#12: Cemburu

1K 158 2
                                    

Kina baru akan meninggalkan bangkunya saat tiba-tiba Galang menyerempet jalannya hingga gadis itu nyaris tersungkur. Ditatapnya punggung Galang dengan keheranan. Sikap orang itu menjadi aneh belakangan ini.

Seharian ini Galang mengerjai beberapa murid perempuan di kelas mereka dengan melemparkan beberapa binatang menjijikkan yang terbuat dari karet seperti tikus, kecoa, dan ulat. Untung saja tidak ada cicak. Murid perempuan banyak yang berteriak histeris dan Galang terlihat sangat menikmati teriakan mereka. Sepertinya ia lupa kalau sudah berjanji tak akan berbuat onar lagi.

Hal yang terasa lebih aneh adalah Galang sama sekali tidak mengganggu Kina. Bahkan pemuda itu bersikap seolah tidak pernah ada seorang murid perempuan yang telah menjadi musuh besarnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Panca Bakti. Jujur saja Kina merasa aneh dengan sikap Galang padanya itu. Ia merasa benar-benar tak diacuhkan dan itu membuat perasaannya agak sesak.

Tanpa sadar, Kina merindukan usilannya.

"Galang kenapa?" tanya Kina kepada Arvin yang menurut Kina pasti tahu sebab kenapa pemuda itu bertingkah aneh begitu.

"Lagi patah hati," jawab Arvin sambil memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Lagi?" tanya Kina tak percaya.

"Iya! Dengan orang yang sama."

"Serius dia patah hati lagi?" tanya Kina lirih. Gadis itu pastinya sangat spesial sampai membuat seorang Galang yang cuek itu patah hati untuk yang kedua kalinya.

"Aku duluan, ya. Ada urusan penting," pamit Devan pada mereka berdua yang langsung mengangguk.

Kina penasaran dan memutuskan untuk pulang bersama Arvin. Entah kenapa ia sedikit tertarik dengan kenyataan bahwa Galang sedang patah hati lagi. Ia sungguh ingin tahu penyebabnya.

"Memangnya dia patah hati kenapa?" Kina kini beralih ke Arvin yang sudah selesai membereskan buku-bukunya.

"Beberapa waktu lalu, dia lihat gadis yang dia sukain itu lagi sama cowok lain. Galang curiga cowok itu nyatain perasaan sukanya." Arvin mulai bercerita saat mereka meninggalkan kelas.

"Gadis itu nerima cowok itu?" tanya Kina penasaran.

"Galang enggak yakin. Tapi, menurut dia cuma sama cowok itu, cewek yang dia suka bisa tersenyum lebar. Galang berpikir kalau cewek itu sama dia, cewek itu enggak pernah bahagia," jawab Arvin. Kina sama sekali tidak menyangka kalau Galang bisa berpikir seperti itu. Kina jadi merasa iba.

"Kenapa kita jadi bahas Galang?" tanya Arvin keheranan dan ia pun menuntun sepedanya keluar dari tempat parkir.

"Eh? Bener juga! Kenapa kita jadi bahas dia, ya?" Kina pun akhirnya tersadar ia sudah terlalu khawatir pada Galang dan itu membuat Arvin sedikit curiga.

"Aku ada janji sama seseorang. Jadi aku enggak bisa pulang sama kamu. Maaf," gumam Arvin kemudian.

"Oke," gumam Kina sambil tersenyum maklum. Ia pun melepas kepergian Arvin dengan tatapan sendu. Ia ditinggal sendiri lagi.

Kina menghela napasnya lalu menuntun sepedanya ke arah gerbang sekolah. Langkahnya terhenti saat melihat galang sedang mengobrol dengan seorang gadis. Gadis yang Kina tahu pergi bersama Galang saat pentas seni tahunan sekolah beberapa bulan lalu.

Sempat tebersit di hatinya mungkin saja Galang patah hati karena gadis itu dan mereka sedang berusaha menyelesaikan masalah di antara mereka. Kesimpulan itu diambil Kina karena melihat wajah mereka yang amat serius saat mengobrol. Bahkan gadis itu memeluk Galang dengan erat.

Kina segera mempercepat langkahnya meninggalkan sekolah. Entah kenapa melihat pemandangan itu membuat hatinya terasa nyeri.

🍭🍬🍭

"Akina, kamu dipanggil kepala sekolah," ujar wali kelas yang baru saja datang. Jam pelajaran setelah istirahat baru saja akan dimulai.

"Baik, Bu," jawab Kina seraya bangkit dari kursinya.

"Bawa juga tas kamu," ujar wali kelas lagi.

Kina sempat terdiam, tetapi kemudian mulai membereskan semua barang-barangnya. Dalam perjalanan menuju ruang kepala sekolah jantungnya berdebar-debar. Masalah apa yang diperbuatnya sehingga kepala sekolah memanggilnya seperti itu? Seingatnya, ia tidak pernah membuat ulah lagi sejak Galang benar-benar tak mengacuhkannya.

Apa karena Kina pernah memecahkan vas kesayangan kepala sekolah yang waktu itu? Namun, masalah itu kan sudah lama berlalu. Lagipula kenapa selama ini kepala sekolah diam saja? Kenapa baru sekarang mengangkat kasus itu? Pikiran-pikiran itu yang berkecamuk di kepalanya sepanjang perjalanan.

"Permisi, Pak." Kina berkata sopan setelah mengetuk pintu ruang kepala sekolah.

"Silakan duduk," ujar kepala sekolah ramah. Sama sekali tidak terlihat marah, kesal atau apapun seperti dugaan Kina.

"Wali kelas bilang, Bapak panggil saya?" tanya Kina memberanikan dirinya untuk bertanya.

"Bapak baru aja dapat telepon dari rumah sakit. Katanya, ibu kamu masuk rumah sakit karena tiba-tiba pingsan tidak sadarkan diri. Tetangga kamu yang bawa ibu kamu ke rumah sakit," jawab kepala sekolah dengan hati-hati. "Kamu boleh pulang lebih cepat hari ini untuk menjaga ibu kamu," lanjutnya lagi setelah jeda beberapa detik.

"Te-terima kasih, Pak," ujar Kina bingung harus berbuat apa. Berita ini terlalu mengejutkan untuknya.

Ia segera pergi meninggalkan ruang kepala sekolah dengan pikiran yang kacau. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Pulang dulu ke rumah untuk mengambil keperluan ibunya selama di rumah sakit? Pergi ke bank untuk membayar biaya rumah sakit, atau langsung melesat ke rumah sakit?

"Pake ini!" Tiba-tiba seseorang menyodorkan helm kepadanya. Kina yang masih bingung hanya terdiam. "Cepat pake dan naik ke motor gue," ujar Galang sambil menyalakan mesin motornya dengan tak sabar.

"Apa?" tanya Kina masih belum mengerti.

"Naik, cepetan!" sentak Galang membuat Kina langsung cemberut, tetapi ia langsung memakai helm yang disodorkan Galang dan segera naik ke motornya.

"Memangnya kamu tahu aku mau ke mana?" tanya Kina bingung.

"Ya, ke rumah sakitlah! Memangnya ke mana lagi? Pegangan yang kuat, gue bakalan ngebut," ujar Galang.

Sebelum Kina sempat berpegangan, motor Galang sudah melaju dengan kencang membuat Kina dengan refleks memeluk pinggang pemuda itu.

Pikiran Kina kacau sehingga tidak menyadari kalau Galang berulang kali melirik ke arah pinggangnya. Pemuda itu pun sepertinya tidak keberatan akan hal itu karena ia tidak melayangkan protes.

===== To Be Continued =====

Enemy CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang