11...[Worry]

107 12 1
                                    

Meskipun vomment nya dikit tetep w belain UP. Why? Soalnya author hargain yg setia komen n nunggu UP nya story ini. Happy reading!!

''''
Dan disinilah aku sekarang. Menemani Harry terapi. Kali ini kami tidak melakukannya di kamar, tapi di halaman belakang, tepatnya dikolam renang. Tidak. Bukan dikolamnya tapi di tepi.

Aku lebih seperti asisten pribadi Harry, bukan sebagai dokternya. Lihatlah cara dia memperlakukanku. Dia memintaku membuatkan minum, memijat bahunya, mengambilkan bukunya, mendengarkan dia bercerita, bahkan dia juga memintaku mengipasinya.

"Harry. Sudah cukup!". Aku melempar kipas itu di meja. Membuatnya melepas kacamata hitamnya yang bergaya seperti sedang berjemur dipantai saja.

"Hey, kenapa?".

"Kenapa? Kamu masih bertanya? Kamu melarangku ke hospital hanya untuk melayanimu begitu? Aku dokter Harry aku bukan pelayanmu astaga.". Sentakku.

"Oh jadi ini sifat aslimu? Sangat kasar dan....garang?".

"Apa maksudmu?". Aku melipat tangan didada.

"Didepan Johnny kau begitu lembut dan ramah tapi apa barusan? Kau begitu garang dr. Swift.".

"Aku tak peduli. Kau sungguh menyebalkan. Jika kau tak berniat serius dengan terapimu kali ini lebih baik aku bekerja saja.".

"Bekerja? Huh yang benar saja. Kau pasti ingin berpacaran dengan dokter tua itu bukan?". Aku menaikkan alisku. Apa? Dokter tua dia bilang? Siapa? Mr. John? Impossible. Calvin? Tapi darimana Harry tau tentangnya?

"Dokter tua siapa?".

"Bukan siapa siapa. Lakukan!".

"Lakukan apa? Kau belum menjawabku Harry!".

"Jangan buang waktu cepat lakukan tugasmu sebelum aku berubah pikiran!".

Eerrgg dia benar benar menguras habis kesabaranku.

Hampir dua jam berlalu dan kini kami tengah beristirahat. Tidak biasanya Harry sesemangat ini dalam melakukan terapi. Aku tidak tau apa motivasinya tapi sudahlah itu bukan masalah, yang penting ini adalah kabar baik. Kemajuan juga untuknya.

Aku meminum habis lemon squash milikku. Hari ini terasa begitu gerah. Tentu saja, kami berada diruang terbuka dan terpapar matahari secara langsung. Kulirik Harry sekilas yang tengah mencoba menggerakkan jari kakinya. Dia masih belum menyerah. Aku tersenyum melihatnya.

"Kau sudah gila?".

"Huh apa? Ya? Kau bilang apa tadi?". Ujarku gelagapan.

"Kau tersenyum sendiri. Kau masih sehat? Apa ada gangguan dijiwamu?". Aku mengerucutkan bibirku. Dia selalu saja bisa membuatku badmood. Memperlakukanku seperti pelayan lah, mengumpatiku lah, membentakku lah, bahkan sekarang mengataiku gila.

"Terserah kau saja.". Balasku malas.

Untuk sesaat kami terdiam dan suasana menjadi canggung. Aku menatap kearah kolam melihat air kolam yang tenang. Sekelibatan ingatan masa lalu tiba tiba muncul di otakku.

"Harry,.". Aku memecah keheningan. Dia tak menjawab tapi menoleh kearahku. Oh itu lebih baik daripada ia mengacuhkanku. "Bagaimana perasaanmu ketika orang yang kau cintai pergi meninggalkanmu begitu saja?".

Bodoh. Kau bodoh Tay. Untuk apa menanyakan hal itu. Lihatlah tangan Harry yang sudah mengepal itu. Dan astaga rahangnya juga mengeras seketika. Mampuslah aku.

"M..maksudku..bukan...bukan untuk...oh ya Tuhan. Aku tau rasanya pasti sangat menyakitkan. Aku bahkan enggan untuk mencintai lagi setelah merasakan sakitnya dihianati dan astaga aku...mengapa aku membahas masalah ini dan lihatlah aku sangat cengeng. ".

Aku menyeka air mataku yang dengan mudahnya lolos begitu mengingat Jonas. Oh pria brengsek itu, aku bahkan menyesal sudah menyebut kan namanya.

"Maafkan aku, sepertinya aku harus ke toilet.".

Aku hendak pergi tapi tiba tiba Harry mencekal tanganku. Dia mendongak menatapku. Tatapannya tidak setajam tadi. Dan aku bahkan tidak bisa berkedip memandangnya.

Untuk sesaat aku tersadar akan hipnotisnya dan mengedipkan kembali mataku. Alhasil air mata yang sedari tadi ku bendung kembali lolos jatuh bergulir dipipiku.

Tak ingin Harry melihatku yang begitu kacau aku menyeka tangannya dan mencoba pergi. Tapi lagi lagi. Harry menarikku dan kali ini tarikannya begitu kuat hingga aku terjatuh dan terduduk di sampingnya.

"Menangislah jika kau ingin menangis. Aku takkan mengejekmu lagi aku janji.". Aku tidak menyangka Harry akan berkata seperti itu. Ingin ku mengelak tapi aku tak kuasa.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Takkan ada lagi air mata yang terbuang percuma karena pria itu. Tak akan.". Ujarku berbohong. Karena pada kenyatannya aku tengah menahannya dengan sekuat tenaga. Setidaknya tidak di depan Harry.

Ketika Harry tengah lengah aku memanfaatkan ini untuk kabur dan menghindar. Persetan. Aku ingin pergi. Pergi melampiaskan kehancuranku karena kembali mengingat pria sialan itu.

Aku berlari keluar dari rumah mewah Harry menuju mobilku dan entah akan kemana. Yang jelas aku ingin pergi. Menenangkan diri.

Harry Pov

"MONICA!". Sial kemana dia lama sekali.

Aku tidak tau apa yang terjadi dengan Taylor. Dia terlihat begitu kacau begitu membicarakan tentang pria yang...entahlah. Aku asumsikan pria itu adalah mantan kekasihnya.

"Saya tuan?".

"Dimana Tay...maksudku dr. Swift?".

"Saya tidak tau tuan muda. Tapi mobilnya tidak ada.".

"Apa? Kemana dia?".

Aarrgg bodoh. Percuma saja bertanya padanya dia pasti tidak tau dimana Taylor.

Akhirnya ku kerahkan bodyguardku untuk mencari Taylor. Aku tidak tau mengapa aku begitu cemas melihatnya pergi dalam keadaan kacau seperti tadi. Aku tidak tau sejak kapan aku peduli dengannya dan aku bahkan tidak tau mengapa aku segelisah ini menunggu kabar tentangnya.

Oh ayolah Harry berhenti memikirkannya. Berhenti mencemaskannya. Lupakan bayangan wajahnya. Dia bukan siapa siapa dan takkan menjadi apa apa bagimu.

Tidak tidak. Aku takkan bisa tenang sebelum mendapat kabar darinya. Tidak. Sebelum melihatnya pulang. Setidaknya melihatnya marah dan cerewet lebih baik daripada harus melihatnya rapuh seperti tadi.

Astaga. Apa yang ku pikirkan barusan? Apa aku sedang mencemaskannya? Kau gila Harry.

Ting... Ting...

Ada pesan gambar masuk dari bodyguardku. Semoga kabar baik tentang Taylor.

Aku membuka pesannya yang diberi penjelasan 'dr. Swift sedang di cafe bersama seorang wanita, tuan muda.  Apakah aku harus memintanya pulang?'

Taylor sedang bersama seseorang? Wanita? Apa itu temannya? Karena sangat penasaran akupun membukanya dan memperbesar gambar yang dikirimkan padaku. Aku meneliti dengan seksama karena gambarnya yang begitu samar akibat diambil dari jarak yang cukup jauh.
Dan begitu aku memperbesar gambarnya aku sangat terkejut melihat siapa wanita yang sedang bersama dengan Taylor dicafe itu.

Aku memicingkan mataku mencoba meyakinkan bahwa penglihatanku tidak salah. Dan benar, aku yakin aku tidak mungkin salah kali ini. Dan gadis itu adalah..

'Selena?'

STYLE [HAYLOR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang