Waroeng Steak
Ingatkah pada tutur cerita yang tak mau usai?
Binar matamu jelas menatapku;
kilatan pantul kacamatamu, mempesonaku.
Waroeng Steak tak sengaja mengusir
karena malam sudah menghantui,
padahal kita masih asyik bersenandung;
berucap saling ejek dan menggurui, tapi
kenapa justru hatiku yang tersandung?
***
Malam tadi, sangat ringan langkah kakiku terayun. Seakan beban pikiran pun terangkat cuma-cuma. Riang, tak merasa spesial tapi hangat. Langit memang telah gelap. Bulan terjunjung tinggi di langit utara sedikit ke timur. Walau gemintang tak seakrab biasanya karena mereka memilih bersembunyi di balik beberapa awan yang terlihat menggantung malas. Mereka seakan berkonspirasi dengan akal sehatku yang meragukan pertemuan itu. Tapi semua gagal dengan dalih,"kau kan biasa berteman dengan lelaki, ia sama saja." Lantas jajaran bintang kala itu kalah dengan percuma. Mereka seolah kecewa, tapi hatiku keras mengatakan tak apa.
Saat gemintang memutuskan berkonspirasi dengan awan dan secercah akal sehatku, hatiku girang! Entah mendapat doping dari mana, segalanya terasa menggembirakan. Aku memilih untuk membuka diri, membuka hatiku. Sangat asing sekaligus tidak. Menyengat! Begitulah keadaanku.
Segalanya terasa sempurna, terasa dekat, padahal baru berapa jari kami bersua. Seolah takdir mempertemukanku dengan bintang paling terang. Seperti Sirius yang bertemu dengan Betelgeuse dan Procyon pada Segitiga Musim Dingin; seperti Sirius yang bisa terlihat pada siang hari. Bukan bintang mati yang bersembunyi dibalik lubang hitam setelah meledak; bukan bintang yang bersembunyi di balik awan. Seperti Sirius, tapi bukan pula katai putih. Ia hanyalah bintang yang mengeluarkan cahaya saat mataku bertemu dengan matanya.
Malam tadi, berbeda.
Malam tadi, lebih hebat dari sekedar bahagia.
YOU ARE READING
THE DAWN RIGHT BEFORE THE SUN RISES
PoesíaKata-kata yang menjadi kalimat untukmu, karenamu. Maaf untuk segala ketidaksempurnaanku. Semoga kau bahagia, begitu pula aku.