Di detik tak bergarak, ada yang ingin berlama-lama pada satu nama menjalin asmara dengan ikatan yang entah bagimana akhirnya. Karena cinta yang datang hanya dari satu sisi saja.
Khayalnya menari-nari di setiap malam, berargumen untuk tetap bertahan pada balasan "ya, dan yaudah" berbulan-bulan jalannya untuk meluluhkan.
Tak ada yang percuma dari setiap usaha, karena jalannya menemui titik yang dinanti. Ada yang datang dengan perubahan 180° dari balasan pesan singkat itu, dia mulai membacanya lalu menikmati senyum kecil kali pertamanya. Tak lagi tercengang, tak lagi menggaruk kepala, tak lagi bertanya-tanya kenapa, hanya mengalir dengan tawa.
"Yaudah besok aku tunggu di jam 7" pesan masuk diponsel, kembali berbahagia. Akhirnya pakaian terbaik, wangi terbaik, dan kata yang hangat akan mengiringi kencan kali pertamanya.
Melintas dipukul 7, jalanan menjadi saksi rasa bahagianya. Seraya purnama menyapa dipukul 7 mengehentikan langkah lajunya menuju bangku tepat dibawah lampion kuning itu.
Kepalanya tersandar pada bahu yang begitu lapang, menceritakan keretakan sebuah hubungan. Baru ditemukan rasa kepedulian, namun hilang terurai.
Seorang pria itu datang menghampiri sepasang insan yang tengah bersandar, merajuk dengan beribu penjelasan, maaf disajikan. Wanitanya kini beralih haluan, ia terjerat dalam sebuah pelukan dan mengiyakan sebuah kesalahan dipeluk mesra di depannya. Matanya tak memejam ia menyaksikan wanita yang baru bersandar dibahunya kini dicumbu mesra dengan prianya. Rasa bahagianya hilang, cemburu mulai menguat pada daya yang tak kuasa, meninggalkan mereka dan melaju sekencang-kencang nya.
Sadar untuk tidak sadar..
Dalam senyap dia mulai mengubur semua angannya. Membungkus cintanya pada orang yang salah, menaruh derita dijenjang waktu panjang.Kini aku sadar bahwa kau sama seperti senja, datangnya selalu ku nanti dengan indahnya. Tapi senja adalah penipu dia hadir kemudian menghilang setelah ku lahap semua angan diketinggian.
Kini aku sadar bahwa kau sama seperti hujan. Aku dibuat jatuh berkali-kali dengan air mataku sendiri, yang rela menantimu berpuluh-puluh hari. Namun tetap kau melukai.