Episode 6

15 2 0
                                    

"Suryaaaa.. Kau pengkhianaaaaat!"

Surya melempar pandangan tajam kepadaku.

"Aku tidak akan memaafkanmuuuu! TIDAK. AKAAAN."

Gauri tidak jadi menyuap sepotong pizza, tangannya terhenti di udara. "Ze, lu kenapa sih?"

"Dia itu kebanyakan baca komik. Cuekin aja," sahut Arwan.

"Bukannya manga?"

"Komik."

"Bedanya apa?"

"Dia baca yang terjemahan."

"AAAAAH."

Apa yang selanjutnya akan terjadi ketika sahabat kalian sendiri mengkhianati kalian? Sahabat yang kalian percaya dengan seluruh jiwa raga hidup mati. Merasa terpuruk seorang diri hanyalah sebuah dampak kecil. Dampak sistemiknya-lah yang paling mengerikan. Umat manusia sudah tidak punya harapan lagi.

"Gue kan gak tau kalo ada orang selain lu disini."

Aku mengacungkan jari telunjuk ke Surya yang masih duduk-duduk santai di sofa bersama yang lain. "Kau! Kau membuat alasan untuk melarikan diri dari kesalahan yang kau perbuat!"

"Zenith gapapa dibiarinin begitu? Gue gak pernah ngeliat dia begini.." Gauri meletakkan kembali potongan pizza yang sebelumnya dipegang ke dalam box. Aku menelan air liur susah payah melihat keju mozarella yang meleleh ke dasar box.

"Lu belum tau aja penderitaan gue yang dari kecil udah ketemu sama dia," sahut Surya. Arwan ikut manggut-manggut. Padahal terakhir kali kuperiksa, aku baru bertemu Arwan saat dibangku kuliah. Duduk di bangku, bersebelahan, secara harfiah.

"Maksud kalian apa?" Caca terdengar seolah tersinggung. Aku menyembunyikan senyum. Sayangi sepupumu maka ia akan jadi pengikut fanatikmu.

"Mba Zeze itu cantik dan baik. Jangan bicara seolah Mba Zeze itu gak waras."

Sialan. Aku tarik lagi yang sebelumnya aku sampaikan.

"Entahlah. Lu masih muda, Ca. Penilaian anak muda seringkali salah." Arwan menasihati layaknya seseorang yang sudah mengalami pahitnya hidup berkeliaran tanpa baju di luar dinding Maria.

Aku menggeram. Aku dan Arwan saling melempar tatapan tajam.

Surya mengusap keningnya. "Sudah sudah. Kita kan kemari bukan buat berantem."

"Apa? Kau tidak sadar kalau kaulah sumber masalahnya?"

Aku diabaikan.

"Okedeh. Karena kalian mau ngobrol, aku sekalian titip Mba Zeze ya. Setelah urusanku selesai aku kesini lagi."

Caca menghampiri, memelukku. Berucap maaf, terima kasih, serta sampai jumpa dia akan segera datang kembali terdengar lebay seperti dialog sinetron sore di televisi. Meski begitu aku tetap menepuk-nepuk pundaknya.

"Santai, Ca."

"Sip sip."

"Okeh."

Semua orang (selain aku) melambaikan tangan kepada Caca sampai sepupuku itu menutup pintu ruang rawat.

"Jadi kalian mau ngapain kesini?" Tanyaku.

"Lah udah sembuh lu?"

"Selamat datang di dunia nyata."

Aku mengabaikan Surya dan Arwan. Tidak ada gunanya memberi atensi untuk energi-energi negatif yang bertebaran di lingkungan sekitar.

"Gauri, mari kita berdua bicara secara beradab."

Hadi Ini Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang