i. "pinjam," kata felix, langsung menyambar ponsel yang dimainkan changbin selagi berjalan menyusuri muka hutan, rambut dan lehernya basah sehabis berenang, "aku mau memasukkan nomorku. boleh, ya?"
ii. siang itu berakhir menyenangkan. perbekalan habis, mereka berjalan-jalan sebentar menyusuri pasar loak yang menjual berbagai barang bekas dengan harga rendah. somi dan nancy tertarik melihat-lihat kendi. felix mendapati changbin memilah piringan hitam lawas, mata berbinar penuh antusias.
iii. felix ikut berjongkok di sebelah changbin, "ingin beli? punya gramofon di rumah?"
"sudah dijual. sekarang pakai CD player. lebih mudah, kata ibuku."
intonasi bicara changbin terdengar acuh tak acuh. tetapi felix tahu, jauh di lubuk hatinya, changbin merindukan gramofon lamanya yang telah dibeli orang. suasana ramai berubah sendu. tatapan felix meredup ketika changbin segera bingkas dari posisinya.
mengapa kita selalu menginginkan sesuatu yang tak akan mampu dimiliki?
iv. ada bara di mata changbin. pemuda itu bersikeras pada pendiriannya, menolak semua apa yang dikatakan felix. mereka masih jauh dari rumah nenek. perlu berjalan beberapa langkah lagi, tetapi changbin segera menghempas tautan tangan mereka.
"tidak usah mengunjungiku malam ini." changbin melipat tangan, entah kedinginan atau hanya mau menunjukkan sikap defensif, "dan mulai sekarang, kita harus berjalan terpisah. k-kalau ada yang melihat, kan, aku tidak tahu harus bilang apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
sunbath
Fiksi Penggemarmusim panas itu sempurna untuk mengurailepaskan rasa. 2018 © kay