Rumah Singgah [1]

7.2K 743 184
                                    

Chenle merengut kesal sepanjang perjalanan pulang menuju rumahnya. Jemari lentiknya mengetuk kemudi sambil sesekali mengehela napas berat.

"Yang benar saja! Hah!" Desah pemuda itu frustasi. "Kenapa harus aku yang sekelompok dengannya? Dari berpuluh-puluh mahasiswa, kenapa harus aku?"

"Haaaaah Ya Tuhan, menyebalkan!" Chenle melampiaskan kekesalannya dengan menekan klakson mobilnya berkali-kali. Untung saja, kondisi jalanan sore itu cukup lengang. Jika tidak, bisa dipastikan akan ada puluhan pengendara yang akan mengumpat pada pemuda itu.

"Kalau begini, bisa-bisa hanya aku yang mengerjakan tugas! Ya Tuhan aku ingin sekali murka di hadapan dosen tua menyebalkan itu!"

Ckiiiiitttt

Karena tidak fokus memperhatikan jalanan, mobil Chenle hampir saja menabrak pengendara motor, membuat keningnya terantuk setir cukup keras. Untung saja, pemuda itu punya refleks yang cukup baik. Netra sipit pemuda itu mengerjap pelan sebelum akhirnya membulat sempurna.

"HEI!!!" Chenle berteriak sembari menyembulkan kepalanya pada jendela mobil yang sudah ia buka. Namun percuma saja, pengendara motor itu sudah berlalu bahkan tanpa menoleh. "Aish, ini sakit." Gerutunya sembari mengusap keningnya pelan.

"Ya Tuhan apa lagi, ini? Apakah ini azab karena aku baru saja mengumpati Pak Sooman?" Monolognya. Chenle meringis sembari membayangkan kalau-kalau dirinya benar-benar terkena azab.

Chenle turun dari mobilnya untuk mengecek keadaan kendaraan roda empat kesayangannya itu. Sepasang manik kembar pemuda itu memperhatikan dengan teliti bagian depan mobilnya yang hampir saja menabrak.

"A-akh, appo." Kegiatan Chenle terhenti saat mendengar ringisan dari arah sebelah kiri tempat mobilnya berhenti. Dengan perasaan was-was, pemuda berambut ungu itu menghampiri asal suara tersebut.

Chenle membelalak saat mendapati seorang bocah laki-laki yang berusia sekitar sepuluh tahun tengah terduduk sembari memegangi kepala dan lututnya yang terlihat mengeluarkan darah. "Oh my God, kau baik-baik saja?" Chenle menghampiri bocah itu dengan panik.

"S-sakit." Ringis bocah itu.

"Apakah aku menabrakmu? Ya Tuhan, maafkan aku. Aku akan bertanggung jawab!"

"A-ani. Bukan Tuan yang menabrak ku, tapi pengendara motor yang kabur tadi."

"Oh, benar-benar pengguna motor sialan. Ku harap dia terkena azab karena lari dari tanggung jawab!" Chenle mengumpat keras saat mengetahui bahwa yang menabrak bocah malang ini adalah pengguna sepeda motor yang tadi hampir ia tabrak. "Bisa-bisanya dia malah kabur disaat seperti ini---"

"Tuan." Umpatan Chenle terhenti saat bocah laki-laki itu memanggilnya, Chenle hampir saja melupakan kehadiran bocah itu kalau saja bocah itu tidak memanggilnya.

"Aish, maafkan aku. Kajja, luka mu harus diobati. Kita kerumah sakit sekarang." Chenle membantu bocah itu bangkit dan memapahnya menuju mobil.

"Tidak perlu, Tuan. Saya tidak punya uang. Kalau tidak merepotkan, Tuan bisa antar saya kerumah saja." Sahut bocah itu yang kini menatap Chenle ragu.

Chenle mengerjapkan kedua matanya pelan, apakah tampangnya tidak terlihat seperti orang yang bertanggung jawab? "Ya! Kau tidak perlu khawatir mengenai biaya rumah sakit, aku ini orang yang bertanggung jawab, tahu!" Omelnya.

"Dan lagi, aku ini masih mahasiswa, belum menjadi Bapak-bapak. Jangan panggil aku Tuan. Panggil aku Chenle, Chenle-hyung!" Lanjutnya. Bibir pemuda itu mengerucut sebal mendengar panggilan formal bocah yang saat ini ia papah.

"Baiklah, hyung." Bocah lelaki itu menampilkan senyum tulus yang kemudian membuat Chenle ikut memberikan senyum terbaiknya.

"Omong-omong, siapa namamu?"

ᴏᴜʀ ᴘᴀɢᴇ : ᶜʰᵉⁿˢᵘⁿᵍTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang