20 - Hui x Sorry To Myself

371 40 10
                                    

Dear heart, I’m sorry, I’m hurting you again
Why did I do that? Why did I open you to someone like that?


Sedari tadi, aku memencet tombol remote tv. Layar kaca itu pun sedari menampilkan program tv yang tayang yang berpindah-pindah secara konsisten sejalannya jariku.

Bukan, bukannya acara tv itu yang membosankan. Tetapi aku hanya butuh suara saja. Setidaknya tv adalah temanku untuk saat ini.

Pandanganku kosong. Jiwaku seakan melayang ke tempat lain. Sampai akhirnya aku mendengar sebuah bel.

Ting tong

Aku beranjak dan membuka pintu. Muncullah sosok pria yang tak terlalu tinggi dengan mantel abunya.

Dia melesat masuk ke dalam apartemenku. Dengan kedua tangannya menenteng kresek.

"Ini rumah atau kapal pecah sih?" omelnya ketika dia menaruh kresek di atas meja bar dapurku. Dia menggelengkan kepalanya, lalu memungut bungkusan kaleng bir dan bungkusan snack yang ada di lantai.

Tanganku menahan tangannya yang memegang kaleng bir. "Kamu ngapain disini?" tanyaku.

Dia menepis tanganku halus. "Kamu sudah makan belum?" alih-alih menjawab pertanyaanku, dia malah bertanya balik.

"Hui oppa, aku gak memanggilmu untuk kemari. Pulanglah."

Dia mengerutkan sudut bibirnya, tersenyum tapi masam sambil memiringkan kepalanya. "Tuh mata kamu uda kayak mata panda. Pipi kamu udah keliatan tulang. Pasti kamu gak bisa tidur dan belum makan kan?" tebaknya.

Dia melangkah ke tempat sampah dan membuang sampah yang ia pungut barusan. Lalu dia melangkah ke dapur dan mengeluarkan bahan belanjaan dari kresek.

"Beresin dulu tuh ruang tengah sama kamar kamu. Aku mau masak dulu."

"Lee Hwitaek. Hui op-"

"Aku gak menerima bantahan. Cepat lakukan," suruhnya seakan menghardik orang.

Aku menurut dan merapikan serta membersihkan seluruh kekacauan selama beberapa hari terakhir. Pakaian dimana-mana, sampah tisu, hingga barang-barang yang berserakan aku taruh ke tempat semula.

Sembari aku merapikan, aku melihat punggung Hui yang sedang memasak di depan kompor. Punggung itu, selalu membelakangiku ketika aku sedang merasa terpuruk. Contohnya seperti sekarang.

"Hey, kemari. Ayo kita makan," panggilnya.

Aku duduk di depannya. Dia menyodorkan piring berisi omurice.

"Ayo makan, aku buatkan kesukaanmu."

Tanganku menyendok omurice buatannya. Melahapnya dengan susah payah. Namun akhirnya tanpa kusadari, sudut bibirku ternaik ke atas.

Rasa yang tak pernah berubah bahkan bertahun-tahun lamanya. Omurice bikinan Hui tak pernah mengecewakan.

"Ayo kita pergi keluar hari ini," ajaknya sambil melahap makanannya dengan mulut penuhnya.

"Mau kemana?"

"Melihat langit dengan matahari. Daun berwarna merah kecoklatan yang berguguran. Menikmati angin bersemilir. Bagaimana?"

"Tidak ada tempat yang ingin kau tuju?"

"Tidak ada. Aku hanya ingin mengajakmu keluar dari sini. Setidaknya kamu butuh daripada entar jadi zombie."

Aku mengangguk, sambil mengulum senyum.





🐸🐸🐸

Pentagon Imagine FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang