Mendung masih saja terlihat dilangit ketika jam pelajaran usai. Anak-anak dikelas Baby masih tenggelam dikelas. Ada yang sibuk nonton drakor, ngegame, selfie, bahkan ngobrolin kaka cogan. Salah satunya adalah Baby.
"Iya, Kak Vando tuh ganteng banget. Tadi aja Baby liat dia lagi ketawa. Duhh manis banget, bikin adem bodi sama hati Baby."
"Yah, alay lo dek."
"Ck apasih, kan emang gitu. Eh tapi ya, kenapa hujan mulu sih? Baby kan pengen pulang terus makan masakan mama. Eh, atau kita beli bakso dikantin Nyak???" Baby mengoceh layaknya bayi.
"Bayiku, lo itu labil selabil-labilnya manusia lagi puber ya," ucap Vanessa sambil tersenyum lebar tanpa ekspresi.
"Iya, makasih vanish." Baby balas tersenyum lebar juga.
"HE BOCIL NAMA GUA VANESSA BUKAN VANISH."
"HE KAK VANISH, JANGAN NGEGAD SAMA BABY."
"Kalian jangan bentakin cewe gua dong."
Deg deg deg
Suara itu benar-benar terdengar dari arah belakang, tepatnya Irfan.
"Lah, sejak kapan si bocil jadi cewe lu?"
"Sejak Arina bilang suka, dan gua juga suka. Arina, sini gua biar ga digangguin cabe-cabean." Aldi menarik tangan Baby dan meninggalkan kelas.
"Aldi! Berhenti!"
"Baby ngga suka ya Aldi panggil Baby Arina. Dan tadi itu apa? Sejak kapan Baby jadi cewenya Aldi?"
"Sejak gua ke pengen jadi pacar lo. Arina, lo tuh imut."
"Tapi Arina gak mau pacaran. Jangan kaya gitu lagi." Baby melepaskan pegangan Aldi pada tangannya.
Baby pergi meninggalkan Aldi. Tanpa menolah ke Aldi. Tanpa peduli bahwa sejarah mungkin akan berubah setelah Baby meninggalkan Aldi hari itu. Saat hujan.
●~●
Baby menangis sendirian. Kaya di drama korea gitu, tapi disini ngga ada cowo yang dateng buat menghapus air mata Baby. Atau mungkin belum?
Karena setelahnya, ada kakak kelas ganteng yang ikut jongkok disamping Baby.
"Hai, kamu kenapa nangis?" Tanya kakak kelas ganteng.
"Baby nangis karena malu kak. Eh bukan malu, sedih. Iya, Baby nangis karena sedih."
Kakak kelas ganteng itu mengernyit bingung.
"Nama kamu Baby?"
"Iya, Baby Lovarina."
Kakak kelas ganteng itu tersenyum lalu mengatakan,"gimana kalau Baby kakak anterin pulang?"
"Mau. Eh."
Baby mendongakkan kepalanya. Rasa pegal karena menunduk terlalu lama tak ia hiraukan. Iyalah, orang didepannya ada cowo idaman satu sekolah. Kak Vando!
"Kak Vando?"
"Iya, nama kaka Vando. Udah kenal kan?" Vando tersenyum geli melihat wajah Baby.
Baby yang barusan menangis bukannya terlihat jelek malah terlihat imut. Hidungnya merah, matanya sembab dan pipinya yang basah entah kenapa membuat Vando merasa senang.
Padahal seharusnya Vando ikutan sedih bukan malah senang!
"Tapi hujan kak. Kata mama kalau pulang ujan-ujanan nanti sakit."
"Sama kakak ngga akan sakit. Kalau sakit, kakak bawain makanan ke rumah Baby."
"Beneran? Okesip. Baby mau sakit aja kalo gitu." Baby berdiri dan mengusap-usap roknya yang sedikit basah.
"Baby sakit biar kak Vando dateng ke rumah?" Tanya Vando.
"Gak lah, nanti Baby dimarahin Papa sampe gak boleh keluar rumah satu minggu. Baby mau minta makanannya aja dianter pake gojek."
"Iya iya. Jadi dianterin kakak pulangnya?" Tanya kak Vando mengiyakan saja omongan absurd Baby.
"Jadi kak!" Baby berteriak semangat ditengah hujan.
"Tapi tunggu hujannya agak reda ya."
Baby menganggukkan kepalanya.
Baby dan Kak Vando akhirnya duduk dilobby yang ada. Sembari menunggu hujan mereka bercanda dan tertawa.
"Nih pake." Kak Vando menyodorkan jaket pada Baby.
Setelah mengenakan jaket kak Vando yang jelas kebesaran. Baby menaiki motor gede dengan hati-hati. Hujan sudah reda, menyisakan gerimis dan langit gelap. Sore itu, Baby menyadari, kalau dirinya menyukai Aldi namun tak ingin berpacaran. Aneh!
●~●
To Be Continue
Sincerely,
Zukanisa