Kita bukan anak Kecil lagi. Kita sama-sama sudah dewasa. Harusnya kita jalani ini semua secara serius. Mungkin awalnya memang begitu. Kupikir semua ini akan berjalan dengan mudah. Kupikir aku bisa melaluinya bersamamu. Karena aku pikir kamu adalah yang terakhir. Kamu adalah orang yang akhirnya ditakdirkan untukku. Namun kenyataan berkata lain. Nasib sudah berbicara sebaliknya. Cinta yang berseri ini kini harus terbenam jauh ke dasar jurang sakit hati.
Sakit dan getir. Hal itulah yang selalu kurasakan setiap kali merasakan sebuah dilema. Kegagalan dalam suatu hubungan sejujurnya menorehkan luka dan trauma yang membekas dalam ingatan. Siapa yang ingin hubungan yang telah dirajut sedemikian rupa dengan segala asam manis dan bumbu-bumbu percintaan itu harus sirna begitu saja dalam waktu yang cepat?
Sejujurnya aku tidak ingin merasakan lagi pahitnya patah hati untuk kesekian kalinya. Walaupun ada pepatah yang mengatakan jika seseorang sering patah hati, maka hati seseorang itu akan menjadi lebih tegar …
Menurutku itu adalah kebohongan yang besar. Bagaimanapun juga aku ini adalah seorang wanita yang memiliki perasaan. Hatiku tetaplah mudah rapuh walaupun sudah terlalu sering disakiti. Luka yang sudah mengering kini harus terbuka kembali.
Patah hati itu menimbulkan rasa sakit, sakit yang tidak berdarah.