4. She is ....

4.6K 457 22
                                    

Aku mencari tempat untuk berteduh, meraih ponsel dari dalam tas, dan menghubungi seseorang. Satu kesialan kembali terjadi, saat Bela menjawab panggilan, tapi meminta maaf tidak bisa menjemput. Alasannya? Karena dia sedang di bioskop bersama sang kekasih. Di waktu yang sama hatiku kian teriris, bukan karena dia tidak bisa membantu, tapi merasa iri tahu bahwa dia sedang menikmati kebersamaan dengan orang yang disayangi.

Jariku kembali bergerak di layar, menimbang-nimbang siapa yang harus kuhubungi. Lalu entah bagaimana bisa, pada akhirnya pilihan jatuh pada Richi dibanding menghubungi mantan teman kantor yang lain. Dia segera mematikan ponsel saat kukatakan lokasi keberadaanku.

Mataku kembali liar memandangi jalanan, barangkali Eithar datang. Tapi, laki-laki itu sungguh tidak menampakkan diri, membuatku tersenyum miris. Tidak terbayang hari ini akan terjadi, jantungku seakan-akan dia cincang untuk kedua kalinya. Kupeluk diri sendiri, menahan dingin yang semakin mematikan disertai kecewa yang tak kunjung surut. Malang, seorang Carissa mengharap manis kasih sayang dari suaminya sendiri. Tapi, yang terjadi malah mendapatkan berkilo-kilo cabai. Pedas dan perih!

Hujan belum juga reda, Richi seharusnya sebentar lagi sampai. Benar saja, kulihat sosoknya turun dari mobil yang terparkir tidak jauh dariku. Payung hitam melindungi tubuhnya.

"Richi!" panggilku.

"Carissa?!" Richi berlari menghampiri dan ... dia memelukku. Hangat tubuhnya bisa kurasakan, air mata ini jadi semakin luruh. "Ada apa?" tanyanya lagi.

Aku tak menjawab, yang terdengar hanya deras hujan disertai pilu tangis. Richi tidak bertanya lagi, hanya merangkul tubuhku dan menuju mobilnya.

"Aku antar pulang, ya?" tanyanya setelah mobil melaju.

Aku menggeleng, tidak setuju. Untuk apa pulang, sedangkan tak ada yang mengharapkan aku di sana? Kemewahan itu tiada guna. Aku kian tersiksa karena diberi harapan palsu.

"Terus ke mana?"

"Nginap di rumahmu aja," sahutku cepat.

Richi memandangiku sesaat, lalu kembali fokus pada jalanan. Aku juga tidak tahu apa yang sudah merasuki diri, hingga berani berkata seperti itu. Akal jernihku menguap, tidak mampu memikirkan solusi yang lain.

Sampai di kediaman Richi, aku mengamati suasana rumah yang hening. Lalu terlintas di benak jika kedatanganku adalah kesalahan. Tidak terbayangkan bagaimana jika kami hanya berdua saja di rumah. Richi laki-laki dan aku perempuan, sedangkan di luar sedang hujan deras. Setan bisa saja menari-nari di antara kami. Ah! Aku benci pikiran kotor ini. Richi baik, dia pasti tidak akan berbuat buruk padaku.

"Mama Papa nggak ada?" tanyaku setelah mengusir keraguan. Richi menggeleng, membuatku kembali merasakan gugup. "Desi?"

"Ada di atas. Cepat mandi, pakai bajunya Desi aja. Aku tunggu di sini."

Richi berkata lalu tersenyum. Akhirnya aku benar-benar lega sekarang. Kami tidak hanya berdua di sini. Aku lalu segera menuju lantai dua, mandi, dan meminjam baju Desi. Syukurnya, gadis ini sangat baik padaku. Dia sama sekali tidak protes atas kedatanganku yang meminjam kamar mandi serta pakaiannya.

Badan sudah terasa jauh lebih segar.

Selanjutnya kuputuskan untuk menemui Richi di ruang tamu. Ada dua cangkir teh dengan asap mengepul di depannya. Bibir itu langsung menyunggingkan senyum saat aku duduk berseberangan dengannya.

"Minum dulu," suruhnya. Jemariku langsung meraih benda dari keramik itu dan membiarkannya mengalirkan rasa hangat. "Kamu kenapa kehujanan kayak gitu?"

Bayang Eithar kembali hadir, sedikit membuat hati terasa perih lagi. Andai dia di depanku, teh dalam cangkir ini akan kutuang di kepalanya. Supaya sikapnya itu sedikit hangat, tidak terus-terusan seperti es batu.

Mysterious Hubby(SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang