Part 13

3.7K 255 27
                                    

“Mau apa lagi, hah? Apa milikmu sudah berdiri dan ingin memaksaku untuk menuntaskan hasratmu lagi?” sahut Anjeli, saat Rahul tiba-tiba saja memeluk pinggangnya dari belakang.
“Kau tahu itu, Anjeli. Jadi cepat puaskan aku!” sahut Rahul bertitah dan segera membuka resleting celananya.
Rahul menarik Anjeli dan mendudukkannya di atas meja makan, namun wanita itu berkeras untuk turun dari sana.
“Lepas, Rahul! Aku belum mematikan kompor itu!” histeris Anjeli memukul dada bidang Rahul.
Maka sang dokter pun dengan cekatan berbalik, memutar benda hitam di tengah kompor dan kembali melampiaskan hasratnya yang menggebu sejak tadi pagi. Rahul akan memulai aksinya di atas meja dapur, sampai-sampai ia tak memedulikan dua botol selai yang jatuh dan pecah ke lantai.
“Dengar, Anjeli! Mulai hari ini kau tidak boleh meneriakkan namaku lagi! Jangan menikmati apa yang kulakukan padamu, karena aku akan memberi hukuman jika kau melakukannya. Sekarang tutup mata dan buka mulutmu!” tegas Rahul, memasang eye mask di mata Anjeli dan juga ikut menambahkan ball gag ke mulut hingga tak dapat bersuara lagi.
“Oke. Kita mulai sekarang, Sayang. Bersiaplah mendengar rintihan nikmatku!” kekeh Rahul, langsung membuka paksa sarre yang berada di tubuh Anjeli.
Air mata mengalir di sana, namun Rahul tak mau memedulikannya.
“Ough, Anjeliii... Aku senang kau tidak bisa apa-apa lagi sekarang! Achhh...!” racau Rahul terus memacu kejantanannya di lubang nikmat Anjeli, “Dengan begini aku tidak akan mendengar kau memanggil namaku, dan juga kau bisa sebut hubungan ini hanyalah sekedar cara membayar hutangmu yang sudah aku lunasi! Ugh yeah! Kau setuju, bukan? Oughhh...!” desah Rahul di tengah pergulatan panasnya.
“Rahulll... Maafkan akuuu...!” batin Anjeli yang paham, dengan perbuatan Rahul, “Kau tidak boleh jatuh cinta padaku, Rahul. Aku sudah bersuami dan Rajesh pasti akan sembuh untuk kami!” karena ia tak ingin memberi harapan palsu, di tengah statusnya yang masih terikat pernikahan.

***

“Pagi, Dokter Maholtra. Bagaimana tidur Anda semalam? Pulas?” tanya Yash Chopra, yang sebenarnya ingin kembali mengejek Rahul tentang Anjeli.
Namun Merra sangat paham dengan tabiat sang suami, “Yash, kenapa kau ini? Jangan memulainya lagi,” sehingga ia pun menegurnya.
“Ck! Aku hanya menyapa, karena pagi ini wajah Dokter Maholtra terlihat sangat berseri, Merra. Apa mungkin dia sudah bertemu dengan Anjeli dan melepas rindu? Jika benar begitu, artinya kita harus banyak berdoa agar Dokter Maholtra tidak membuat wanita itu hamil sebelum dia mengandung bayi kita, bukan?”
Skakmat!
Ucapan sinis dari seorang Yash Chopra ternyata mampu membuat wajah ceria Rahul berganti masam seketika, dan kekesalannya pada pria itu segera saja ia lampiaskan.
“Saya dan Nona Anjeli tidak ada hubungan apa pun, selain rencana kerja sama agar Anda berdua dapat memiliki anak! Jika Anda merasa takut memakai jasa Nona Anjeli, Anda bisa mencari sendiri wanita yang mau menjadi ibu pengganti itu!”
Oh, Dewa! Hal apa lagi yang terjadi di antara pasien dan dokternya ini. Mereka berdua sudah hampir sama seperti kucing dan tikus, sampai-sampai Merra harus berkali-kali meminta maaf dan terus mengajak dokter kandungan itu ke laboratorium, guna menjalani tes darah seperti yang mereka janjikan kemarin.
Alhasil tes darah pun di lakukan, dan setelah itu Rahul kembali memeriksa ovarium Nyonya Merra. Ia juga masih sempat memeriksa beberapa pasien lain yang saat itu sedang melakukan konsultasi kehamilan padanya, lalu tidak lupa melakukan visited di ruang bersalin.
“Anjeli, Anjeli, dan terus saja Anjeli! Apa yang harus kulakukan selama sembilan bulan nanti? Apakah setiap hari aku harus pergi ke rumah keluarga Chopra dan berpura-pura memeriksa kehamilan Anjeli? Ini gila!” batin Rahul yang menjauh dari ruang bersalin, setelah selesai melakukan tugasnya.
Ia melangkah menuju pelataran parkir Rumah Sakit, dan menghilang bersama mobilnya untuk mencari makan siang.
“Tidak usah buang-buang uang! Aku makan di rumah saja agar lebih hemat,” batinnya saat hendak membelokkan mobil ke sebuah rumah makan.
Alhasil perjalanan menuju ke tempat tinggalnya pun terus terjadi. Lantas dua puluh menit kemudian, sang dokter kandungan itu sampai di sana.
Sementara Anjeli yang tidak  menyadari akan kedatangan Rahul, terus saja mengemasi barang-barang milik Shaf dan Madu. Karena sore ini Kanna Maholtra berjanji untuk membawa mereka semua pergi ke New Delhi, dan bertemu dengan Rajesh Kapoor. Mereka akan menginap, entah untuk beberapa hari lamanya.
“Apa kita benar-benar akan melihat Ayah, Bu?" ujar Madu memeluk kaki Anjeli.
“Iya, Sayang. Bibi Kanna yang mengajak kita. Jadi nanti kau harus mengucapkan rasa terima kasihmu padanya,” sahut Anjeli dan Madu pun berlari keluar kamar.
“Auwww...! Ibuuu...”
“Astaga! Maduuu...!”
Namun si kecil Madu menabrak tubuh besar Rahul yang baru saja masuk ke dalam rumah, hingga membuat bocah kecil itu jatuh terduduk.
“Ck! Kenapa kau biarkan putrimu berlarian di dalam rumah, Anjeli? Apa kau lupa dengan tugasmu memberi makan anak? Ini sudah jam berapa, hem?” tegas Rahul, mengangkat tubuh Madu yang terjatuh.
“Maafkan Madu, Paman Dokter. Madu pikir Bibi Kanna sudah datang menjemput kami untuk bertemu Ayah. Jadi Ibu tidak salah,” dan gadis kecil berusia delapan tahun itu menjawab pertanyaan Rahul dengan barisan kata yang sangat mengejutkan sang dokter kandungan.
“Benarkah? Kapan kalian akan pergi, Sayang?” tanya Rahul, dan Madu bersiap untuk kembali membuka suara.
“Berikan Madu padaku, dia harus segera makan dan beristirahat sedikit,” namun Anjeli mencoba menghalangi, dengan mengambil gadis kecil itu dari gendongan Rahul.
“Siapa yang mengizinkanmu pergi ke New Delhi, Anjeli? Sebentar lagi rahimmu akan menerima embrio dari pasangan bilionaire itu! Apa kau sengaja membuat kondisimu tidak fit, agar aku mencari orang lain untuk menjadi ibu pengganti?” ujar Rahul, membuat langkah kaki Anjeli terhenti.
“Aku hanya mengunjungi Suamiku yang sedang sakit, Dokter Rahul Khan Maholtra! Bukankah sel telur Nyonya Merra sama sekali belum dibuahi? Kanna yang memberi informasi itu tadi pagi, jadi aku masih bisa pergi. Benar, bukan?” sinis Anjeli tanpa membalikkan tubuhnya.
Ia terus melangkah ke dapur dan membiarkan api dalam dada Rahul semakin membara, sampai sang dokter pun menunjukkan taringnya.
Tut tut tut tut tut
“Halo, Rahul?”
“Kau tidak boleh membawa Anjeli dan juga kedua anaknya pergi ke New Delhi, Kanna Maholtra! Anjeli harus tetap berada  di Mumbai, karena rencana memasukkan embrio ke dalam rahimnya akan segera di lakukan!”
“What? Secepat itu? Bukankah kau bilang—”
"Aku bilang tidak bisa. Titik!"
Klik
Rahul menelepon Kanna saat itu juga dan rencana berkunjung ke New Delhi, batal akibat sikap semena-mena sang dokter kandungan.

🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓🍓

To be continue...

MOHE GERUA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang