Part 16

2.9K 236 18
                                    

Rahul Khan Maholtra pergi dengan tidak sopan dari rumah mewah Tuan Yash Chopra. Itu karena Anjeli mendorongnya dari atas tempat tidur, hingga jatuh ke lantai. Kemudian wanita tersebut juga mengancam akan menusuk gunting yang ia ambil dari laci meja nakas di samping tempat tidur, ke arah perutnya yang belum membuncit.

Alhasil begitulah yang terjadi kini, dan sungguh hati Rahul sangat panas ketika mendapat penolakan dari Anjeli.

"Brengsek! Anak siapa yang kau kandung itu sebenarnya, Anjeli?! Mengapa kau bisa seberani ini padaku?! Apa kau lupa dua anakmu masih bersamaku?! Perempuan sialan!" teriak sang dokter kandungan, untuk yang ke sekian kalinya.

Bodoh memang. Rahul Khan Maholtra yang dingin dan selalu tidak pernah tertarik dengan wanita mana pun, nyatanya kini berharap lebih dari diri seorang Anjeli Sharma.

Di balik aksi kemarahan yang ia lampiaskan pada setir mobil, hatinya terus saja menuntun untuk mengakui embrio kecil itu adalah hasil dari percintaan panas mereka berdua.

Padahal saat bertanya tadi, Anjeli sendiri sudah menjelaskan jika Rahul tak pernah membuang cairannya ke dalam saat mereka bercinta. Tapi tetap saja kata hati sang dokter kandungan itu mencoba menyangkal, dengan terus mengeluarkan kekesalannya seperti itu.

Ponsel yang terus berdering, bahkan tidak Rahul indahkan hampir lima menit lamanya. Sampai setelah dua telinganya merasa terganggu saat mendengar bunyi yang terus keluar dari benda pipih itu, barulah ia mau menggubris panggilan telepon tersebut.

"Kau mau apa, Kanna? Aku sedang mengemudi! Apa kau ingin aku mati?!" ketus Rahul, setelah dua bola matanya menatap sekilas sebelum menggeser ikon hijau yang berada di layar ponsel.

"Aku ingin uang, Rahul! Rajesh membutuhkan biaya untuk chemotherapy hari ini. Aku akan pergi ke New Delhi membawa Shaf dan Madu, setelah mereka pulang dari sekolah. Tugasku sudah selesai di Rumah Sakit dan aku juga telah meminta izin untuk dua hari ke depan. Jadi cepat kau pulang dan berikan uang itu!" jelas Kanna yang langsung dihadiahkan ejekan sinis dari sang adik.

"Biarkan saja dia mati, Kanna! Apa kau pikir Anjeli tahu kita terus melanjutkan pengobatan orang itu atau tidak? Untuk apa kau terlalu menaruh perhatian padanya? Kau tidak berniat menjadi istri selanjutnya dari si penyakitan itu, bukan?" sahut Rahul dengan kekesalan yang semakin bertumpuk, ketika Kanna meminta uang padanya.

"Kau brengsek, Rahul! Kirim uang untuk biaya pengobatan Rajesh Kapoor secepatnya ke rekeningku! Aku akan membeberkan status Anjeli pada Tuan Yash Chopra, jika kau tidak mengirimnya!" kesal Kanna, membuat Rahul tidak bisa lagi menjawab perkataan tersebut.

Sang dokter kandungan itu, bahkan lebih dulu menutup panggilan telepon. Dan sekali lagi tangannya memukul setir mobil, disertai teriakan keras yang hanya bisa ia dengar sendiri, karena memang tidak ada siapa pun dalam kendaraan roda empat tersebut.

Sementara di rumah mewah milik tuan Yash Chopra, Merra sudah kembali bersama bibi Manggali, tapi ia tidak mendapati Rahul di sana.

"Anjeli? Di mana Dokter Maholtra? Apa dia sudah selesai memeriksa? Atau dia ada di dalam toilet?" tanya Merra menunjuk pintu toilet di dalam paviliun Anjeli.

"Dokter Maholtra sudah pulang, Nyonya. Dia mendapatkan telepon dari Rumah Sakit dan harus segera pergi," jawab Anjeli mengarang cerita tentang kepergian Rahul.

"Hem... Baiklah, jika begitu. Mungkin lain kali saja kita bertanya tentang kehamilanmu ini padanya," sahut Merra seraya mengambil nampan di tangan bibi Manggali, "Untuk sekarang kau harus makan terlebih dahulu, karena saat ke pantry, aku melihat Chef Mahda membuat biriani dan naan untuk menu hari ini."

"Tapi, Nyonya? Aku-"

"Tidak bisa, Anjeli. Kau harus makan demi bayiku yang kau kandung itu. Aku tak ingin dia kenapa-napa di dalam sana. Lagi pula aku yakin kau pasti akan suka dengan dua makanan ini, karena Yash dan aku juga sangat menyukai biriani sejak dulu. Jadi sudah pasti calon bayi kami juga mempunyai selera makan yang sama, bukan?" lanjut Merra yang tak suka dibantah.

Hal itu jelas membuat Anjeli bingung, karena memang rasa mual di perutnya semakin menjadi-jadi saat mencium aroma daging dan rempah dari nasi biriani tersebut.

"Sebenarnya darah daging siapa yang ada dalam rahimku ini, Dewa? Apa benar kata-kata Rahul tadi? Tapi bagaimana bisa seperti itu, jika kenyataannya ia tidak pernah menumpahkan di dal-"

"Anjeli, ayo makan. Apa lagi yang kau pikirkan? Tolong mengertilah, Anjeli. Jangan sampai Yash turun tangan dengan masalah ini lagi. Itu akan membuat ia murka dan memarahimu dengan sejumlah ucapan tidak manusiawinya. Kau bisa menolongku, kan?" sanggah Merra membuyarkan lamunan sesaat Anjeli.

Merra juga memasang wajah muramnya di sana, sehingga rasa iba pun muncul dari dalam diri Anjeli.

"Hai, Sayang. Tolong mengerti dengan keadaan kita saat ini, oke? Aku memang tidak tahu apakah kau benar-benar darah daging mereka atau bukan? Yang pasti saat ini tolong bantu aku untuk tidak membuat Nyonya Merra dan Tuan Yash marah, karena ini juga demi kesehatan Suamiku di New Delhi. Kau bisa menolongku, bukan?" batin Anjeli mulai menyentuh nampan berisi biriani dan naan itu.

"Kau gadis yang baik, Anjeli. Aku tahu kau pasti bisa melewati kehamilan ini dan membantuku mewujudkan impian terbesar kami," ujar Merra lagi, setelah Anjeli memasukkan satu suapan biriani ke dalam mulutnya.

"Saya ambilkan air putihnya, Nyonya. Permisi," dan bibi Manggali pun ikut senang hal tersebut.

"Maafkan aku, Nyonya. Mungkin aku hanya tidak terbiasa dengan ini semua. Aku akan berusaha untuk makan, agar bayimu sehat di dalam sini," ucap Anjeli menjawab perkataan nyonya Merra dan wanita itu tersenyum begitu tulus, dengan mata berkaca-kaca.

"Aku tak akan melupakan jasamu padaku, Anjeli. Jadi mulai sekarang kau harus selalu jujur denganku tentang segala hal, agar aku bisa segera membantumu," sahut Merra membersihkan sisa biriani yang tercecer di mulut Anjeli, dan membuat ibu hamil itu terkejut, "Kau tidak perlu memedulikan omongan Yash mulai dari sekarang, oke? Intinya kau tetap patuh dan segala sesuatu pasti tidak akan menjadi masalah besar, karena Yash tidak akan mencampuri urusan kita berdua seperti mual muntah berlebihanmu pagi tadi," tambah Merra Chopra.

Anjeli bermaksud untuk menjawab perkataan tersebut, namun bibi Manggali sudah lebih dulu datang.

Merra pun dengan cepat mengambil segelas air putih, lalu menyodorkannya ke depan mulut Anjeli, "Ayo minum dulu, Anjeli. Setelah ini kau harus minum obat pereda mual, serta vitamin dari Dokter Maholtra. Lalu aku akan menghubungi pemilik spa, tempat biasa aku berelaksasi dan kau juga harus melakukannya agar pikiranmu tidak terlalu stres seperti sekarang ini," ujar Merra yang terus mencoba untuk membuat Anjeli sehat dan bugar.

"Baik, Nyonya," jawab Anjeli dengan terus berusaha menelan biriani dalam mulutnya.

Hidup Anjeli memang berubah total sejak saat itu, namun sejujurnya ia lebih menyukai tinggal di pinggiran kota Mumbai dengan segala kebebasan tanpa kungkungan dari siapa pun juga.

"Ingat Rajesh, Anjeli. Semua ini demi Suamimu!" batin Anjeli terus saja mengingatkan tentang Rajesh Kapoor.

Maka dengan helaan napas dalam, ia harus terus menyemangati diri demi sang suami yang juga sedang berjuang hidup.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

To be continue...

MOHE GERUA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang