5. Again

5.3K 483 29
                                    

Hatiku serasa dipatahkan berkali-kali, hingga air mata terus saja mengalir. Dalam kesendirian seperti ini aku merenungkan tentang keajaiban-keajaiban yang mungkin datang.

Sebenarnya aku tidak masalah jika Eithar tidak memberi perhatian dengan statusnya sebagai seorang suami. Yang aku benci, dia seakan-akan menarik ulur hati ini. Juga sikap dingin dan kata-kata pedasnya itu sering tak terkendali.

Kalau saja dia boneka, sudah kutusuk-tusuk untuk menyalurkan kesal. Saking gemasnya, sekarang aku sampai meremas tangan sendiri. Tapi tengkuk yang terasa menghangat, menghentikan kegiatan tangan. Hawa seram itu datang lagi, menandakan bahwa hantu perempuan akan datang.

"Haaahhh." Benar dia datang lagi.

"Sini, keluar. Ngapain sembunyi-sembunyi?!" tantangku, karena dia tidak menunjukkan diri. Selang beberapa detik aku malah menjerit kaget. "Ngapain pasang muka kayak gitu?!"

Si pucat muncul dengan wajah lusuh, ada darah bercucuran di tubuh. Ini penampakannya yang paling seram. Harus kuakui, aku takut melihatnya. Dia begitu menyeramkan. Darah itu terlihat nyata dan berbau anyir. Sebuah penampakan yang sangat tragis jika menunjukkan kalau dia meninggal dengan kondisi seperti ini. Meski aku belum tahu sebab meninggalnya yang sungguhan.

"Balik ke wajah biasa," suruhku. Anehnya, dia menurut, hantu yang sangat baik.

"Haaahhh," desahnya lagi.

Astaga! Ini hantu gagu mungkin, ya? Dari awal bertemu hanya bisa mendesah. Aku menggeleng pelan. Merasa kesal juga terhibur di saat bersamaan.

"Nggak mau bilang sesuatu?" tanyaku. Dia menggeleng.

"Namamu?" Dia menggeleng lagi. Dasar, hantu payah. "Jadi, kamu betah di sini?" Dia mengangguk lalu menggeleng. Raut wajahnya sedih dan itu membuatnya masih terlihat menyeramkan. "Nggak usah sedih, temani aku aja tiduran di sini," ajakku.

Aku memandangi langit bersama si pucat di lantai tiga. Di sini ada gazebo tanpa atap, beralaskan matras tipis yang membuat semakin nyaman, untuk menikmati malam. Mungkin akan lebih indah bila bersama kekasih, bukan dengan hantu. Ya, mau bagaimana lagi.

Ekspresi si pucat sepertinya menandakan dia tidak baik-baik saja. Inginku bertanya lagi, tapi ah, sudahlah. Mungkin akan tiba waktunya kami akan mengobrol dalam situasi santai berbaring seperti ini. Jadi kutahan saja dulu segala pertanyaan yang berdesakan di kepala, hingga aku mulai terlena dengan angin malam, dan perlahan mata mulai menutup.

Cahaya yang menembus kaca dengan tirai terbuka menyilaukan mata, pagi ternyata sudah datang. Aku kembali masuk dalam selimut, enggan beranjak dari nikmatnya. Rasanya baru sebentar aku terlelap.

Kubuka selimut yang menutupi tubuh, mata juga membelalak kaget sekaligus heran. Kenapa aku bisa ada di kamar? Bukankah semalam aku bersama si pucat di lantai atas? Ah! Aku sama sekali tidak dapat mengingatnya.

Eithar sudah tidak ada di ranjang, pintu kamar mandi terbuka. Mungkin dia sudah berangkat kerja tanpa menunggu untuk kusiapkan pakaian. Baiklah, waktunya beranjak dari ranjang. Aku mencuci wajah dua jari, kemudian menuju meja makan. Kudapati Eithar tengah menikmati sarapan bersama Kakek. Rupanya dia tidak pergi bekerja.

"Pagi, Carissa," sapa Eithar dengan senyum manis. Aku terkejut, apa dia salah minum obat? Baru kali ini tingkahnya manis.

"Pagi," balasku singkat, "mau minta apa hari ini?"

"Duduk di sini." Eithar menunjuk kursi di sebelahnya dan Kakek terlihat sedang mengulum senyum. Singa ini sudah jinakkah?

Aku menarik kursi lalu mendudukinya. Kuperhatikan wajah Eithar yang cerah, gaya cool-nya menyihir mata. Aku suka itu, malah sangat suka jika dia sekaligus bisa tidak membuatku sakit hati.

Mysterious Hubby(SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang