Hari itu adalah hari pertama tahun ajaran baru. (Name) hanya bisa menghela nafas sembari melihat sekelilingnya—ada yang segera berbicara dengan teman sebangku mereka, yang pastinya juga wajah yang mereka kenal dari SMP, ada yang segera memperkenalkan diri dengan kelompok lainnya, dan ada juga yang tetap diam di meja mereka seperti (Name) saat ini.
Tahun ajaran baru aru saja dimulai, dan (Name) sudah merasa sangat lelah, melebihi saat dia berlali mengelilingi lapangan baseball lima kali dulu. Sembari menghela nafas panjang, (Name) mengeluarkan buku bacaannya dan mengabaikan sekelilingnya yang asik berbicara dengan satu sama lain—yang setidaknya seperempat berisi orang-orang yang menyombongkan beasiswa atau kemampuan mereka.
'Hebatnya sekolah ini, sudah membuatku lelah dalam kurun waktu kurang dari satu jam,' (Name) bertepuk tangan dalam hatinya. Matanya masih terfokus pada buku bacaannya, sebelum ia mendengar decitan kursi dengan lantai dari sebelahnya. Perlahan dia melirik ke kirinya, sebelum mendapati seorang siswa dengan rambut cokelat muda duduk di sana.
(Name) terdiam, hanya melirik. Dia memperhatikan penampilan siswa itu dengan hati-hati, sebelum terdiam ketika melihat rambutnya. 'Rambut macam apa itu? Apakah tukang pemangkas rambutnya tidak sengaja melakukannya? Bagaimana caranya dia bisa datang dengan poni seperti itu dengan ekspresi sangat tenang?' (Name) kembali mengalihkan perhatiannya menuju bukunya, berharap siswa itu tidak menyadari tatapannya tadi.
Waktu terasa sangat lambat. Hingga (Name) menutup bukunya kembali, kelas masih terbilang ramai—mungkin juga karena ini tahun ajaran baru, semuanya sangat bersemangat bertemu dengan teman barunya. Lagipula mereka berada di akademi elit di prefektur Miyagi, mungkin itu alasan mereka menjadi seperti ini.
"Aku tidak mengerti mereka," gumam (Name) pelan, tanpa sadar sedikit keras sampai siswa di sebelahnya mendengarnya. "Kenapa bersemangat sekali? Aku lelah sendiri memperhatikan mereka. Aku tidak ingin berada di sini."
"Kalau kau tidak ingin berada di sini, kenapa masuk ke Shiratorizawa?" (Name) melirik kirinya, terkejut ketika mendapati siswa berponi asimetris itu baru saja mengajaknya berbicara. "Kalau kau tidak ingin di sini, kau pasti sudah berada di sekolah lain bukan?"
(Name) mengerutkan keningnya. "Aku berharap bisa berada di tempat lain sekarang, sungguh," katanya. "Tapi bagaimana lagi. Ayahku mengajakku pulang ke Miyagi," dia menambahkan sembari menatapi sampul bukunya. "...Kau tidak akan bisa mendapatkan banyak teman kalau nada bicaramu seperti itu," dia menambahkan. "Ketus dan sinis. Kau mudah marah ya?" tebaknya.
Siswa itu ikut mengerutkan keningnya. "Jangan seenaknya menilaiku begitu," desisnya. "Seharusnya kau juga lihat seperti apa dirimu. Tidak bersemangat, berantakan, dan menilai orang seenaknya saja. Jangan-jangan kau terlalu sombong karena berasal dari SMP Shiratorizawa, ha?"
Sesaat gadis itu hanya terdiam, sebelum ia menghela nafas. "Maaf saja, tapi aku bukan berasal dari SMP Shiratorizawa," kata (Name). "Dan lihat, kau sudah membalas penuh emosi seperti itu. Sepertinya aku bisa menebak sedikit tentangmu. Dari kalimat yang kau ucapkan, kau juga bukan dari SMP Shiratorizawa, bukan?"
Dia mendengus kesal, sebelum mengalihkan perhatiannya. "Kalau bukan kenapa?" tanyanya. "Dan berhentilah menebak-nebak seperti itu. Memangnya kau peramal atau apa? Bodoh sekali," dengusnya kesal sembari bersandar pada tempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liberosis ⎾Haikyuu!! Fanfiction⏌
Hayran KurguLiberosis(n)The desire to care less about things. "Maukah kau pergi kencan denganku?" Semuanya diawali dengan pertanyaan itu, dari seorang pemuda yang kebetulan sering (Name) temui di toko buku favoritnya. (Name) sendiri tidak menyangka kalau hanya...