24. Sekarat Karena Cemburu

1.3K 171 8
                                    

Kalau nanti, saat interview untuk pekerjaan baru ada pertanyaan tentang kejadian apa yang paling menakutkan di dalam hidup, maka dengan yakin Maura akan menjawab, "Mendaki gunung dengan penderita narkolepsi yang katapleksinya kambuh di saat hujan lebat di antara dekapan kabut tebal dan asap belerang yang menyengat."

Sumpah, Maura mungkin akan kebal bertemu hantu setelah kejadian itu. Tidak ada hal lain yang lebih menakutkan lagi melihat Chris tidak sadarkan diri untuk kedua kalinya.

Perasaan yang berlebihan dan aneh, Maura paham itu.

Bahkan, sampai sekarang, sampai mereka sudah tiba di Jakarta dan sudah berada di apartemen Chris, kejadian itu masih menjadi mimpi buruk di tiap malam Maura.

"Mbak, jangan melamun. Telurnya gosong." Darma menepuk pundak Maura dan tersenyum konyol.

Maura langsung tersadar dan mengangkat telur mata sapi untuk sarapan mereka bertiga. Hari ini, hari terakhir Darma bertugas. Setelah 18 hari bersama menjalani petualangan yang menakjubkan bersama Chris, Darma dengan berat hati harus pulang ke Jogja.

Bukan karena bayaran yang dia dapat sangat tinggi untuk seukuran sopir sewaan, tapi karena bersama Chris dan Maura, Darma mendapatkan banyak pelajaran berharga. Salah satunya, untuk bersyukur bahwa dia dan keluarganya memiliki fisik yang sehat dan sempurna. Tanpa kelainan, tanpa kesakitan abstrak seperti yang Chris miliki.

"Mas, padahal istirahat dulu sehari dua hari lagi di sini. Nanti biarin, mobilnya aku itung sewa, yang penting Mas Darma jangan buru-buru balik," kata Chris dengan muka bantalnya.

Mereka bertiga kini duduk di meja makan. Lengkap dengan nasi goreng kimchi buatan Maura dan telur mata sapi yang kuningnya masih setengah matang. Kecuali, telur terakhir yang ada di piring Darma. Matang sempurna.

"Ndak bisa e, Mas. Udah kangen berat sama keluarga di rumah." Darma tersenyum. Berat juga rasanya, tumben. Padahal biasanya dia tidak pernah merasa sebegitu beratnya berpisah dengan tamu.

Chris merengut sedih. Dia banyak hutang budi kepada Darma. "Ya udah, tapi kita jangan lost contact ya, Mas. Pokoknya setiap aku ke Jogja nanti, aku maunya Mas Darma yang nemenin."

"Siap, Bos!"

Darma lantas pulang tepat pada pukul 11 siang. Chris memberinya fee yang banyak. Belum lagi, secara dadakan Chris membelikan oleh-oleh yang melimpah untuk keluarga Darma di rumah.

Maura menghela napas saat mobil Darma perlahan menjauh, tidak terlihat lagi dari lobi Apartemen Margonda City.

"Udah, jangan sedih, kan masih ada aku, Maura," ujar Chris sambil tersenyum jail. Maura terkekeh, tangan Chris berhasil dia singkirkan saat sebuah suara menginterupsi mereka.

"Momol!"

Maura dan Chris serempak menoleh. Ada Praska dengan wajah bergambar rindu berdiri di sana.

***

"Kamu apa kabar, Mol? Kenapa kamu nggak pernah ngabarin aku?" Praska bertanya dengan emosinya yang tertahan di kerongkongan.

Dia dan Maura kini ada di salah satu kafe di mal yang terletak tepat di belakang apartemen Chris.

Setelah memaksa sekuat tenaga, akhirnya Praska mendapatkan haknya atas Maura lagi. Meski konsekuensinya, dia harus melihat wajah kusut milik Chris yang menatapnya dengan tajam.

Maura menghela napas. Ini aneh, dia akui dia rindu Praska. Tapi kenapa rasanya tidak sebahagia seperti yang dulu-dulu?

Praska masih tampan, berwibawa, dan penuh aura yang indah. Sayangnya, untuk sebuah alasan, Maura merasa itu semua sudah terlalu biasa. Meski sebelah hatinya berseru bahwa dia masih cinta Praska. "Aku baik, Mas. Never been this good malah."

FAIR UNFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang