Terimakasih kamu telah mengajarkanku bagaimana cara mencintai. Dan darimu, aku belajar bagaimana cara mengakhiri.
Terimakasih. Walau di hari ulangtahunmu kini aku tak bisa lagi menyisipkan ucapan dan panggilan sayang, aku masih tetap bisa menerbangkan bait-bait do'a diakhiri dengan nama terang. Terimakasih, kini kubisa bangun di pagi hari dengan ukiran senyum dan dada lega luar biasa. Setidaknya, aku berusaha. Tak perlu lagi aku melupakan serpihan indah yang berbiku-biku karena aku telah berdamai dengan apapun tentang 'kita' yang sudah sirna sejak satu kali ulang tahun kita yang lalu.
Tak perlu lagi aku mencoba mengubur dalam-dalam apapun tentang kita. Karena semua kenangan yang tersisa sudah tak menyebabkan luka. Setidaknya, aku mencoba sangat keras. Kamu yang paling tahu aku, bukan?
Aku tak akan memintamu untuk menungguku di teras rumah saat aku marah, menjemputku, dan mengarungi jarak kilometer kerumah ku di deraian hujan. Menyambutku dengan senyum simpul yang membuat matamu menyipit, merentangkan lengan hangatmu saat aku rindu padamu, atau menggenggam tanganku melewati gelap terang dunia bersama. Karena kutahu, menunggu dan mengharapkanmu sama mustahilnya dengan berharap bunga bermekaran di musim gugur atau semustahil menemukan air terjun di padang gurun.
Mengenal sosokmu di hampir seperlima hidupku membuatku sadar. Ada dua jenis cinta di dunia ini, cinta yang bertemu dan menetap atau cinta yang hanya bertamu lalu pergi. Cinta menyimpan dua sisi mata yang bertolak belakang; motivate-demotivate, turn you on-turn you off, go alive-go dead, fly-being buried, happy-sad,laughter-tears. Falling in love dan falling out of love bak dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan dari kata bernama ‘cinta’. Aku banyak belajar darimu, bukan?