Mantan

79 14 3
                                    

Saat ini,  aku sedang duduk di tempat duduk yang menjadi kenangan kita dulu,  menjadi kenangan yang bahkan belum bisa di bilang kenangan. 
Reranting pohon berbunyi-bunyi di tiup angin,  menghempaskan rambut mu yang sedang lewat di hadapanku bersama wanita lain.  Ku lirik sekilas,  bibir mu yang begitu tersenyum tulus kepadanya, bahkan senyum itu tak pernah kau berikan kepadaku.

Dengan berat hati,  aku pun berpura-pura,  untuk menyakitimu,  bersama pria yang tetap berusaha mendekatiku, pria yang paling ku benci,  pria yang sejujurnya sangat kasar, dan kurang ajar kepada siapa saja,  tapi ini demi menyakitimu juga!

Takkk!

Mataku membulat kaget, pundakku bergidik ngeri, lirikan ku kepadamu tadi,  berbalik kepada pria di depanku,  menatap tangannya yang malah memegang pundakku tanpa minta izin. 

Nafasku terasa sesak,  karena emosi kepada pria yang tersenyum tipis dengan penuh 1000 makna. "Sejujurnya tubuhmu menggoda dari dulu." lanjutnya santai,  membuatku semakin sesak nafas tak percaya dengan ucapan yang baru saja ia lontarkan.

Tanganku segera melayang ke arah pipi itu,  menepisnya hingga berbalik ke kiri wajahnya.

"Kau! Gila!" pekikku, langsung berdiri. 

Belum juga aku menjauh,  tangan kekarnya menahan ku pergi, berusaha menarikku tapi ku tahan badanku agar tidak tertarik,  ku berbalik kepadanya tanpa rasa takut. 

"Ihhhhh!" Aku menendeng-nendangnya, mulai mengamuk,  merasa khawatir melihat wilayah sepi ini. 

Buuukkkk! Pukulan keras menghantamnya,  menghempas badannya hingga tersungkur kebelakang,  bibirnya langsung di aliri darah segar yang terus menetes. 

Ku tatap pria yang mengepal kuat tangannya, ternyata itu dirimu, dirimu yang selalu memasang wajah dingin dan sekarang kau pun menatap dingin pria itu. 

"Beraninya kau!" kau berteriak kencang,  begitu emosi kepadanya, padahal kau adalah orang yang sangat bersabar,  apa memang aku yang merubah mu menjadi tidak sabaran? Atau aku yang membuatmu bersabar?

Ku tatap wajah dinginmu,  yang perlahan mendekat ke arahku,  setelah membuat pria tadi berlari terbirit-birit, jantungku berdebar kuat rasanya, suara hentakan kakimu membuat darahku tak bisa mengalir di tangan mungilku. 

Ku gigit kecil bibirku,  bodohnya aku! Pasti sudah ketahuan diriku yang hanya berekting!
Aku tertunduk kecil,  dan sekali lagi malu pada diriku, pertama-tama aku menyesal karena dengan tidak dewasanya aku selalu berucap kata putus kepadamu,  image ku juga selalu tinggi,  dan kali ini aku ketahuan! Aku ini membuatmu berubah bukan? Pantas saja kau memutuskan ku.

"Maafkan aku, aku terbawa emosi Rika! Sekali lagi jangan tinggalkan aku." aku tertegun kaget,  kakiku berjinjit kecil,  untuk menyeimbangkan pelukan mu kepadaku. 
Rasanya... 
Rasanya....
Hatiku rasanya...
Sedih tetapi....

Aku mendorongnya, lalu menatap wanita dibelakangnya yang menyusulnya, kenapa dia memelukku, sedangkan dia punya pacar baru. 

"Maafkan aku, karena memelukmu." Jelasnya sedih, aku masih menatap wanita dibelakangnya yang terlihat bingung.

"Ya, maksih bantuanmu, kau sebaiknya kembali kepada pacarmu." Jelasku menatapnya sedih, lalu memutar badanku. 

Ah, Sial... 

Aku mau menangis, pelukan yang begitu kurindukan juga, tapi berani-beraninya dia memeluk wanita lain didepan pacarnya. 

Kenapa? Kenapa aku menitihkan air mata? Aku tidak apa-apa.

Aku segera menghapus air mataku ini, terus melangkah, tapi jalan menjadi begitu rabun karena tertutupi air mataku.

"Akh!" Aku terkejut kaget, saat tanganku tertarik membuatku berbalik kebelakang, menatap siapa yang menarikku.

Aku menatap pria itu, ia menatap sedih pada mataku yang sedang berlinang air mata. Memperlihatkan diriku yang menyedihkan ini kehilangannya, membuatku semakin sesak, nafasku semakin berat. 

"Dia bukan pacarku." Ucapnya, yang membuatku bingung, lebih tepatnya aku tidak bisa mencerna kata-katanya. 

"Hmm?" Tanyaku bingung.

"Dia bukan pacarku." Jelasnya lagi, lalu melepas tanganku. 

Tangan besar dan kekarnya itu, lalu menghampus air mataku pelan, menyentuh kulitku lembut, aku benar-benar merindukannya, sifat hangatnya, tangan hangatnya. 

"Aku tidak bisa tanpamu, aku benar-benar tidak bisa jauh tanpamu, aku begitu merindukanmu, aku juga tidak tahan melihatmu bersama pria lain." Pria itu memegang tanganku pelan, "Aku merindukan tangan mungil ini, ucapan jahatmu, semuanya." Jelasnya, nadanya semakin rendah. 

Aku yang mendengar itu terdiam, angin berhembus kencang membuat rambutmu menutupi wajahmu. 

"Aku Minta maaf! AKu tidak ingin putus." Ucapnya lagi, yang membuatku senang, tangan mungilku yang ia gengam langsung kulepas, ku lebarkan kedua tanganku, lalu melompat ketubuhnya yang agak tinggi untuk memeluk lehernya. 

Dia yang terkejut langsung menangkap tubuhku.

"Hwaaaaa! Dasar bodoh! Harusnya aku yang minta maaf, aku selalu saja tidak dewasa begini! Hwaaaa!" tangisku meluap,  seperti anak kecil, aku senang, aku begitu senang. 

Aku menatap wajahnya, yang tersenyum senang, yahhh senyum yang sebenarnya lebih bahagia bersamaku tentunya, bahkan kulihat sedikit air mata menetes dari matanya. 

Aku menempelkan pipiku padanya, begitupun dia yang menyendarkan kepalanya. 

-----------------------

One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang