Bacanya jangan senyum-senyum sendiri nanti menimbulkan sesak napas berlebihan😁😁
***
“Aisyah!”Suara Dika terdengar, aku menghentikan langkah kakiku kemudian menoleh ke belakang melihat Dika yang kini menghampiriku. Aku mengeratkan pelukanku pada buku yang kudekap di dadaku, menandakan jika aku menjaga jarak dengannya.
“Kemarin kau ke mana?”
Aku meneguk ludahku kasar. Jawaban apa yang harus kuberikan atas pertanyaan Dika?. Aku gelagapan, menggaruk kepalaku yang tertutup jilbab putih. Kulanjutkan langkah kakiku pelan.
“Kemarin....” aku memang kemarin menghindar dari Dika, aku memilih ke rumah Dewa yang jaraknya hanya empat rumah dari rumahku daripada bertemu dia di rumah. Dika juga kemarin sudah mengirimkanku pesan lewat aplikasi di telepon pintar jadi aku tidak membacanya. Maklum, zaman sekarang semakin canggih saja, pesan yang tidak dibaca penerimanya pun diketahui oleh pengirimnya.
“A-aku... ke-ke rumah teman Mama.” Jawabku gelagapan. Kenapa aku tiba-tiba gugup seperti ini?.
Sebenarnya aku tidak ingin berbohong, hanya saja aku takut kalau Dika malah mengajakku bertemu, kami berdua kan bukan muhrim. Aku dan Dika berjalan di koridor sekolah yang cukup ramai. Saat ini jam istirahat pertama, jam istirahat pertama biasanya kuhabiskan di perpustakaan dan jam istirahat kedua kuhabiskan di kantin untuk makan. Aku seorang yang tidak menyukai keramaian, makanya aku memilih jam istirahat kedua untuk ke kantin yang begitu ramai.
Aku melihat Dewa yang duduk di gazebo depan kelasku, menatap tajam ke arah kami berdua, ah... ralat bukan kami berdua tapi ke arah Dika seorang. Melihat itu... aku jadi teringat perkataan Dewa.
“Aisyah... jangan pernah dekat dengan lelaki lain terutama Dika. Aku tahu Dika itu seperti apa, aku khawatir kau dekat-dekat dengan lelaki lain selai aku.”
Terdengar posessive memang, tapi aku suka mendengarnya. Nada suara Dewa seperti orang yang sedang cemburu.
“Aisyah....”
“Hah?,” aku mengerjapkan mataku. Panggilan dari Dika membuyarkan lamunanku. “Kenapa tadi?”
“Aku bertanya padamu, bagaimana kalau aku keluar dari tim futsal?.”
Aku tahu, Dika hanya mencari-cari topik obrolan yang panjang, bahkan dia juga berbasa-basi tak penting padaku untuk memperlama waktu agar bisa berduaan denganku. Aku selalu menjaga jarak dengannya.
Tak sadar ternyata kami berdua sudah sampai di depan pintu kelasku. Aku menggelengkan kepalaku melihat Farah dan Afni yang duduk di pintu sambil berselfi ria. Dika menyuruh mereka menyingkir sejenak untuk memberiku jalan.
Aku tersenyum, lalu berkata, “Menurutku, kau tidak perlu keluar dari tim futsal, kau sudah terlalu banyak menyumbang piala bersama timmu untuk sekolah.”
Dia tersenyum mendengar perkataanku, kemudian aku pamit masuk kelas. Aku mempercepat langkah kakiku memasuki ruang kelas.
Aku berlari kecil ke bangku Mitha yang kebetulan di dekat jendela, aku menyingkap sedikit gorden jendela, melihat Dika yang kini sudah berjalan ke arah kantin yang memang dekat dengan kelasku. Aku dapat bernapas lega saat kulihat Dika sudah masuk pintu kantin.
“Cie ciee... yang di antar sampai kelas sama Dikaa....”
Aku menoleh ke belakang, menatap tajam ke arah Tia yang tersenyum jail padaku.
“Berisik kau, bilang saja kalau kau cemburu.” Hardikku.
Tia langsung cemberut. Aku tersenyum senang, Tia itu dulu pernah mengejar-ngejar Dika, mereka dulu sempat dekat tapi Dika tiba-tiba pacaran dengan gadis lain. Miris sekali temanku satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa✔️
Teen FictionKupersembahkan ini untukmu Seorang yang kudamba Seorang yang kurindu Tapi tidak merindukan ku Yang kusebut Dewa Amor Ini adalah kisah seorang gadis bernama Aisyah yang mencintai lelaki bernama Dewa. Mencintai tapi tidak dicintai, merindukan tapi tid...