SEHABIS HUJAN

18 0 0
                                        

Hujan turun sejak sore tadi. Membasahi setiap sudut kota ini. Kini hanya meninggalkan jejak basah di jalan-jalan yang ku lewati. Pernah ada cerita yang tercipta. Dijalan yang sama, di jalur yang sama. Cerita yang pada akhirnya tak punya arti apa-apa. Sudahlah ini rumit. Lupakan saja. . .

Gang menuju tempat tinggalku (Bording House) ada di ujung sana. Dari pertigaan masih lurus saja. Nanti silahkan ambil kiri dan tepatnya ada di paling ujung gang itu. Kau pasti akan menemukannya disana. Menghadap ke arah terbenamnya surya. Dengan pintu coklat dan jendela kaca-kaca.

Aku merogoh tas dan mencari sesuatu. Yahh, kunci pintu. Setelah membukanya, aku memasuki bangunan itu dan kembali menutupnya dengan segera. Lantas pergi kedapur dan menyalakan kompor untuk memasak air. Aku kembali ke ruang tamu dan menyalakan televisi. Entahlah apa yang sebenarnya ingin ku tonton. Setidaknya aku sedikit terhibur dengan tayangan yang menurutku monoton.

Beberapa saat kemudian, aku terduduk di sofa berwarna hijau ditemani secangkir teh tarik kesukaanku. Anganku masih saja melayang jauh. Tiba-tiba saja aku kembali bertemu dengan ingatan beberapa waktu lalu. Rasanya rindu, berada di ruangan yang sama, di sofa yang sama. Memecahkan tawa dan bahagia yang tiada terkira. Pernah. Yah, hanya sekedar pernah.

Begitupun masih ditempat yang sama. Di ruangan yang sama aku sering menghidangkan makanan yang ku masak sendiri untuk makan pagi, atau mungkin hanya sekedar keisengan untuk menemani menonton televisi di malam hari. Atau bahkan mungkin hanya sekedar untuk duduk bersama, bersendau-gurau menepis keheningan yang ada.

Masih di ruangan yang sama. Di tempat duduk yang sama. Aku pernah menyuguhkan secangkir teh manis untuk seseorang yang aku tau ia tak menyukai kopi. Menyodorkan sepiring nasi goreng untuknya makan malam, sebab aku tau Ia pun pasti belum makan. Tak lupa segelas air putih telah tersedia di meja. Salahnya hanya saja aku tak tau sebelumnya, bahwa ternyata rasa nasi gorengku terlalu pedas menurutnya.

Di ruangan yang sama. Kami mendengarkan sesuatu dari telepon genggamnya dengan ear phone yang sama. Tak ada duka hanya suka yang ada disana. Dengan sisa-sisa tetesan hujan di luar aku kembali teringat sebuah senyum yang pernah mengembang di bibirnya. Bahwasannya esok hari dan lusa kami akan sama-sama menempuh perjalanan, dan akulah seseorang yang paling bahagia.

Aku mendapati teh tarikku di meja telah berubah dingin. Anganku yang hangat pun hilang tertiup angin. Untuk terakhir kalinya aku kembali mengaduk teh tarikku. Dan segala yang terkenang pun turut larut dalam cangkirku.

Pwt, 9 Nov 2018

Konspirasi RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang