Terimakasih untuk seratus bintang yang kalian tekan.
Maaf menunggu lama.
Selamat membaca. Sampai jumpa di seratus bintang selanjutnya! ;)))
•••
Tepat pukul tujuh Shalom sudah berdiri di depan pintu kamar kakaknya. Gadis itu mulai menggedor saat lima menit tidak mendapat jawaban.
"Kak, Ay!!!" teriaknya disusul dua gedoran.
Walau matahari sudah tinggi, kamar Rey tetap terlihat gelap. Tidak ada sulur-sulur cahaya karna gorden masih tertutup rapat.
Rey melenguh serak. Pergerakan suaminya ditambah suara berisik dari luar membuat Ayya mengerjapkan mata. Mereka sama-sama terbangun dengan posisi miring saling berhadapan. Wajah keduanya nampak kaku. Ayya tidak berani tersenyum karna selepas pulang dari resto kemarin siang, Rey sudah kembali menjadi laki-laki batu yang tidak ada manis-manisnya.
"Mau kemana?" Ayya berhenti sejenak dari usahanya turun dari ranjang. "Biarkan saja. Nanti jam delapan baru buka pintunya."
"Tapi–" kata-kata Ayya terputus karna Rey lebih dulu Menarik pinggangnya untuk kembali berbaring.
"KAK REEEEEEE!!!"
Adik kecil mulut baskom!
"Aku mandi dulu." Ayya cepat-cepat turun dan melangkah pergi ke kamar mandi.
Selepas kepergian istrinya, Rey membuka pintu kamarnya. Kepala Shalom sudah menyembul dengan senyum ceria yang tidak ada habis-habisnya. "Kak, Ay mana?"
"Ada apa?" Rey bertanya setengah kesal setengahnya lagi masih mengantuk.
"Ish! Jangan pura-pura lupa, Kakak sudah setuju kalau hari ini Kak Ay harus temenin aku jalan-jalan." Shalom berkacak pinggang. Dengan baju model jumpsuit ditambah rambut sebahu ia terlihat sangat manis. "Atau Kak Re mau ikut?"
"Tidak." Rey tidak tertarik sama sekali. "Tunggu di meja makan. Dia masih di kamar mandi."
"Oke!" Shalom langsung turun ke lantai dasar. Setibanya di meja makan, ia mulai mengeluarkan kertas dan pena pink lalu mulai menulis tempat mana saja yang akan ia kunjungi. "Kalau ke tiga warna perjalanannya terlalu lama." ia mencoret satu list dan mulai menulis lagi.
Maemunah datang dengan menu terakhir. "Selamat pagi, Non." sapanya saat melihat Shalom.
"Selamat pagi juga, Bibi Mae." Shalom tersenyum manis dan memasukkan kertas tadi ke dalam ransel mungil yang ia bawa. "Bibi kok makin cantik. Rajin suntik botox, ya?"
Perempuan berdaster itu nampak bingung. "Suntik botox itu apa, Non?"
Shalom terkikik di tempatnya. "Aku juga tidak tahu, nanti biar Kak Re yang jawab."
Tak lama setelahnya Rey datang dengan setelan kerja yang sudah rapi. Ia mengernyitkan dahi ketika tatapan sang pelayan terus mengarah padanya.
"Kak, Ay mana?" Shalom celingukan mencari Ayya.
Rey meletakkan tas kerja di kursi sebelahnya. "Ganti baju."
"Kak Re jangan terlalu cuek sama istri. Nanti ditikung baru tahu rasa!" tatapan Rey langsung mengarah padanya. "Apa?"
"Ngomong apa kamu barusan?"
"Lupa." dan ia benar-benar mengabaikan Rey sampai Ayya datang dengan rok selutut dipadukan dengan kaos putih pas badan. "Kak Ay cantik banget."
Rey yang malas bicara ikut memperhatikan penampilan Ayya. Scanning mode–on. Dari kepala sampai ujung kaki, mata Rey sempat berhenti di beberapa tempat. Ayya terlihat masih sangat remaja jika mengenakan bando seperti saat ini. Gadis itu bahkan nampak seumuran dengan Shalom.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti ✔ [Sudah Terbit]
Romance(Mature romance) Ayya memilih menikah dengan Rey karna calon yang akan dinikahi Rey meninggal sebelum pernikahan. Ayya adalah adik Aurora, kakak sekaligus calon pengantin sesungguhnya. Aurora memilih bunuh diri karna merasa malu dengan dirinya sendi...