#7: Cerita Arvin

1K 172 3
                                    


Kina datang terlambat ke sekolah. Saat ia tiba di pintu gerbang, penjaga sekolah hampir saja menguncinya. Dari arah yang berlawanan tempat Kina datang dengan sepedanya, muncul Galang dengan skateboard-nya. Ia juga datang terlambat. Mereka segera berebut celah gerbang yang sempit untuk masuk.

"Ih, cepet singkirin sepeda lo! Halangin jalan, tau gak?" protes Galang karena sepeda Kina menghabiskan celah yang ada.

"Lo yang minggir! Skateboard butut lo itu yang halangin jalan gue buat masuk," balas Kina tak mau kalah. "Lagian gue duluan yang sampe gerbang. Jadi, gue duluan yang harusnya masuk."

"Bodo amat siapa yang sampe duluan. Yang penting itu, ya, bisa lewatin gerbang ini, Gadis Sinting!" ujar Galang sambil mendorong sepeda Kina.

"Lepasin!" Kina menyingkirkan tangan Galang dari sepedanya.

"Eh, itu Arvin!" Galang menunjuk ke belakang Kina. Dengan refleks Kina menoleh dan Galang sukses masuk lebih dulu dengan sedikit mendorong sepeda Kina. Kina yang merasa dikerjai langsung protes.

"Curang!" teriak Kina kesal. Galang berbalik lalu menjulurkan lidahnya pada Kina, membuat kepala gadis itu terasa seperti keluar tanduk.

Sesampainya di koridor kelas mereka, Kina menemukan Galang sedang berdiri di dekat pintu masuk. Itu jelas artinya kalau Kina juga harus berdiri di sana karena mereka sudah terlambat masuk kelas. Seraya menghela napas, Kina berdiri di sebelah Galang dengan wajah masam.

"Udah lama juga, ya, kita enggak dihukum bareng kayak gini." Galang membuka percakapan.

"Bodo amat," ujar Kina tak acuh. "Enggak penting!"

"Apa lo udah baikan sama Arvin?" tanya Galang agak ragu. Jelas pertanyaan Galang ini membuat Kina mengernyitkan dahinya.

"Untuk apa lo nanyain soal itu? Semua itu kan gara-gara lo!"

"Tapi, Arvin enggak salah."

"Sebenernya lo apa gue, sih, yang temen baiknya Arvin?" Setelahnya mereka langsung terdiam.

"Gimanapun juga, dia tetep temen lo," ujar Galang lirih.

Kima hampir tidak percaya kalau orang yang berdiri di sebelahnya itu adalah Galang Adyatma menyebalkan yang dikenalnya. Seperti ada yang berubah dalam dirinya. Kina tak sempat lagi berkata-kata karena tiba-tiba pintu kelas mereka terbuka.

"Jangan ngobrol waktu dihukum! Suara kalian ganggu yang lagi pada belajar!" Guru Matematika mereka memberi peringatan.

Setelah itu, tak ada lagi percakapan yang tercipta. Mereka menghabiskan hukuman itu dalam diam sampai jam pelajaran kedua dimulai.


🍭🍬🍭


Kina melirik bekal makan siang yang dibawanya. Kotak makan siang itu berisi moci. Hari itu ibunya sengaja memberinya porsi yang banyak. Katanya titip untuk Arvin. Setelah menghela napasnya dengan berat, Kina kembali menatap bekal makan siangnya itu dengan sedih.

"Aku tau kamu masih marah sama aku," ujar Arvin yang entah sejak kapan sudah duduk di bangkunya, tepat di depan bangkunya Kina.

"Aku enggak marah. Aku cuma kesel liat kamu banyak berubah sejak deket sama Galang. Kamu kayak bukan Arvin yang aku kenal." Mata Kina sudah sukses berkaca-kaca.

"Ternyata jadi diri sendiri lebih asyik, ya?" Arvin memaksakan diri untuk tersenyum sambil mengelus-elus rambutnya yang tersisir rapih ke belakang.

"Buat kamu." Kina mengambil bekal makan siangnya dan menyerahkan semuanya pada Arvin.

"Apa ini?"

"Moci. Untuk kamu semua."

"Beneran? Aku udah pernah bilang belum, sih? Kalau Akina Caramelia itu temenku yang paling baik," ujar Arvin sambil mencubit pipi Kina dengan gemas. "Makasih, ya."

Enemy CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang