Seperti siang dan malam, norma sosial dan hukum dapat menggolongkan manusia menjadi dua; goodie and baddie. Dan seperti anjing yang menggonggong dari dalam pagar terhadap pejalan yang melintas, orang-orang hobi sekali memberikan beraneka-ragam feedback perihal kehidupan orang lain semata-mata untuk membubuhkan cap goodie and baddie di setiap individu.
Mungkin sekarang kalian menganggap aku hipokrit karena aku sedang mengomentari kehidupan orang lain yang sedang sibuk mengomentari kehidupan orang lainnya. Tapi ada satu hal yang tidak kalian ketahui; tidak seperti anjing yang menyalak nyaring, aku mengomentari dalam diam, di sudut gelap ruangan, di dalam kepalaku.
But really. Monolog diatas sebenarnya tidak ada sangkut pautnya dengan keadaanku sekarang.
Aku sedang men-scroll salah satu situs online cerita fiksi dan terheran-heran mengapa dari seluruh variasi tema cerita bagus yang ada, yang memegang tampuk rating paling tinggi adalah tema badboy. Ada hubungan apa ini antara manusia dengan instinct primal berupa pasangan, kecemasan, dan adrenaline?
Kelas hanya berisi sedikit orang di Major yang kupilih; Electrical Engineering. Dosen berhalangan hadir tapi masih ada kelas di jam selanjutnya maka sebagian besar mahasiswa tidak berniat angkat kaki keluar lingkungan kampus – kebanyakan hanya pergi ke cafetaria atau kantin di gedung utama.
Lagipula, saat ini diluar matahari sedang terik-teriknya. So, para mahasiswa yang tersisa di ruangan bertindak seperti anak muda hedonis modern paling mutakhir – duduk kalem dengan tangan memegang smartphone serta mata melekat erat ke layar. Tidak ada yang berbincang-bincang.
Actually, aku bukan orang yang suka dengan filosofi, but still, kadang-kadang aku bertingkah layaknya seorang filosofis, hanya untuk main-main. Because life is just so boring without playing with anything, or anyone – whatever.
Aku mampu menjabarkan dan membuat list secara detail tentang hubungan aksi-reaksi antara si goodie and si baddie. Aku juga bisa menunjukkan artikel dan korelasi antara human primal instinct terkait ketertarikan dengan badboy, atau secara umum, sesuatu yang berbahaya. But guess what, aku tidak berminat. Dan aku tidak peduli.
Namun aku jenuh sekali dan kupikir aku punya cara paling ampuh untuk mengatasinya.
Jadi aku menyampaikan topik yang sedang melintas dipikiranku ke publik. Memulai perdebatan. Mengharapkan keributan.
Aku berkata lantang, namun tidak cukup keras hingga terdengar keluar ruangan. "Kenapa sih cewe suka banget sama badboy?"
Seluruh penghuni ruangan - yang kebetulan sekali laki-laki semua, menoleh ke arahku, dengan ekspresi bingung khas milik mereka. Aaron adalah orang pertama yang memakan umpanku. Cowo dengan cambang tipis itu mengubah posisi duduknya lalu melipat kedua tangan di depan perutnya yang besar, "Kenapa? Gebetan lu yang sekarang badboy?"
Surya dan Arwan yang duduk di kanan-kiriku langsung cekikikan. Resting bitch face-ku tidak goyah. Aku sok berdiplomasi. "Bukan begitu. Gue mau tau pendapat kalian semua tentang ini dari perspective kalian sebagai cowo."
Aaron berseringai. "Bohong." Tuduhnya.
Arwan masih cekikikan dan menggerak-gerakkan alis ke arah Surya dan Gauri – mengabaikan tatapan tajamku – ikut menimpali. "Lah emang lu lupa apa, Ron. Zenith gak ada niatan buat menjalin hubungan sama cowo."
Dan seperti baru saja diberi aba-aba, Gauri yang beraut kebapakan menatapku lekat, seolah ingin mencari tahu alasan sebenarnya mengapa tiba-tiba aku mengangkat tema tentang cowo siang bolong begini. And fuck. Kenapa aku mengartikan tatapan Gauri sebagai tatapan penuh iba?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadi Ini Untuk Kamu
General FictionCerita absurd dari hidup Zenith Hadi. ----- Ratingnya Mature: diharapkan kebijaksanaan dari para pembaca.