Sebulan sudah terlewat, dengan keadaan Rahul yang semakin pula ketergantungan pada keberadaan Anjeli di rumahnya. Ia ketergantungan pada masakan yang ternyata enak, walau itu bukan makanan ala Eropa seperti kesukaannya. Lalu juga ketergantungan dengan tubuh Anjeli yang sudah seperti candu baginya.
Sampai-sampai ia melupakan fakta bahwa Anjeli akan pergi dari rumahnya, karena program kehamilan in fitro vertilization yang sudah disepakati oleh tuan dan Nyonya Chopra.
“Kau tidak lupa dengan janji konsultasi dengan pasangan Chopra, bukan?” tanya Kanna yang berada di meja makan.
Tangan Anjeli yang baru saja menggulung naan dan hendak mencampurkan roti itu pada tikka masala menjadi terhenti, lalu berganti dengan pandangan matanya yang menatap ke arah Rahul.
“Aku tidak lupa, Kanna. Mereka akan melakukan tes darah, agar aku dapat melihat kadar estrogen, terutama estradiol-nya,” jelas Rahul tak memedulikan tatapan mata sendu Anjeli yang terus menatapnya, “Tes ini aku lakukan untuk memastikan ovarium Nyonya Chopra sudah tertidur, karena enam hari sebelum ini aku telah memberikan suntikan antagonis GnRH padanya.”
“Oke. Lebih cepat, lebih baik. Aku ingin Anjeli segera mendapatkan uang dari pasangan bilionaire itu, karena kondisi Rajesh terus saja membutuhkan obat-obatan yang akan dipakai saat chemotherapy seperti sekarang ini!” tegas Kanna, sebelum memasukkan naan ke dalam mulutnya.
“Kenapa kau tidak pakai saja tabunganmu untuk membiayai obat chemotherapy pasienmu itu? Bukankah kau sering menerima tawaran dari beberapa dokter tua yang sering kali tak tahan dengan cara berpakaianmu?”
“Apa maksudmu, Rahul? Kau sadar kita sedang bersama siapa sekarang?!” amuk Kanna dengan wajah merah padam, “Jangan mengajari Shaf dan Madu untuk bermulut lancang sepertimu! Kau mengerti?!” dan intonasi suara yang semakin meninggi.
“Sudahlah, Kakakku sayang. Jangan merusak suasana pagimu yang cerah ini. Kurasa dokter bedah baru di Rumah Sakit itu cocok untukmu. Dia belum terlalu tua dan sudah memiliki banyak anak dari istrinya yang meninggal dunia beberapa tahun silam, jadi—”
“Diam, Rahul! Tutup mulutmu atau kau akan kusiram dengan susu hangat ini!”
Ya, begitulah yang terjadi dengan seorang Rahul Khan Maholtra satu bulan ini. Ia begitu sering berkelakar dengan Kanna, dan sudah jarang bersikap arogan pada pasien atau pun pada paramedis di rumah sakit. Namun hal tersebut tak berlaku sepenuhnya pada Anjeli, karena ia masih saja memaksakan kehendak saat tubuhnya butuh pelepasan.***
“Bagaimana, Dokter Maholtra? Apa tes darah yang kami lakukan kemarin hasilnya sudah baik untuk proses ini?” tanya Yash Chopra dan Merra meremas pahanya.
“Bersabarlah, Yash. Kau seperti anak kecil saja!”
“Aku seorang businessman, Merra! Aku tidak punya banyak waktu untuk bermalas-malasan atau apalah itu namanya!” sahut Yash, membuat Merra akhirnya menyikut pinggang sang suami.
"Begini Tuan dan Nyonya Chopra, hasil tes kemarin sudah berada di tangan saya,” jawab Rahul mengambil sebuah amplop yang sudah terbuka dari laci meja kerjanya.
“Lalu bagaimana dengan hasilnya, Dokter?" antusias Merra, langsung menjatuhkan pandangannya pada amplop di tangan Rahul.
Menatap Rahul yang sedang berbicara juga di lakukan oleh Anjeli Sharma, sebab pikirannya berputar-putar saat ini, dan itu karena ia memikirkan apakah tubuhnya akan sehat saat sudah mengandung darah daging pasangan tersebut. Yang pasti ia juga terus bertanya apa kerelaan itu akan terjadi, karena setelah bersalin bayi tersebut jelas tidak akan bersamanya lagi.
“Hasilnya bagus. Tingkat kesuburan Anda sudah sesuai dengan standardisasi dalam proses in fitro vertilization ini. Maka itu mari ikut saya berbaring di brangkar, Nyonya. Saya akan memeriksa kondisi terbaru dari kandungan Anda lagi,” ujar Rahul berdiri dan melangkah menuju ke brangkar besi.
“Apa lagi ini, Dok? Apa akan ada proses lanjutan dari program ini sekarang?” tanya Merra yang sudah sedikit banyak paham, karena selalu mencari informasi tentang proses in fitro vertilization.
“Iya. Saya akan coba melakukan ultrasonografi transvaginal sekarang. Tujuannya untuk memeriksa ukuran ovarium Anda, dan juga memeriksa apakah ada kista di dalam kandungan tersebut atau tidak,” jelas Rahul mulai memasangkan sarung tangan karet di kedua telapak tangannya.
“Apakah setelah ini proses itu akan segera dilaksanakan, Dok?” kini giliran Yash yang bertanya.
Rahul yang bersiap memberikan ultrasonic gel di atas perut datar Merra, pun berhenti sebentar dan membuka masker di mulutnya sebelum berbicara.
“Saya harus melakukan sebuah stimulasi dan pemantauan ovarium terlebih dahulu selama sepuluh hari ke depan lagi, Tuan Chopra. Sepanjang sepuluh hari tersebut, obat kesuburan harus disuntikkan empat kali sehari dalam tubuh Istri Anda. Maka itu setelah ini saya akan mengajarkan bagaimana cara menyuntikkan obat kesuburan tersebut, sehingga Tuan dan Nyonya tidak perlu datang ke sin—”
“Saya akan datang, Dokter! Bila perlu saya akan menyuruh Yash untuk menjemput Anda, dari pada harus menyuntikkan obatnya sendirian. Kau bisa lakukan itu untukku ‘kan, Yash?” sanggah Merra bertanya pada suaminya.
“Ck! Aneh sekali. Kau dengar tidak berapa banyak obat itu harus disuntikkan ke tubuhmu? Empat kali sehari, Merra. Apa kau pikir aku tidak punya pekerjaan lain selain bolak balik ke Rumah Sakit?” kesal Yash menggerutu, “Kenapa tidak kau bayar saja dokter ini dengan uang? Dokter Maholtra pasti akan datang menyuntikkan obat itu padamu, karena dia adalah tipikal pria yang suka dengan kemewahan. Benar begitu ‘kan, Dokter Maholtra?” ujar Yash dan wajah Rahul pun merah padam seketika.
“Tenang saja, Nyonya Merra. Aku akan mengajari Anda sampai bisa. Apa pantas tengah malam aku harus pergi ke rumah Anda dan mengganggu ketenangan tidur kalian? Itu tidak lucu, bukan?” jawab Rahul dengan nada sangat ketus.
Ia pun kembali menuangkan ultrasonic gel di perut Nyonya Merra, lalu mengambil transduser dan menempelkan benda itu di perut yang sudah teroles cairan kental ultrasonic gel tadi.
Rahul dengan cekatan menggeser transduser ke kiri dan ke kanan, dan kedua pandangan matanya tetap fokus menatap ke arah layar monitor ultrasonografi.
“Oke. Semuanya baik, Nyonya Merra. Ovarium Anda bersih dari kista, dan setelah ini saya akan mulai menyuntik obat kesuburan itu untuk pertama kalinya,” jelas Rahul mengambil beberapa lembar tisu, untuk membersihkan ultrasonic gel yang masih melekat di perut Merra, “Kali ini saya harap Anda berdua fokus dengan bagaimana cara menyuntik obat kesuburan tersebut, dan jika memang Anda ragu-ragu untuk melakukannya? Anda cari sendiri saja orang yang bisa menyuntikkan obatnya, Tuan Yash. Karena saya tidak bisa meninggalkan Rumah Sakit ini sesuka hati,” lalu kembali berbicara, tanpa menampilkan seulas senyum.
“Baiklah, terserah Anda saja. Lakukan apa pun itu, yang penting kami bisa cepat memiliki keturunan!” sahut Yash tak kalah tegasnya.
Maka selanjutnya Rahul mengambil beberapa alat suntik yang sudah steril bersama obat kesuburan dan memindahkan kursi, agar dapat lebih dekat dengan Nyonya Merra.
“Obat kesuburan ini fungsinya adalah untuk meningkatkan jumlah telur yang diproduksi oleh ovarium Anda. Sehingga, semakin banyak telur yang bisa dibuahi selama proses in fitro vertilization nanti,” jelas Rahul membuka penutup alat suntik, “Kesempatan untuk memiliki anak itu akan semakin besar, bila perlu saya akan memasukkan dua embrio ke dalam rahim Anjeli jika memang sel telur yang berhasil dibuahi lebih dari satu, Nyonya Merra. Bagaimana?” dan bertanya sesuatu yang sukses membuat Yash Chopra terkejut.
“Jangan main-main, Dokter Maholtra! Apa itu bisa terjadi?” sampai-sampai pria itu berdiri dari posisi duduknya.
“Itu sangat bisa terjadi, Tuan Yash. Hanya saja, Anda tanyakan dulu pada Anjeli,” sahut Rahul menatap ke arah Anjeli, “Apa wanita ini mau menolong kalian untuk memiliki dua keturunan sekaligus, serta apakah Anda sanggup membayarnya dua kali lipat, karena—”
“Saya akan membayar berapa pun itu , Dokter Maholtra! Lakukan jika memang hal tersebut bisa terjadi!” tegas Yash, dengan matanya yang berbinar-binar.
“Yash—”
“Ssttt... Diam, Merra. Ini akan lebih baik lagi! Aku ingin jenis kelamin dua bayi itu laki-laki, agar mereka dapat mengambil alih semua yang aku dan kau miliki!”
“Tidak! Mereka harus sepasang, Yash! Kau tidak boleh egois seperti ini!” sahut Merra, ikut bangun dari posisi tidur di brangkar besinya.
Alhasil perdebatan sengit pun terjadi lagi di antara kedua pasangan bilionaire tersebut, dan kali ini Rahul terkekeh sangat keras akibat perbuatannya yang lebih dulu menyulutkan api.
“Rahul, apa kau sudah gila? Bagaimana bisa kau menyuruhku mengandung dua bayi kembar? Aku tidak mau!” bisik Anjeli mencubit lengan Rahul.
“Jangan bodoh, Anjeli. Mereka akan membayar berapa pun demi dua anak itu. Kapan lagi kau akan mendapatkan banyak uang dan merubah hidupmu, jika bukan sekarang?!” bisik Rahul menekan ucapannya.
Anjeli pun pasrah dengan apa yang Rahul katakan, dan ia juga hanya bisa berharap agar pengorbanannya tidak sia-sia.
“Raj, cepatlah sembuh. Aku lakukan ini semua demi kau. Cepat sembuh, agar kita dapat kembali berkumpul bersama Shaf dan Madu seperti dulu,” batin Anjeli menjeritkan nama suaminya.🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
MOHE GERUA [END]
Romansa[TELAH DI TERBITKAN] [TERSEDIA DI GOOGLE PLAY BOOK] [DAPAT DIBACA SECARA GRATIS DI APLIKASI DREAME] Mumbai, kota terpadat di India ini adalah salah satu kota yang menyimpan banyak kesengsaraan hidup bagi seorang Anjeli Sharma. Mengapa demikian? Seb...