"Apa yang kau lakukan di kamarku?!" pekik Anjeli, saat ingin mengganti saree yang di kenakannya dengan baju tidur yang tadi diberikan Rahul padanya.
"Kamarmu? Sejak kapan bangunan ini adalah milikmu, hem?! Aku merasa tak pernah menjualnya dan juga kapan aku menerima uangmu? Apa kau sakit?" ujar Rahul bertanya sembari menarik satu sudut bibirnya ke atas.
"Ck! Kecilkan suaramu! Shaf dan Madu akan terbangun nanti!" dan Anjeli yang kesal, segera saja melempar sebuah bantal ke arah di mana dokter itu berdiri.
Akan tetapi benda tersebut dengan mudah ditangkap oleh Rahul, dan seringainya pun semakin melebar, "Jika tidak ingin mereka terbangun, maka kau harus ikut denganku sekarang. Ayo!"
"Arghhh...! Lepaskan, Rahul! Lepas, aku tidak mau!" teriak Anjeli yang sudah memukul punggung belakang Rahul.
Tubuh Anjeli dibawa Rahul layaknya seorang kuli panggul yang mengangkat sekarung beras di pasar secara tiba-tiba, maka pantas bila ibu dua anak itu menjerit hebat akibat rasa keterkejutannya.
"Apa kau lupa dengan tugasmu selama Nyonya Merra menunggu siklus menstruasinya sepanjang satu bulan ini, hem? Kau pikir di dunia ini semua orang harus berhati malaikat terhadapmu? Ughhh...!" sahut Rahul, melempar tubuh Anjeli ke atas sofa di ruang televisi.
"Rahul, aku akan mengganti semuanya! Aku janji akan mengganti seluruh uang yang kau pakai untuk membayar hutangku pada Tuan Man-"
"Aku tak butuh uang itu! Aku ingin yang lain dan kau sudah tahu jawabannya, bukan?! Kenapa kau masih bertanya sementara kemarin kau terus meracau namaku, hem?!" pekik Rahul menjambak surai panjang nan hitam di kepala Anjeli, "Itu karena kau menikmati sentuhanku, bukan?! Kau menikmatinya, sehingga kau terus saja memanggil namaku, bukan?! Jawabbb...!" teriak Rahul.
"Rahul, kau sedang mabuk!" dan Anjeli berkata seperti itu, saat wajah sang dokter kandungan itu mendekat ke arahnya.
"Apa kau bilang? Mabuk?" kekeh Rahul semakin mendekat ke pipi putih Anjeli, "Aku tidak mabuk, Anjeli. Aku hanya minum sedikit untuk menghilangkan hawa panas dari dalam tubuhku. Kaulah yang membuat aku mabuk. Lebih tepatnya tubuh molekmu ini. Cup," lirih Rahul mencium pipi Anjeli.
"Rahul, tolong jangan seperti ini! Kita tidak saling berkomitmen apa pun, jadi-"
"Komitmen?! Heh, Memangnya apa yang kau harapkan? Kau ingin aku membuat janji lebih dulu jika aku akan menidurimu? Itu tidak romantis dan berkesan, Sayanggg... Aku tidak suka sesuatu yang direncanakan sejak dulu, termasuk menikah! Jadi lepaskan celanaku sekarang, dan puaskan aku!" tegas Rahul memotong ucapan Anjeli, lalu membawa dua telapak tangan wanita itu untuk menyentuh gesper di pinggangnya.
"Rahul, aku-"
"Ssttt... Hentikan omong kosongmu, Anjeli. Kau selalu mendesah dan meneriakkan namaku saat itu, jadi jangan pasang wajah polosmu padaku, karena sebentar lagi kau juga akan merasakan kenikmatan yang sama denganku saat ini! Buka mulutmu!" perintah Rahul setelah ia berkata demikian..
Alhasil rongga mulut Anjeli terbuka seketika, dan benda yang sudah mengeras itu pun keluar dari balik celana sang dokter, "Oughhh... Shittt...!" kemudian membuatnya segera mendesah kenikmatan, akibat kulit kejantanannya yang bertemu langsung dengan lidah tak bertulang milik mangsanya.
Anjeli Sharma pun berusaha menyingkirkan rasa bersalah pada Rajesh Kapoor yang mungkin saat ini sedang berjuang melawan kanker hati, kendati itu sangat sulit dilakukan dan ia kembali mengingat wajah sang suaminya.
"Ough, Anjeliii...! Ini sangat nikmat, Babyyy... Kau sangat lihai memainkan lidahmu."
Sayangnya racau Rahul membuat roh dalam tubuh Anjeli kembali ke dunia nyata, dan ia terpaksa terus berjibaku dengan batang keras milik sang dokter kandungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOHE GERUA [END]
Romance[TELAH DI TERBITKAN] [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK] [DAPAT DIBACA SECARA GRATIS DI APLIKASI DREAME] Mumbai, kota terpadat di India ini adalah salah satu kota yang menyimpan banyak kesengsaraan hidup bagi seorang Anjeli Sharma. Mengapa demikian? Seb...