Tempat Berlabuh

11 0 0
                                    

Suara dering ponsel membangunkanku saat pagi yang dingin, suara tetes hujan yang masih menyisakan gerimis terdengar, hujan itu turun sejak pukul 02.00 WIB dan saat itu aku masih terjaga, dengan malas ku angkat ponselku.

"Halo"

"Nafa!! Gue ada kabar baik nih buat lo"

"Apaan? DM lo dibales sama Park Seo Joon?"

"Ih bukan, jadi gue beneran dichat sama kak Adi"

"Ohh...", Responku singkat

"Kok gitu doang.. ih Nafa pokoknya nanti gue bakalan traktir lo di kantin sekolah, sepuas lo, okay?"

"Iya Sasa, kalua masalah traktiran gue gak bakal nolak, thank you"

"Okay, lo udah mandi belum sih?"

"Belum, masih di kasur gue, mau tidur lagi ini dingin banget "

"Heh, udah jam berapa ini? Sekolah woy"

"Iyaa.. lima menit, udah ya", ku akhiri panggilan telepon tanpa aba-aba.

Suara cempreng Sasa berhasil membuatku tidak bisa menikmati tidurku lagi walau hanya lima menit, alhasil aku langsung ke kamar mandi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Beruntung saat aku berangkat ke sekolah, hujan sudah reda, seperti biasa, aku menaiki angkot hingga ke sekolah, tepat pukul 06.55 WIB aku sudah berada di depan gerbang sekolah.

"Pagi neng Nava", sapa Pak Antok, penjaga sekolah SMAN 45 Garuda, ku lihat wajah sayunya yang tersenyum padaku, tak lupa tangan yang menggenggam sapu lidi.

"Pagi pak", sapaku kembali sambil tersenyum, "Saya langsung masuk kelas ya pak, hampir bel"

"Iya neng, biasanya berangkat lebih awal jadi bisa ngobrol dulu sama bapak"

"Tadi kesiangan pak, mari", Pak Antok membalas dengan tersenyum, terkadang aku menyerahkan bekal makan siang untuk Pak Antok karena istrinya tidak sempat masak di pagi hari, istri Pak Antok bekerja sebagai pedagang di pasar buta, Ibu Ningrum, itulah Namanya yang ku dengar dari cerita Pak Antok.

Aku berjalan meninggalkan Pak Antok, melangkah menuju kelasku XI MIA 2. Saat di Lorong aku melihat seseorang berjalan ke arahku dengan kaca mata dan tangannya yang membawa tumpukan buku, ia berjalan begitu saja tanpa menyapa, sekilas aku melihat badge namanya tertulis Arya Prasetya. Saat di depan kelas XI IIS 4 langkahku terhenti Ketika seseorang menghentikanku dan memegang tanganku.

"Aku perlu ngomong sama kamu", ucapnya

"Mau apa lagi?"

"Aku bakal jelasin semuanya ke kamu, nanti pulang sekolah kamu ada waktu?"

"Jelasin apa?, berhenti buat nyoba ngejelasin hal yang udah jelas, gue udah muak sama lo, kita udah gak punya hubungan apa-apa lagi, dan lepasin tangan gue Ryan!", aku membentaknya dan menepis tangan Ryan, seseorang yang pernah mengisi hari-hari indahku, namun aku sudah memutuskan hubungan satu minggu yang lalu, ia terlalu posesif, egois dan terakhir kali aku melihatnya jalan sama cewek lain. Aku berjalan lurus meninggalkan Ryan tanpa menghiraukan panggilannya.

Sampai di kelas, aku menghampiri Sasa.

"Masih pagi woy, wajah udah ditekuk, lupa nyetrika?, senyum dong, kayak gue nih, cantik", ucap Sasa sambil menunjukkan giginya, tak lupa di kepalanya selalu ada bandana, katanya biar gak pusing, makanya kepalanya diikat.

"Apaan sih Sa, males ah", mood-ku belum Kembali, sejak percakapsn singkatku dengan Ryan.

"Kalo gini pasti karena Ryan deh, udahlah lupain", Sasa memang membenci Ryan, melebihi aku, terutama sejak aku dan Sasa melihat Ryan jalan sama cewek lain di mall.

"Iya, gue juga udah berusaha buat nglupain, tapi dia muncul terus, bahkan setelah putus dia jadi makin sering muncul di mimpi gue"

"Gak papa Fa, semua itu butuh proses, Hwaiting!", ucapnya sambil memberikan tanda semangat dari tangannya.

Aku hanya tersenyum meresponnya.

Pelajaran 3 jam tak begitu melelahkan pagi ini, karena aku bertemu dengan mata pelajaran kesukaanku, Matematika, banyak orang yang heran akan hal itu, namun aku justru menyukainya, bagiku Matematika adalah hal yang asik.

Kring!!

Bel tanda istirahat berbunyi, tak terasa pelajaran ini sudah selesai,

"Anak-anak, sekian untuk pertemuan kali ini, jangan lupa tugasnya dikerjakan ya, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh", ucap Bu Rizka mengakhiri pelajaran.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakuh", jawab satu kelas dengan kompak, dilanjut dengan Bu Rizka berlalu meninggalkan kelas.

"Fa, kantin skuy", ajak Sasa

"Gue mau ke toilet dulu deh, lo duluan aja"

"Oke, gue tunggu di kantin ya"

Aku mengacungkan jempol sebagai responku. Aku beranjak menuju ke toilet yang letaknya di samping kelas XI IIS 4. Aku mencuci tangan dan hendak menuju ke kantin, tetapi

"Nafa Vania Amalia Putri", aku mendengar seseorang memanggil namaku dan aku menoleh, Ryan.

"Aku gak tau lagi harus bagaimana buat yakinin kamu kalau aku tulus dan beneran sayang sama kamu, aku akui aku salah meskipun aku gak tau salahku apa, aku minta maaf, aku gak bisa nglepasin kamu gitu aja", ucap Ryan.

Entah apa yang aku pikirkan, aku serasa terhipnotis dengan kalimat Panjang itu, aku serasa luluh.

"Waktu itu, gue lihat lo sama cewek, di mall", jawabku

"Jadi ini masalahnya?, dia bukan siapa-siapa, Cuma teman"

"Serius?", tanyaku

"Iya"

Aku tak bisa berkata lagi, aku memang masih sayang sama Ryan, mungkin aku bisa menerima dia lagi untuk saat ini. Adriyan Mahesa Rizki, cowok popular di sekolah, kapten tim basket, punya tampang di atas rata-rata, tapi bukan itu alasanku jadi pacarnya, kami sudah saling mengenal sejak SMP dan entah dari kapan hubungan kami dimulai, tetapi kami sudah pacaran sejak awal SMA, meski sering berbeda pendapat dan sifatnya yang posesif tetapi cinta tak pernah tau kapan dan dimana tempat berlabuh.

Aku mengangguk, Ryan tersenyum dan berkata "I Love You Nafa".

Aku lupa kalau Sasa menungguku di kantin, aku mencarinya di kantin tapi dia sudah tak ada, aku menuju kelas dan Sasa belum ada di kelas. Aku duduk dan menunggu Sasa masuk ke kelas. 5 menit kemudian, Sasa masuk dan duduk di sampingku, saat ini harusnya jam pelajaran PAI tetapi gurunya sakit dan memberikan tugas.

"Sa", panggilku

"Ya", jawabnya singkat

"Maaf ya soal tadi kalau lo nungguin di kantin"

"Gapapa, tapi tadi makanan lo gue kasih ke adik kelas, lo udah makan?"

"Gue udah minum kok, gak begitu laper juga, lo darimana Sa?"

"Tadi lo kemana emang?"

Aku bingung harus cerita atau tidak mengenai aku dan Ryan, dari awal aku kenal Sasa dia sudah membenci Ryan, Sasa adalah mantan Ryan yang aku pun tak pernah tau kapan mereka pernah pacaran. Meski ia tak suka sama Ryan tetapi ia akan tetap senang kalo melihatku Bahagia meskipun penyebab kesenanganku adalah hal yang tidak ia sukai. Itulah yang pernah Sasa ceritakan padaku. Dan sepertinya lebih baik aku jujur.

"Tadi gue sempet ngobrol sama Ryan, dia udah jelasin semuanya, dan gue bisa nerima itu, gue balikan", ucapku terhenti sejenak, "sama Ryan", sambungku.

"Ooh..", responnya, dan aku sudah menebak itu.

"Sebenernya gue seneng pas tau lo putus sama Ryan, tapi ya keputusannya tetep di elo, yang jelas gue gak mau denger kalau lo patah hati gara-gara itu cowok, yang paling penting lo bahagia", lanjut Sasa

"Thanks", ucapku sambil tersenyum.


Masih TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang