♥9 - Bicara

3.3K 440 85
                                    

❝Kenapa fakta selalu terdengar menyakitkan?❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kenapa fakta selalu terdengar menyakitkan?

-Danara Larisa

♥♥♥

Hari ini, Dana akan mengetahui alasan sang kakak mendadak berada di kota ini. Rasa takut itu muncul begitu saja dalam hatinya. Entah kenapa, hati Dana merasa tidak enak. Dana pun tidak tahu kenapa ini terjadi.

Padahal ini yang dia mau. Dina menjelaskan semuanya agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi. Dana jadi tidak mengerti dengan maunya.

"Dan! Lo kenapa sih?"

Dana tersentak, lalu menatap Fara dengan helaan napas pelan. "Kenapa gimana?"

"Lo ngelamun mulu."

Dana menghela napas berat. "Nggak papa kok. Gue ke kelas dulu ya."

Fara memandang kepergian Dana heran. Temannya satu itu tak seperti biasanya.

♥♥♥

Di sela pembelajaran, layar ponsel Dana yang berada di atas meja menyala. Dina mengirimkan SMS kepada Dana. Konsentrasi Dana jadi buyar. Dengan cepat, dia mengambil ponselnya dalam sekali raihan tangan dan membaca SMS dari kakaknya itu.

Kak Dina
Gue udah di belakang kafe

Jam mata kuliah pengantar mikro masih setengah jam lagi selesai. Tetapi mau tidak mau, Dana harus kabur dari mata kuliah ini.

"Dan, lo mau ke mana?" Fara berbisik sampai Dana mendelik tajam sekaligus memberi kode kepada temannya itu untuk diam.

Ketika dosen tersebut sedang fokus dengan presentasinya, Dana langsung keluar dari kelas pelan-pelan.

Bagus, Dana! Baru jadi mahasiswa baru sudah berani cabut. Kalau mamanya tahu, pasti dia akan dimarahi.

Langkah demi langkah bertemu dengan Dina membuat Dana risau sekaligus gelisah. Dana juga bingung alasan dirinya menjadi seperti ini. Ini bukan Dana biasanya.

Hari ini Dina akan menjelaskan alasan dirinya di sini. Entah kenapa Dana merasa belum siap untuk mendengarnya.

Tapi, bukankah ini yang Dana mau?

Entahlah. Dana merasa takut, takut kalau alasan itu bisa melukai mamanya. Dana harap, semoga alasan Dina ini benar-benar kuat dan dapat diterima.

Dana menemui Dina, sang kakak di belakang kafe kampus. Terlihat kakaknya itu sedang duduk menunggu di sebuah bangku, di bawah pohon mahoni. Walau ragu, Dana tetap menghampiri.

"Kak." Dana menyapa ketika sudah tiba di hadapan Dina.

Kontan Dina berdiri, lalu bersidekap. "Datang juga lo akhirnya."

"Apa yang mau kakak jelasin?" Dana langsung bertanya tanpa basa-basi.

Sebagai info, Dina, kakaknya tidak suka berbasa-basi dari dulu.

"Mama nelpon lo, kan?"

Dana sedikit terkejut dengan pertanyaan kakaknya. Tak menyangka malah dirinya yang ditanya balik.

"Kok kakak tahu?"

"Apa sih yang nggak gue tahu?!" Dana malah melemparkan pertanyaan lagi dengan nada congak.

"Kak, kenapa sih kakak kayak gini? Kakak boleh marah sama aku, tapi kakak nggak boleh marah sama mama. Mama itu sayang banget sama kakak." Napas Dana tercekat sejenak. Kemudian melanjutkan perkataannya, "bahkan melebihi aku."

Bukannya merasa bersalah, Dina malah tertawa kencang. Sampai membuat Dana menggeleng, tak habis pikir dengan sang kakak.

"Tahu apa kamu, anak kecil? Mama lebih sayang sama kamu!" jawabnya dengan nada mencekam.

Dana menggeleng cepat. "Nggak, mama lebih sayang Kak Dina. Dia nggak pernah marahin kakak," balasnya pelan. Air mata sudah keluar begitu saja dari pelupuk mata Dana.

Kalau berbicara soal mama, pasti Dana akan begitu. Selalu mellow.

Dina mendecak. "Lo mau tahu apa alasan gue kayak gini, kan?"

Dana mengangguk pelan.

"Itu karena gue bukan anak kandungnya!"

Emosi Dina sudah terasah hingga semuanya pun keluar. Bahkan dia mengeluarkan air mata yang ditahannya sedari tadi.

"Apa?" Tenggorokan Dana tercekat.

"Puas kamu?!" Dina membentak sampai Dana harus mundur beberapa langkah.

"Jadi sebenarnya, aku anak tunggal?" Dana bertanya karena masih penasaran.

Bagaimana bisa Dina bukan kakaknya? Apa mamanya salah ngomong?

"Elo punya kakak. Tapi bukan gue," jawabnya akhirnya.

Mata Dana membulat sempurna. "Si-siapa?" tanyanya gugup.

Dana terkejut sekaligus ketakutan sekarang. Ini bukan yang dia harapkan dari mulut Dina. Walaupun Dana dan Dina sering tidak akur, tetapi Dana sayang sekali pada kakaknya itu.

"Kak? Siapa?" Dana sudah tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi.

Dina yang tadinya menatap ke sembarang arah, kini menatap Dana dalam-dalam. Beberapa kali mulutnya terbuka, namun selalu tak jadi. Hingga dia memejamkan mata lalu mengucapkan satu kata yang membuat Dana terduduk di bawah.

"Deano."

Malam ini, kusendiri, tak ada yang menemani🎶🎶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam ini, kusendiri, tak ada yang menemani🎶🎶

JEALOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang