Part 4

1.8K 322 101
                                    

Maaf ya, lama update hehe. Ada yang kangen gak? :')

Happy Reading!

.
.
.
.
.

Wendy meregangkan tubuhnya yang terasa sangat pegal. Kedua matanya memandangi layar laptop dengan kesal. Di dalam hati Wendy sibuk merutuki Dosen Shim yang memberikan tugas membuat rangkuman sebanyak 10 halaman dengan deadline sampai jam 9 malam. Padahal beliau baru saja memberikan info ke grup kelas pada jam 8 malam. Benar-benar tidak manusiawi.

Wendy mendengus lalu mematikan laptop. Tanpa menunggu proses shut down, Wendy beranjak dari sofa. Gadis cantik itu berjalan menuju dapur untuk meneguk segelas air dingin. Kepalanya sangat penat akibat tugas merangkum tadi dan Wendy sangat butuh minuman segar saat ini.

Ketika kaki mungilnya sampai di dapur, Wendy segera membuka kulkas dan mengambil sebotol air dingin. Gadis bermarga Son itu membawa botol air menuju meja makan dan menuangkannya ke dalam gelas.

Cairan menyegarkan itu masuk ke dalam kerongkongannya, membuat kepenatan Wendy hilang sedikit demi sedikit. Setelah menghabiskan air dalam sekali teguk, Wendy kembali ke ruang tengah.

"Aku akan tidur setelah membereskan semua ini." gumam Wendy sambil membereskan laptop dan beberapa bukunya yang tercecer di lantai.

BRUAK!

Gerakan tangan Wendy terhenti seketika mendengar suara benturan dari arah pintu masuk. Raut wajah Wendy berubah tegang. Dengan takut, gadis itu menoleh ke arah pintu dan menelan ludah.

Wendy meninggalkan acara beres-beresnya dan berjalan ke arah pintu. Sambil menelan ludah selama beberapa kali, Wendy memberanikan diri untuk memutar kunci yang tergantung di kenop pintu. Setelah pintu tidak terkunci lagi, Wendy membuka pintu dengan pelan dan menoleh ke kiri-kanan.

Kosong. Tidak ada siapa-siapa. Hanya ada sebuah tempat sampah di seberang kamarnya. Lorong apartemen juga nampak sunyi dan sepi.

Wendy berniat untuk menutup pintu. Namun niat itu harus tertunda ketika kedua hazel indahnya melihat secarik kertas yang tertancap sebuah kapak di dekat pintu.

Jantung Wendy berdegup kencang. Dengan gemetar, dia ambil kertas itu dan membacanya.

AKU MASIH MEMBERIKANMU KESEMPATAN UNTUK HIDUP. JIKA KAU MASIH SAYANG DENGAN NYAWAMU, PERGI DARI SINI! JANGAN TUNJUKKAN BATANG HIDUNGMU LAGI DI DEPANKU! ATAU KAU AKAN BERNASIB SAMA SEPERTI GADIS 4 TAHUN LALU ITU.

Kedua mata Wendy terbelalak. Sembari menahan diri untuk tidak pingsan, Wendy segera menutup pintu, membiarkan kapak tadi tergeletak begitu saja di depan kamarnya.

"Ya Tuhan.." gumamnya takut sembari membaca kalimat yang tertulis di kertas berkali-kali.

"Ternyata benar dugaanku.. Pembunuh itu masih ada di sini.." kedua mata Wendy mendelik tajam ke kiri dan kanan. "Tapi siapa?"

Wendy membuang kertas itu dan buru-buru membereskan ruang tengah yang masih sedikit berantakan. Setelahnya, Wendy memasukkan semua barangnya ke dalam koper. Wendy masih ingin hidup! Dia harus pergi dari apartemen ini!

CRASHH!

"Oh tidak.." Wendy sedikit menyibakkan gorden dan berdecak pelan melihat tetes demi tetes air turun dari langit. "Sial.. Kenapa harus hujan di saat seperti ini?"

Wendy sebenarnya bisa saja memesan taksi online, namun dia terlalu takut keluar kamar untuk mencari sinyal.

"Terpaksa harus menunggu hujan reda baru pergi dari sini."

Dengan langkah gontai, Wendy menyeret kopernya menuju sofa. Gadis mungil itu duduk dan memegangi pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut pelan.

"Aku berharap hujan segera reda sehingga aku bisa pergi dari sini.."

▶The Neighbor ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang