Helaan nafas panjang keluar dari bibir milik (Name). Gadis tersebut berjalan dengan lesu, menyeret kakinya sendiri menuju gedung sekolah. Tangannya sendiri juga mengusap pipinya dengan hati-hati—saat ini pipi kirinya sudah tertutupi oleh salonpas karena tamparan yang ia terima kemarin, Semi dan Leon membujuknya berkali-kali untuk segera menangani pipinya yang memar, khawatir kalau wajahnya akan berubah biru.
Kejadian pada saat latihan kemarin masih terngiang di kepala (Name), bahkan menghantuinya sesaat sebelum dia tidur. Bukan berarti (Name) takut atau khawatir akan ada masalah yang lebih besar, hanya saja saat ini dia sudah lelah dengan kelakuan perempuan-perempuan tersebut. Terlebih lagi kalimat yang ia dengar kemarin.
"Aku terkejut akan mendengar kata-kata itu dari seseorang yang pernah dirumorkan menghancurkan masa depan orang lain saat SMP dulu!"
'Menghancurkan masa depan orang, ya...' lagi-lagi (Name) menghela nafas kemudian mengusap keningnya. Dia berhenti melangkah untuk sejenak, kembali memikirkan ulang kata-kata tersebut. "Ah, sudahlah," gadis itu mendengus pelan. "Aku tak mau peduli lagi," gerutunya kesal. Ia melanjutkan perjalannnya menuju loker sepatu, namun berhenti ketika mendengar suara berat yang familiar datang dari belakangnya.
"Kau tidak boleh seperti itu," (Name) menengok dan langsung di sapa oleh tatapan tajam dari sang kapten tim voli laki-laki sekolahnya. Ushijima masih menatapinya dengan intens untuk beberapa saat, sebelum pandangannya melembut—ada kekhawatiran terlukiskan di wajahnya. "Kau tidak boleh tidak peduli. Bagaimana kalau tidak ada yang mempedulikanmu nantinya?"
(Name) terkejut dengan pertanyaan itu, tetapi dia hanya diam dan berbalik. Sesaat dia merinding di bawah tatapan intens kapten timnya, sebelum dia menghela nafas. "Mau bagaimana lagi," gumamnya. "Peduli atau tidak, aku sudah tidak tahu mana yang lebih baik," dia dan Ushijima segera berjalan berdampingan, keduanya sama-sama tidak menghiraukan tatapan dari murid-murid lainnya. "Rasa peduli menumbuhkan rasa sayang, yang kemudian bisa membuat orang terlalu... sayang. Hal seperti itu hanya akan menyakitimu kalau kau tidak berhati-hati."
"(Name)-chan?! Apa kau pernah patah hati saat SMP dulu?!" terdengar suara familiar sang Guess Monster, yang entah sejak kapan sudah berada di belakangnya, dengan panik. "Siapa yang berani menyakiti hatimu?! Laki-laki macam apa yang seenaknya menyakiti hati perempuan baik hati seperti (Name)-chan!"
Sang manajer hanya bisa tertawa pelan. "Oh, kukira kau menganggapku sebagai seorang ratu es," candanya sembari merapikan kembali rambutnya. "(Surname) (Name), si gadis dengan tatapan sedingin es."
Tendou mendengus. "Tatapan sedingin es dan berhati es itu berbeda!" katanya. "Lagipula, yang benar adalah (Surname) (Name), seorang gadis dengan tatapan sedingin es! Namun, di dalamnya ia adalah seorang gadis baik hati yang pemalu!" kata middle blocker itu sembari mengangkat lengannya untuk mendramatiskan dialognya.
Kening (Name) memngerut, sebelum dia menggeleng pelan. Dari ujung matanya dia melihat Semi dan Yamagata yang segera berlari mendekat, mengejar sang manajer bersama sang kapten dan Guess Monster. "Pagi!" sapa keduanya bersamaan, diikuti Semi yang mendekati (Name) dengan penuh khawatir dan menunjuk pipinya yang tertutupi salonpas. "Bagiamana keadaan pipimu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Liberosis ⎾Haikyuu!! Fanfiction⏌
FanficLiberosis(n)The desire to care less about things. "Maukah kau pergi kencan denganku?" Semuanya diawali dengan pertanyaan itu, dari seorang pemuda yang kebetulan sering (Name) temui di toko buku favoritnya. (Name) sendiri tidak menyangka kalau hanya...