Cinta, satu kata yang sering aku hindari. Padahal tidak selamanya cinta adalah tentang laki-laki dan perempuan yang saling menatap. Berteman juga akan saling mencintai dalam cinta yang berbeda.
Memangnya ada berapa jenis cinta?
Cinta itu perasaan yang agaknya memang punya banyak wajah. Cinta layaknya siluman. Suatu ketika dia bisa menjelma kasih sayang berbunga-bunga. Di ketika yang lain, dia bisa menjadi kesakitan paling membinasakan.
Hati-hati dengan cinta.
Dia bisa saja menikammu di balik kenyamanan yang dibuat. Cinta adalah selayak pedang bermata dua. Mata yang pertama adalah semua tentang kebaikan, sedang mata yang kedua adalah anti dari mata pertama. Dia seperti virus dan anti virus yang berada dalam satu kesatuan rasa.
Suatu ketika itu akhirnya hinggap padaku.
Tanpa pernah aku memintanya, tanpa aku menginginkannya, dia tumbuh dengan lebatnya. Katanya cinta itu sederhana, nyatanya cinta itu rumit. Rumit, karena memang belum waktunya. Datang dengan segala puisi penuh kasih yang terhiperbolakan oleh ekspektasi diri, hingga berakhir dengan segalanya adalah metafora semata. Hanya bualan yang aku artikan kejujuran. Seperti sekoci yang terombang-ambing di tengah lautan—kenapa bisa berada di tengah lautan pun aku tak tahu—yang sedang menunggu karam, itu adalah aku. Akan tenggelam karena telah mengarungi harapan-harapan palsu yang dibuat dan ditumbuhkan diri sendiri.
Ironis.
Tapi itu aku.
YOU ARE READING
THE DAWN RIGHT BEFORE THE SUN RISES
PoetryKata-kata yang menjadi kalimat untukmu, karenamu. Maaf untuk segala ketidaksempurnaanku. Semoga kau bahagia, begitu pula aku.