Matahari pagi itu, sama cerahnya dengan senyuman Haechan. Ia melirik tangannya yang digenggam dengan begitu erat oleh Mark. Perasaan bahagia yang sama yang selalu dirasakannya selama tiga bulan terkahir. Tepat setelah kedua orangtua mereka memutuskan kalau mereka harus bertunangan. Sejak itu, mereka menjalani hari-hari yang baik bersama.
"Sudah sampai," ucapan Mark mengembalikan Haechan dari lamunan. Ia membalas ucapan tunangannya itu dengan satu senyuman tulus. "Terima kasih sudah mengantarku," balasnya.
Mark tersenyum dan melepaskan genggamannya pada Haechan. Memindahkan tangannya menuju kepala pemuda manis itu, lalu mengusak surainya pelan. "Jangan lupa menemuiku di kantin, nanti siang. Aku tidak sabar mencoba bekal makan siang buatanmu," katanya.
Haechan merona malu, teringat dengan janjinya untuk membawakan bekal makan siang untuk kekasihnya itu. Mark bahkan sudah membanggakan diri di hadapan teman-temannya, kalau Haechan akan membuatkannya bekal. Sungguh pasangan yang membuat semua orang iri.
"Jangan terkejut dengan rasanya, ya," kata Haechan.
Mark tersenyum lagi. "Aku pasti akan sangat menikmatinya, nanti," balasnya. Setelah satu kecupan singkat di pipi, dia berlalu meninggalkan Haechan, menuju kelasnya sendiri.
Seperti yang terlihat, Mark dan Haechan begitu bahagia. Pasangan sempurna di mata semua orang.
...
...
...
Lucas tersenyum jenaka melihat raut kesal Renjun. Sakit ditubuhnya karena pukulan bertubi dari kekasih manisnya itu, tak ia rasakan lagi. Wajah menggemaskan Renjun adalah obat untuk rasa sakit apapun.
Ada alasan mengapa di pagi yang cerah ini, wajah Renjun sudah merengut kesal pada kekasih jangkungnya. Pemuda manis itu kesal karena Lucas memaksa untuk menggendongnya dipunggung, padahal Renjun tidak suka diperlakukan seperti itu. Ia risih karena pandangan geli orang-orang padanya.
"Dulu kau selalu senang kalau aku melakukan itu," bela Lucas.
Renjun mendelik. "Sudah bertahun-tahun yang lalu, Lucas. Sekarang aku sudah 20 tahun."
Lucas tertawa kali ini, direngkuhnya tubuh mungil Renjun, membuat pemuda mungil itu kembali memberontak karena malu di perhatikan banyak orang. Bagi Lucas, Renjun tetap sahabat kecilnya yang manis dan tidak ada alasan baginya untuk membuang kebiasaan mereka terdahulu. Lucas akan selalu menikmati kenangan manisnya bersama Renjun.
"Aku akan mentraktirmu es krim nanti siang," bujuk Lucas.
"Tidak mau!" Renjun menggeleng keras.
"Satu box besar, bagaimana?" Lucas belum menyerah.
Renjun memberengut lagi. "Dua box besar," katanya malu-malu.
Lucas tersenyum, lalu mengangguk. Keduanya mulai berjalan beriringan menuju kelas.
...
...
...
Haechan berlari di sepanjang lorong kelas menuju kantin. Omelan panjang Dosen Park membuatnya menghabiskan waktu lebih banyak di kelas. Jadilah Haechan harus berlarian agar tidak lebih terlambat lagi menuju kantin, untuk menemui Mark. Dipeluknya semakin erat kotak bekal itu, saat menaiki tangga. Tapi, ia justru kehilangan keseimbangan di anak tangga paling atas, dan terjatuh.
Mata Haechan terpejam, siap merasakan sakit. Sekilas berharap adegan penyelamatan seperti yang ia lihat di tayangan drama itu ada. Tapi, saat merasakan tubuhnya jatuh telak dengan sakit luar biasa, Haechan tahu kalau drama televisi yang selalu di tontonnya itu tidaklah nyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another
FanfictionMereka adalah segiempat yang terbentuk karena dilema yang sama. . . BoyxBoy!