♥10 - Lupakan

3.2K 349 47
                                    

❝Melupakannya adalah satu-satunya hal yang harus aku lakukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Melupakannya adalah satu-satunya hal yang harus aku lakukan.

— Danara Larisa

♥♥♥

Semalaman Dana tak bisa tidur memikirkan perkataan yang dilontarkan Dina. Dana harus pulang kampung dan meminta penjelasan kepada orang tuanya.

Sebenarnya yang membingungkan Dana adalah sikap orang tuanya yang berbeda kepadanya dan Dina. Mamanya sangat sayang pada kakaknya itu. Walaupun papanya jarang berada di rumah karena dinas, tetapi dari kecil juga selalu Dina yang diperhatikan.

Lalu, kenapa pernyataan Dina terkesan tak logis? Bagaimana mungkin?

Kepala Dana seketika pening memikirkan ini semua. Tanpa sadar dia meremas rambut-rambutnya hingga membuat Megan menatapnya heran.

"Kenapa, Dan?"

Dana sedikit kaget ketika melihat Megan menatapku dengan tatapan menyelidik.

"Ada masalah?" tanya Megan lagi.

"Nggak papa, Meg," jawab Dana pelan.

"Ya udah tidur gih. Besok pagi kan ada kelas. Entar telat bangun lagi."

"Iya."

Tak perlu menunggu waktu lama, Megan sudah terlelap tidur. Kadang Dana suka iri dengannya. Hanya dengan memejamkan mata saja, Megan sudah bisa masuk ke alam mimpi.

Ponsel Dana yang sedang di-charger di bawah bergetar. Dana bangkit lalu mengambilnya. Sebuah pesan dari Dina terpampang di layar ponselnya. Dengan ragu, Dana membuka pesan tersebut.

Kak Dina
Jangan pernah kasitau apa yang gue bilang tadi ke mama sama papa

Dana menghembuskan napas panjang. Apa dia harus menyimpan rahasia ini sampai mati? Tapi, kenapa?

Dana juga memerlukan penjelasan dari orang tuanya. Apa Dana salah?

♥♥♥

Saat ini Dana dan Fara sedang berada di kantin. Tadi pagi mereka sama-sama tidak sempat sarapan.

Fara bersendawa tanda selesai menghabiskan sarapannya. Dana hanya menggelengkan kepala sambil menyesap es tehnya. Fara ini benar-benar ajaib. Tak ada jaim-jaimnya. Itu yang Dana suka dari temannya satu itu.

"Eh eh, ada Kak Deano tuh!"

Mendengar perkataan Fara, langsung saja atensi Dana teralih ke arah pandang temannya itu.

"Cieee...."

"Apaan sih, Far." Dana sedikit mencubit pelan temannya, Fara. Malu.

"Kak Deano ngelihatin lo, Dan."

Dana mendelik tajam. "Apaan sih, Far."

Penasaran, Dana melirik ke arah Deano lalu tersenyum. Namun ada satu hal yang membuat Dana sedikit ketakutan. Dina menatapnya seperti ingin memakan Dana bulat-bulat. Secepatnya Dana mengalihkan aktivitasnya dengan meminum es tehnya.

"Hai, guys! Ke kelas yuk."

Dana langsung sumringah. Kayla datang di waktu yang tepat.

"Ayo!" sahut Dana cepat.

Buru-buru dia berdiri dan menjinjing tasnya lalu berjalan meninggalkan Fara dan Kayla di belakang. Kedua temannya itu buru-buru mengejarnya.

"Dan, tunggu dong."

Dana mendengar sahutan demi sahutan mereka di belakang. Namun Dana tidak peduli dan terus mempergegas langkahnya.

Setelah dirasa sudah lumayan jauh, Dana memperlambat langkahnya agar teman-temannya itu dapat mengejarnya.

"Kenapa sih lo, Dan? Santai aja kali, masih banyak waktu juga," cetus Kayla dengan napas ngos-ngosan.

"Iya nih. Kayak dikejar setan ae," celetuk Fara kemudian.

Dana terdiam. Sepertinya sikapnya tadi benar-benar membuat kedua teman sekelasnya itu kebingungan.

"Dana, tunggu!"

Langkah Dana seketika terhenti. Kemudian Dana berbalik badan dan melihat Dina berjalan menghampirinya. Tubuh Dana mematung. Setiap langkah perempuan itu, menciptakan aura mencekam bagi Dana. Dana pun tidak mengerti kenapa aura Dina menjadi semenegangkan ini.

"Iya Kak, ada apa?" Dana mencoba untuk terlihat santai ketika Dina sudah berada di hadapannya.

Dina tetap diam dan seperti memberi kode untuk berbicara berdua. Dan memandang Fara dan Kayla satu per satu.

"Far, Kay, aku mau ngomong sama Kak Dina berdua. Kalian masuk ke kelas duluan aja ya."

Mereka awalnya menatap Dana bingung. Langsung saja Dana memberikan kode dengan wajah memelas. Selanjutnya respon mereka mengangguk pertanda mengerti. Dana lega. Kemudian atensi Dana teralih ke Dina.

"Ada apa, Kak?" Kembali Dana bertanya.

Ekspresi Dina sangat dingin sekali kepada Dana. Walaupun begitu, Dana tidak boleh terlihat lemah dan takut.

"Ngapain lagi lo lihatin Deano tadi? Dia sama lo itu saudara kandung. Dan lo nggak boleh ada hubungan apapun dengan dia. Dan gue juga nggak izinin lo deket-deket sama dia."

Napas Dana tercekat. Dana merasa aneh melihat Dina jadi overprotektif begini kepada Deano.

"Maaf, Kak," jawab Dana seraya tertunduk.

Tiba-tiba Dina memegang pundak Dana lalu sedikit mencengkeramnya." Inget ya, Dana. Gue nggak mau lihat lo deket sama Deano lagi."

Bibir Dana hanya bungkam. Menelan saliva saja terasa susah baginya.

"Ngerti nggak lo?!"

"Iya Kak, ngerti," jawab Dana cepat.

"Bagus."

Dana mendongakkan kepalanya dan mendapati Dina sedang tersenyum miring.

"Ya udah pergi sana! Empet gue lihat muka lo."

Tanpa berkata apapun lagi, Dana langsung berlari meninggalkan Dana. Sembari berlari, sembari dia menangis. Hati Dana rasanya retak lalu berderai penuh dengan kepingan-kepingan.

Kenapa Dana harus selemah ini?

Dana memutuskan untuk cabut di jam mata kuliah kali ini. Biar sajalah, sekali-kali cabut tidak masalah, pikirnya. Lagipula rasanya kepala Dana tak sanggup untuk menerima pelajaran hari ini.

Dana berbaring di bangku panjang di taman kampusnya sambil menatap ke arah cakrawala langit dengan awan-awan columbus yang menjadi pelengkap keindahan semesta.

"Kenapa? Aku pikir pertemuanku dengannya adalah sebuah takdir. Tetapi kenapa takdir yang diputuskan adalah takdir buruk? Kenapa, Semesta?"

 Tetapi kenapa takdir yang diputuskan adalah takdir buruk? Kenapa, Semesta?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mau jelasin part 1-10 tentang Dana. Dan nanti part 11-20 tentang Deano. Penasaran?

Btw baca ceritaku juga dong yang Introvert Secret di akun pribadiku ranikaruslima

Thankies!😻

JEALOUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang