Lucas buru-buru pergi pagi-pagi sekali, sampai-sampai melupakan sarapannya. Padahal pemuda itu biasanya paling semangat memakan semua menu sarapan yang di buat Renjun. Sayangnya hari ini dia sedang di kejar waktu untuk mengumpulkan tugas dari Profesor Han.
Renjun hanya menggelengkan kepala maklum. Dia beralih memasukkan sandwich yang sudah dibuatnya itu ke dalam kotak bekal untuk diberikan kepada Lucas saat di kampus nanti. Dirinya baru memiliki kelas nanti siang. Tapi, Renjun akan pergi lebih awal untuk menemui kekasihnya dan memberi makan pemuda yang selalu kelaparan itu.
...
...
...
Haechan menatap kotak bekal di hadapannya dengan senyum merekah. Dia sudah memasukkan banyak potongan sandwich yang di pesan oleh Mark kemarin. Dia pikir Mark akan suka kimbab atau sushi, tapi tunangannya itu malah meminta sandwich. Jadilah Haechan harus berselancar di internet untuk menemukan resep paling enak. Dia tidak mau masakannya terasa buruk di lidah Mark.
Lama memandang kotak bekal merah itu, Haechan baru tersadar kalau hari hampir siang. Mark akan menjemputnya sebentar lagi. Mereka sama-sama memiliki kelas pagi hari ini. Tebakannya benar. Tepat ketika ia membuka pintu depan, Mark baru saja bersiap untuk mengetuk pintu.
"Oh? Kau sudah siap?" tanya Mark.
Haechan tersenyum cerah. "Ayo berangkat," katanya sambil mengamit lengan Mark. Berjalan bersama menuju mobil tunangannya itu.
...
...
...
Lucas memegangi perutnya. Dia lapar sekali karena melewatkan sarapan pagi tadi. Profesor Han benar-benar kejam. Hanya terlambat tigapuluh detik saja, dia harus menulis satu lembar permintaan maaf.
Lucas mengecek ponselnya. Renjun sedang menunggunya di kantin untuk memberikan makanan. Senyumnya langsung merekah seketika. Akhirnya penderitaannya akan segera berakhir. Dia bisa mengisi perutnya. Sungguh, Renjun benar-benar kekasih yang pengertian.
Setengah berlari, Lucas mengejar pintu lift yang hampir tertutup. Ia berteriak pada seseorang di dalam sana, meminta agar menahan pintu untuknya. "Terima kasih," Lucas masuk dan terkejut mendapati seorang pemuda yang berada di dalam lift bersamanya. "Kau?"
Senyum pemuda di depannya merekah. "Kau 'kan yang menolongku kemarin," ucapan pemuda di depannya kelewat semangat. Lucas langsung merasa agak pusing. Tapi ia tetap tersenyum kepada pemuda itu. "Bagaimana kakimu?" tanyanya.
"Sudah lebih baik. Terima kasih sudah menolongku waktu itu ya."
Lucas mengangguk. Sebelah tangannya kembali memegangi perutnya yang sakit.
"Kau kenapa?" pemuda di sampingnya bertanya cemas.
Lucas juga merasakan kepalanya pusing. Baru ia ingat, selain tidak sarapan pagi tadi, ia juga melewatkan makan malam karena mengerjakan tugas Profesor Han. "Tidak apa-apa," katanya, menjawab tanya pemuda itu. "Aku hanya kelaparan karena belum makan sejak semalam." satu kekehan mengakhiri kalimatnya.
"Ya ampun!" pemuda disampingnya memekik heboh. Bertepatan dengan itu, pintu lift terbuka di lantai tiga. "Ini." pemuda itu menyodorkan kotak bekal ke hadapan Lucas.
Kening Lucas mengerut. "Apa ini?" tanyanya.
"Makanan, untukmu," jawab pemuda itu. Lucas masih berdiri kaku menatap kotak bekal berwarna kuning itu. Otaknya masih menimbang kalimat yang tepat untuk menolaknya, karena ia tahu kalau Renjun sedang menunggunya dan membawakan makanan untuknya. Namun, pemuda di depannya sepertinya lebih sigap. Ia menarik Lucas keluar dari lift dan mendudukannya di kursi terdekat. "Aku akan menyuapimu, kau masih sangat lemas," katanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another
FanfictionMereka adalah segiempat yang terbentuk karena dilema yang sama. . . BoyxBoy!