Chapter 21.

7K 373 5
                                    

        "Segala peristiwa bukan kebetulan semata tanpa ada maksud di dalamnya"

                    - Unkown-

-------

     Siang itu Ara yang bersiap pulang terkejut dengan kehadiran Alby. Di sisinya ada Danial yang menyapanya sekilas sebelum tenggelam dengan ponselnya.

"Assalamu alaikum,Ra. Maaf mengganggu waktunya."

"Eh, Wa alaikum salam. Iya nggak pa-pa," Ara menunduk saat pandangan mereka tidak sengaja bertemu.

"Om, masa kita disini sih," protes Danial tidak suka.

    Alby langsung menyadari suasana sekitar. Kegugupan jelas sekali melandanya. Lantas Alby membawa mereka ke coffe shop di ujung sekolah.

   Ara tidak bisa menolak lantaran melihat Alby sangat sungguh-sungguh. Meski dia tidak bisa menebak. Lagipula mereka tidak berdua-duaan.

    Ara memesan latte sedang Alby kopi hitam tanpa gula. Danial memesan ice kopi.

"Ada apa,Bang?" Ara yang bertanya duluan saat Alby terdiam sejak tadi. Danial bahkan sempat menendang kaki omnya dibawah meja.

"Mau nanya sesuatu, soal pribadi sih." Ara menaikkan alisnya. Tidak faham.

"Apakah sedang ada yang dekat sama kamu?"

   Ara hanya menggelengkan kepalanya dan kembali menyeruput kopinya.

"Abang mau serius sama kamu," Ara menegakkan bahunya.

"Datang aja ke Papi kalau emang serius,"

   Alby tersenyum dan mengiyakan. Dengan Danial yang diam-diam tersenyum tipis di tempatnya.

   ***

     Ara baru pulang dari kajian rutinnya saat Papi memanggilnya. Gadis itu mengerutkan kening. Tak biasanya Papi terlihat serius begitu.

"Ada apa,Pi?!" Papi menghela nafas sebelum bersuara.

"Ada yang datang ke rumah buat lamar," seketika Ara terkejut. Tidak menyangka Alby seserius itu.

    Bahkan hanya berjarak beberapa hari dari sejak lelaki itu bertanya. Dia kira Alby masih butuh waktu untuk memantapkan niatnya.

"Benar dia Om Danial?" Papi dengan tatapan menyelidik.

Ara mengangguk "Iya,Pi."

"Pikirkan dulu sebelum menjawab," Ara mendongak tidak biasanya Papi melunak begini.

    Papi lumayan selektif dalam memilih calon suami untuknya. Sejak meninggalkan pacaran, Ara meminta Papi yang mencarikannya calon suami. Namun banyak yang langsung mundur begitu berhadapan dengan Papi.

     Tidak biasanya juga Papi memintanya berpikir. Selama ini juga Papi tidak memintanya berpikir setiap ada pria yang datang.

    Ara tidak ingin ambil pusing dan mendebat Papi. Banyak yang telah dipelajarinya selama ini. Termasuk mendebat Papi bukan hal baik untuknya.

     Ara menu dapur, membuka kulkas dan memikirkan menu makan malam mereka usai membersihkan diri. Sementara Papi lebih memilih di ruang kerjanya.
    
    Tidak sampai sejam pepes ikan, acar kuning dan parkedel kentang sudah terhidang di meja makan. Seperti biasa Papi terlihat lahap makan meski Ara begitu menjaga karbohidrat yang dikonsumsi Papi.

"Minta petunjuk sama Allah sebelum menjawab," Papi berlalu setelah mengatakan itu.

    Meski penasaran alasan Papi lebih lunak kali ini tapi Ara menahan diri. Dilihat dari gesturenya Papi sedang mode yang tidak bisa diganggu.

Naraya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang