Masih bisa kukecap jelas-jelas saat kamu tiba-tiba muncul di depan rumah, di banyak kali kita bertengkar. Sepasang manik matamu sekejab meluluhkan hatiku. Lalu, kita akan mengakhiri perjumpaan malam dengan ulasan senyum di bibir dan rangkaian kalimat terakhir sebelum terpisah jarak.
Aku pikir siklus ‘kita’ akan terus berulang hingga kamu tak harus pulang. Karena pulangmu ada padaku. Karena aku adalah rumahmu.