TIGA : KEPUTUSAN (Revisi)

40 7 0
                                    

PLAY MUSIC

Sammy simorangkir ~ Tak mampu pergi

***

  SETELAH mendengar cerita miris Angkasa. Merah selalu saja memikirkannya. Ia sekarang berada di ruang makan bersama Mawar dan Alam- papa mama Merah.

Merah hanya diam tanpa ada nafsu menguyah makanan didepannya. Merah hanya mengaduk-aduk nasi yang semakin dingin itu. Dan sekarang ia melamun.

Kejadian disekolah ditambah lagi rumah Angkasa. Membuatnya hanya bisa diam tanpa berbicara layaknya orang bisu. Mama papa merah yang semula dengan semangat menguyah makanan. Karena melihat muka kusut Merah membuat mereka mengerutkan kening.

"Kamu kenapa sayang?" Ucap Mawar-mama Merah.
"E...nggak kok ma. Merah ke kamar dulu ya"

Merah beranjak pergi dari hadapan kedua orang tuanya. Padahal makanan itu belum di makan oleh Merah meski hanya satu suapan saja.

Alam-papa Merah hanya bingung. Kepalanya dipenuhi tanda tanya. Ada apa gerangan dengan putri semata wayangnya.

Didalam sebuah kamar yang memiliki nuansa pink dilengkapi nuansa kuda poni. Merah adalah penggemar berat kuda poni semua bonekanya berbentuk kuda poni dengan macam-macam model. Di rak-rak bukunya terdapat kumpulan novel favotitnya.

Sejak kecil Merah selalu saja mengoleksi novel-novel itu. Karena kelak Merah ingin menjadi seorang penulis. Ia ingin memiliki buku dengan namanya sendiri. Cita-cita itu sampai saat ini masih di dukung oleh kedua orang tuanya.

Karena Alam dan Mawar tidak ingin teralu mengekang Merah. Sehingga Merah sampai saat ini menjadi anak penurut dan tidak sekalipun membantah , tetapi sedikit manja.

Merah merebahkan seluruh tubuhnya di kasur kuda poninya. Disamping tubuh Merah sudah tergeletak benda kecil bermerek iphone. Merah merasakan benda itu mulai bergetar tanda ada panggilan masuk.

Kening Merah berkerut bingung. Karena tak ada nama si penelpon di ponselnya. Hanya tertera nomor telepon yang tidak dikenal.

"Halo assalamualaikum. Ini siapa ya?" Ucap Merah.

Di seberang sana terdengar ada suara riuh yang membuat pendengaran Merah menjadi terganggu.

"Halo? Ini siapa sih?" Merah mulai kesal. Karena penelpon tak menjawab pertanyaannya.

"Tolongin gue Rah"

Suara itu mengingkat Merah pada satu nama.

"Angkasa lo kenapa?"
"Lo cepetan ke rumah gue plis" Rengek Angkasa di sela-sela pembicaraan.

"Kenapa gue harus kesana?"
"Udah cepet kesini! Gue butuh lo!!" Ucap Angkasa penuh gertak.

Sambungan telponenya sudah dimatikan Angkasa sebelum Merah menjawabnya.

Huh! Lagi-lagi Angkasa.

Bibir Merah mayun seketika seperti anak kecil yang ngambek. Merah mengambil sembarang baju. Ia memakai celana jeans lalu dipadukan dengan kaos kuda poni yang dimaksukkan di dalam celana jeansnya.

Bangkit dan LupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang