sejuk kala di hirup pagi ini. Mengusir polusi udara yang tidak sehat untuk pernafasan.

      Untuk menghindari macet di weekday, Ara memilih mengenderai motornya ke sekolah. Dikeluarkannya motor Scoopy putih dari garasi dan memanaskan mesinnya selagi bersiap.

"Ara berangkat ya,Pi." Ara menyalim tangan Hartono yanh sibuk dengan tanamannya di halaman.

"Hati-hati. Jangan ngebut," nasehatnya sambil mengelus kepala putrinya sebelum gadis itu berangkat ke tempat kerjanya.

"Okay. Assalamu alaikum." klaksonnya berbunyi sebelum melaju dan berbaur di jalanan bersama pengendera lainnya.

      Jarak tempuh dari sekolah dan rumahnya tidaklah jauh. Hanya butuh waktu 15 menit kalau tidak macet. Ara melirik sekilas jam di pergelangan tangannya dan mengurangi kecepatan begitu tidak jauh lagi dari sekolah SMAN 2 Medan tempatnya mengajar.

       Dengan mata tajam dan wajahnya begitu fokus di balik helm. Sambil membasahi lisannya dengan kalam Allah.

     Beberapa menit sebelum waktu bel berbunyi Ara sampai. Memarkirkan motornya di parkiran guru dan langsung menuju ruangan guru setelah memperbaiki khimarnya.

"Assalamualaikum Bu Manda,"sapa Ara pada rekannya

"Waalaikumsalam Ibu Ara. Piket ya Bu?!" tanya guru Biologi tersebut.

       Ara dan Manda menuju lapangan yang sudah penuh. Terlihat berbaris dengan rapi dengan kelas masing-masing. Hari ini jadwal piket Ara bersama Manda. Mereka harus mengawasi jalannya upacara pagi ini.

    Keduanya berpencar mengawasi siswa yang suka berisik dan ribut dalam barisan. matahari yang semakin terik tidak mwnyurutkan niat mereka melaksanakan upacara bendera. Bahkan Wakil kepala sekolah ikut turun ke lapangan untuk memproses siswa yang tidak berpakaian sesuai aturan.

     SMAN 2 terkenal akan kedisiplinan dan peraturannya yang ketat. Muridnya juga terkenal berprestasi di bidang akademik maupun non akademik lainnya.

    Tersedia berbagai beasiswa dan pertukaran pelajar dari tingkat nasional sampai internasional yang disediakan sekolah bagi mereka yang punya prestasi.

     Tapi dibalik itu seleksi masuknya luar biasa ketat. Selain ujian akademik ada juga ujian non akademik untuk jadi syarat masuk sekolah ini.

     Semua itu setara dengan akreditas A dan jaminan lolos pada seleksi SNMPTN dan SBMPTN seluruh indonesia. Ini yang menjadikan sekolah ini jadi unggulan dan incaran setiap tahunnya.

     Upacara bendera selesai dilanjut dengan membaca Al-Qur'an di kelas masing-masing. Yang dibawakan secara bergilir tiap harinya.

     Kegiatan rutin yang sudah diadakan selama hampir 3 tahun ini. Berguna untuk charger energy dan stimulus untuk otak. Sekaligus menambah keimanan dan rasa takut pada Allah swt di tengah bobroknya moral remaja masa kini.

"Assalamu alaikum, pagi anak-anak." sapa Ara begitu menginjakkan kaki di kelas XI IPA1.

"Waalaikum salam. Pagi juga Ibu." koor serempak mereka

"Sehat semua?" tanyanya sambil membuka buku materi hari ini.

"Baik. Ibu sendiri apa kabar?"

"Alhamdulillah baik juga. Ibu absen dulu ya."

      Ara mengabsen satu persatu murid di ruangan ini. Yang diketuai Danial Narendra Hasibuan.

"Sekarang buka bukunya dan langsung ke bab Barisan dan Aritmetika."

        Ara mengajar selama 80 menit. Gaya mengajarnya cenderung santai namun tidak main-main. Suaranya yang lantang dan ketegasannya selalu berhasil membuat nyali siswanya ciut.

      Seusai penjelasan dan latihan soal yang sudah selesai di koreksi Ara menyerahkan lembaran soal untuk dikerjakan di rumah.

    Soalnya memang tidak banyak. Hanya dua soal namun berhasil membuat pusing 7 keliling. Karna tiap siswa tidak ada yang sama soalnya. Meminimalisir terjadinya contekan.

     Dengan begini Ara jadi tau siapa yang sudah paham dan siapa yang pura-pura paham. Memudahkan evaluasi untuk pertemuan berikutnya.

"Anak-anakku setinggi apapun ilmumu seluas apapun pengetahuanmu, tapi kalau tidak dibarengi akhlak dan kerendahan hati percayalah itu sia-sia. Akhlak itu diatas ilmu dan lihatlah remaja di masa sekarang semakin menipis akhlak dan moralnya. Melawan orangtua dan guru sudah hal biasa. Tanpa kita sadari itu membuat ridho Allah swt jauh dari kita." Ara memperhatikan satu persatu wajah muridnya.

"Kalian tau sendiri ridho Allah swt itu ridho orangtua. Dan gurumu merupakan pengganti orangtuamu. Percayalah orangtua tidak ada yang menjerumuskan anaknya kedalam kesesatan. Kalian para pemuda- pemudi sekarang adalah penerus generasi mendatang. Maju mundurnya Negara ini di tangan kalian. kalau akhlak dan moral kalian rusak bayangkan seperti apa Negeri kita di masa depan. Itu renungan buat kalian. Assalamualaikum Ibu tunggu tugas kalian." Ara undur diri setelah memberi siraman rohani di menit terakhir mengajarnya.

"Waalaikum salam Ibu."

       Ara menerapkan ini dua tahun belakangan. Merasa miris melihat betapa hancurnya moral generasi sekarang.

    Dia berharap dengan hal ini perlahan ada sedikit perubahan dalam diri mereka. Ara bersyukur sekarang mulai menuai hasilnya.

     Dengan berkurangnya siswa yang masuk ruang BP dan surat SP itu menunjukkan kalau nasehatnya perlahan di terima.

***

Mas pengen serius sama kamu,Ra

Aku udah pernah bilang sama Mas. Utarakan itu pada Papi.

     Ara menutup ponselnya setelah membahas pesan tersebut. Selama ini ada saja yang menghubunginya dan menyatakan keseriusannya.

     Tapi Ara selalu menyerahkan semua urusan itu pada Papinya. Dan sejauh ini tidak begitu banyak yang berani menghadap Papi.

     Dan karena itu Ara menganggap mereka tidak serius. Percuma katanya serius tapi menghadap orang tua saja nyalinya ciut.

     Ara tidak menginginkan suami pengecut dan tidak tau adab. Padahal manusia diberi akal untuk berpiki. Yang justru harusnya di mampaatkan untuk menelaah keseriusan itu seperti apa.

    Naraya menginginkan suami yang kuat secara mental. Memperjuangkannya dan mengutarakan kesungguhannya. Karna yang bisa menaklukkan hati Papi yang layak untuk jadi suaminya.

"Ibu mau mau kemana?" sapa Ridwan guru olahraga, salah satu yang berniat serius padanya namun di tolak.

"Mau ke kantin. Duluan ya pak." sopannya dan berjalan denga menundukkan pandangannya.

      Ara bukanlah tipe orang yang menolak sesuatu tanpa alasan. Prinsifnya jelas bertentangan dengan Ridwan yang masih menginginkan pacaran.

    Padahal Ara telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pacaran dan menjalani ta'aruf bila ada yang serius. Tapi sepertinya Ridwan tidak menyetujuinya.
  
     Alhasil pria itu hasil berbesar hati di tolak wanita yang merupakan guru favorit sekaligus yang tercantik di sekolah mereka.

* Medan, 5 November 2018/ Rabu, 30 Desember 2020

Naraya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang