Cemburu

19.2K 1K 28
                                    

Sebelum baca, klik bintang. Sesudahnya, baru komentar :)

***

Dua cangkir putih diletakkan di sisi meja berlawanan. Pria itu mengucapkan terima
kasih lalu membiarkan pelayan tadi meninggalkan meja mereka. Hujan di luar masih cukup lebat. Tampias dari teras membentuk kepulan embun di sisi jendela kaca tempatnya memilih meja. Bayu berdehem. Membetulkan posisi duduk, ia mulai menyapa gadis yang sejak tadi menggerakkan kaki dengan resah.

“Apa kabar … Ayya?”

Gadis itu berdehem canggung. “Bisa Kak Bayu langsung ke intinya saja?”

Dari sudut mata, Ayya melihat sopir pribadi yang bersamanya sedang berdiri di samping audi hitam yang Rey sediakan jika ia ingin keluar. Gadis itu menyayangkan waktu yang mempertemukannya dengan alasan kenapa kakaknya sudah berada di tempat terjauh darinya. Ia harus bertemu Bayu dan menerima ajakan bicara karna pra itu terus memohon agar diberi kesempatan menjelaskan hal yang dia bilang penting.

Bayu menghela napas berat dan mengangguk. “Baik,” katanya, “aku Ingin menjelaskan kejadian sebenarnya padamu.”

Tangan Ayya terkepal di bawah meja. Ia merasakan emosi yang bercampur dengan
kesedihan begitu mengingat wajah kakak yang tergeletak pucat di kamar mandi.

Kini alasan itu ada di hadapanya. Sosok laki-laki yang seharusya bertanggung jawab namun memilih pergi dengan masalah yang menghancurkan segalanya.

Tanpa sadar Ayya sudah mencengkeram taplak meja hingga membuat kain putih itu
terseret dan minuman di atasnya terguling tumpah. Bayu bergegas berdiri.

“Kamu tidak apa-apa?” Bayu bertanya cemas begitu pelayan datang membersihkan kerusuhan. Gadis itu menggeleng sambil mengucap maaf kemudian duduk kembali, menormalkan tempo pernapasanya.

“Maaf. Kak Bayu bisa bicara sekarang.”

“Kamu yakin baik-baik saja?” pria itu bertanya ragu.

Ayya mendengus. “Jika seorang adik bisa baik-baik saja setelah ditinggal bunuh diri
oleh kakaknya maka, ya … aku baik-baik saja.”

“Aku minta maaf,” Bayu menundukkan kepalanya. Tangannya terkepal kuat.

Sejujurnya ia juga masih berduka oleh kabar kematian sang kekasih yang terlalu mendadak. Namun karna dihantui rasa bersalah akhirnya ia memutuskan menemui satu-satunya anggota keluarga Aurora yang tahu tentang hubungan mereka.

“Aurora sudah salah sangka. Aku tidak pernah lari dari tanggung jawab.”

“Lalu kenapa kak Bayu pergi saat kak Aurora butuh? Kemana Kakak saat Kakak aku nangis karna harus menikah demi menjaga nama baik keluarga?” tuntut Ayya berubah berapi-api. Ia emosi. Bayu adalah jenis laki-laki yang sangat ia benci. Pengecut dan tidak tahu diri.

“Aku hanya belum siap,” ugkap Bayu. Kembali menunduk saat sorot mata Ayya semakin tajam begitu ia mengangkat wajahnya. “aku masih menyusun skripsi, usiaku masih muda dan aku perlu mndiskusikan hal ini dengan keluarga..”

Ayya berdiri tanpa aba-aba. Membuat minuman kembali tumpah namun kali ini tidak ada pelayan yang mendekat. Gadis itu terengah disusul gerakan Bayu yang ikut berdiri. Pria itu bersiap kembali bicara namun disela oleh Ayya. “Jadi itu yang kakak bilang tidak lari dari tanggung jawab?”

“Bukan begitu..”

Dengan cepat Ayya meraih tasnya lalu melihat Bayu dengan tatapan sinis dan penuh permusuhan. “Seumur hidup aku tidak pernah bertemu laki-laki semenjijikkan ini. Tolong jangan pernah muncul dihadapanku lagi. Selamat siang.”

Ayya melangkah cepat keluar restoran menuju mobilnya. Pak Tama yang melihat
kedatangan istri majikan dengan cepat membuka kursi penumpang. Baru saja gadis itu mengangkat kaki untuk masuk, Bayu sudah menyusul dan menarik siku Ayya hingga gadis itu tersentak berbalik kembali.

“Dia menyentuhmu?” mata Rey membulat. Ia mengeraskan rahang sambil menarik diri
untuk berdiri. Ayya berhenti sesaat untuk melongo menyakskan sikap Rey yang terlampau aneh untuk menyela sebuah cerita. Gadis itu menggaruk pipinya sendiri sebelum menganguk pelan.

“Dia maksa aku untuk kembali ke dalam.”
Ayya memekik mundur karna terkejut. Vas bunga dihadapannya sudah terbelah oleh sentakan tangan suaminya begitu ia
menyelesaika ucapan terakhirnya. “Kak Rey..”

“Kenapa kamu pergi tanpa pamit?” Rey marah. Ia berjalan maju dan Ayya beringsut
mundur.

Kemana sebenarnya arah pembicaraan ini?

“A-aku cuma pergi ke makam Kak..”

Rey kembali maju. Ayya semakin mundur.
“Kamu tahu aku tidak suka berbagi,” Rey sampai di hadapan gadis itu dan langsung
mencengkeram rahangnya. Ayya meringis sakit. “kamu sengaja mau membuatku marah?”

Ayya menggeleng denga susah payah. Ia ketakutan. Sungguh respon yang Rey berikan sama sekali keluar dari apa yang sanggup ia perkirakan. Ia pikir pria itu hanya akan kesal kemudian diam-diam melupakan setelah beberapa saat. Namun hal yang lebih nembuatnya terkejut tentu saja alasan kenapa pria itu sampai tersinggung hingga sejauh ini.

Itu semua karna Bayu menyentuhnnya.

Bukan karna Aurora meninggal dengan anak laki-laki lain yang sering ia anggap sebagai alasan kenapa sampai pria itu bersedia menikahinya.

“Maaf,” hanya itu yang sanggup gadis itu katakan di tengah cengkeraman Rey yang
semakn menguat. Ia tidak sanggup menerima kemarahan pria itu sekali lagi.

Lalu sekonyong-konyong, Rey menurunkan tubuh dan mengangkat dagunya agar tatapan mereka beradu. Laki-laki itu melemparkan tatapan yang sulit Ayya gambarkan. Ada rasa kesal, marah,
sekaligus ketakutan akan sesuatu.

Ponsel Rey berdering untuk menghentikan tatapan keduanya. Laki-laki itu melepas
cengkeramannya dan berlalu tanpa mengatakan apa-apa.

Jejaknya hanya mampu membuat
Ayya melepaskan napas berat dan menenangkan diri dengan detak jantung yang melonjak naik.

Masih terasa bagaimana kemarahan pria yang baru memberi senyum dan rasa takut untuk waktu yang hampir berdekatan.

Aku benar-benar tidak mengerti.

•••

Kok marahan lagi? Kemaren kan udah mesra2an?
HAHAHAHA!!
please jangan salahin bayu. 😭😭

Pengantin Pengganti ✔ [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang