"Sakit."
"Gue udah bilang, kalau gue gak percaya soal cinta. Bagi gue, di dunia nyata gak ada yang namanya cinta. Cinta itu hanya ada didalam dongeng," -Indah.
•••
Bunda terlihat panik dengan sesekali mengompres keningku dengan sebuah sapu tangan yang dibasahi air. "Kamu si kemarin pake main hujan segala. Jadi gini 'kan?" ucap Bunda dengan nada cemas sambil membenarkan letak kompresannya di dahiku. Aku hanya terkekeh menanggapi Bunda yang terlalu berlebihan, padahal aku cuma demam biasa paling besok juga sembuh.
Tangan kanan Bunda beralih mengambil benda kecil yang terselip di tanganku, biasanya orang memanggil benda itu adalah termometer. Bunda melihat suhu tubuhku dengan diam lalu menaruhnya diatas nakas. "Berapa derajat, Bun?" tanyaku ketika Bunda sedang membereskan kamarku.
"30 derajat. Beruntung masih normal," ucap Bunda sambil merapihkan beberapa buku komik milikku yang tergeletak diatas meja belajar.
"Tuh, kan. Bunda si baru gitu aja langsung khawatir. Kia 'kan udah bilang, kalau Kia baik-baik aja, paling besok juga udah sembuh," ucapku terkekeh geli mengingat bagaimana wajah cemas Bunda semalam sambil memainkan kuku-kuku jariku.
"Bunda kaya gitu karena apa coba?" tanya Bunda yang sekarang beralih menatapku dan membelakangi meja belajarku, tubuhnya sedikit ia sandarkan pada meja belajarku. Aku beralih menatap Bunda lalu menaikkan kedua alisku.
"Kenapa?"
"Ya, karena Bunda sayanglah sama Kia. Kalau Bunda gak peduli nanti Kia pasti mikirnya Bunda gak sayang Kia, iya 'kan?" tanya Bunda tersenyum menatapku. Aku hanya terkekeh sambil mengangguk membenarkan ucapan Bunda barusan.
"Bunda tau aja," ucapku masih dengan kekehan. Bunda berjalan mendekatiku lalu ikut berbaring di sampingku dan memelukku erat.
"Tau dong. Apa si yang Bunda gak tau tentang Kia. Kia 'kan anak Bunda. Jadi, Bunda harus tau apa-apa yang terjadi sama Kia," ucap Bunda masih dengan memelukku. Aku sedikit melonggarkan pelukan Bunda lalu mendongak menatap wajah Bunda.
"Kalau gitu Kia mau cerita," seruku. Bunda nampak mengkerutkan kedua alisnya.
"Cerita apa?"
"Soal temen Kia yang kemarin. Kia belum cerita kan ke Bunda?"
"Oh, iya. Belum," jawab Bunda lalu tersenyum menatapku sambil sesekali memainkan poniku.
"Jadi, kemarin itu Kia kan pergi ke taman...." mulutku terus saja berceloteh tentang ini dan itu yang terjadi antara aku dan Azka kemarin. Bunda terlihat mendengarkan ceritaku dengan baik, sesekali ia terkekeh lalu menggodaku, hm Bunda ini.
Langkah kakiku berhenti perlahan ketika air hujan yang tadi sangat deras berubah menjadi rintik hujan yang sangat kecil. Aku mendongak menatap langit dengan wajah kecewa.
"Yah, hujannya berhenti," lirihku masih menatap langit.
"Udah main hujannya. Lagian lo 'kan bukan anak kecil lagi. Resep banget main hujan si," saut Azka yang berdiri tak jauh disampingku. Aku beralih menatapnya yang sudah basah juga sama seperti aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari aku, untuk kamu
Teen FictionIni adalah cerita tentang Rain dan Angkasanya yang sama-sama kehilangan. Pada awalnya, semua baik-baik saja. Rain dan Angkasa bersahabat baik. Hingga akhirnya, Angkasa pergi dan Rain yang hilang ingatan. Sejak hari itu, semuanya berubah. Rain yang...