BAB-5

130 31 3
                                    

"Meet you!"

{One}

Awal bulan September, 2008

~°°~

Bagaimanapun juga kerinduan adalah penyakit yang obatnya hanya sebuah pertemuan. Jika, alam tak bisa mempertemukan kita, aku bisa apa selain berdoa pada Tuhan untuk menjagamu baik-baik disana.

•••

Tidurku sudah tidak nyaman lagi karena pancaran dari sinar matahari diluar sana. Kuduga, ini pasti Bibi yang membuka gorden. Siapa lagi yang suka membangunkan ku dengan cara tidak manusiawi ini? Huh, mengganggu saja. Bagiku, membangunkan seperti itu bukanlah cara yang baik. Tapi meski begitu si Bibi tetap saja melakukannya, katanya biar aku terbiasa. Kalian mau tau cara manusiawi untuk membangunkan seseorang? Biar ku beri tau, berbagi ilmu itu pahala 'kan? Jadi begini, bagiku membangunkan seseorang tidak harus seperti itu, bisa 'kan membangunkan orang yang sedang tertidur dengan mengatur jam weker orang tersebut? Oh tentu. Bisa juga membangunkan dengan menepuk-nepuk pipi atau kaki dengan pelan 'kan? Oh tentu saja benar. Tapi jika kalian tidak setuju aku tidak ingin pusing.

Aku menggeliat sebentar sebelum akhirnya menguap, "Aduh Bi. Ini masih pagi kenapa udah ngeganggu si?" ucapku dengan nada khas orang bangun tidur dengan mata yang masih menutup. Bibi Tita mulai berjalan kearah tempatku tidur lalu menarik selimut tebal yang membalut tubuh kurusku.

"Ayo, ayo Neng bangun! Bunda sudah nunggu dibawah untuk sarapan bareng." ucap Bi Tita tegas. Baiklah dalam hal ini Bi Tita hebat. Dia sangat tegas melebihi tegasnya Bunda. Setelah menarik selimutku Bi Tita mulai melangkahkan kakinya dengan cepat kesana kemari mengambil barang-barang yang berserakan di kamarku lalu di taruh pada tempat biasanya. Orang tua ini memang tidak pernah kenal dengan kata lelah, dia selalu semangat mengerjakan apapun, itulah yang aku suka dari Bi Tita. Pekerja keras!

"Eummhh, emang sekarang jam berapa si, Bi?" tanyaku dengan mata tertutup namun tubuhku sudah terduduk. Kedua tanganku sibuk menguncir rambut panjang nan tipis milikku.

"Jam setengah 5, Neng. Heheh." ucap Bi Tita diakhiri dengan cengiran membuat kedua mataku yang tadinya terpejam melotot begitu saja, untung gak keluar dari tempatnya.

"Terus tadi?..." ucapku menatap lurus Bi Tita yang menyengir menatapku seraya memamerkan senter yang tadi digunakan menyenter wajahku agar aku mengira itulah cahaya matahari, padahal bukan. Aishh, si Bibi niat banget si? Segera kualihkan tatapanku ke nakas untuk melihat jam wekerku.

Dan betapa kagetnya aku, ternyata benar saat itu masih menunjukkan sekitar pukul setengah 5 dan Bi Tita sudah menyuruhku bangun dengan kebohongannya. Ini nih, satu lagi yang aku maksud membangunkan dengan cara tidak manusiawi.

Aku menggesekkan kakiku kesal beberapa kali dengan wajah ingin menangis menatap Bi Tita, "Iiiii Bibiiiiii, ini masih pagi tapi Bibi udah bohongin aku. Jahat banget si Bi. Bibi gak tau ya aku tuh masih ngantuk ini." rengekku seperti anak tk yang diambil mainannya sambil sesekali melempar bantal yang ada didekatku ke sembarang arah. Bi Tita yang melihatku seperti itu hanya tertawa pelan, menggeleng lalu melanjutkan acara membereskan kamarku seolah tidak pernah merasa bersalah atas tingkahnya.

"Ih, Bibi selalu aja gini! Kia bosen deh lama-lama sama hidup Kia. Kia---"

"Hust, jangan ngawur kalau ngomong! Udah sana cepet ambil wudhu terus sholat, jangan menggerutu aja, ini masih pagi." ucap Bi Tita yang mulai keluar lagi kata tegasnya yang membuatku langsung ciut alias diam. Bi Tita memang sangat takut jika aku membicarakan dengan kejenuhanku akan hidupku, katanya kalau omongan itu harus dijaga karena omongan adalah doa, kalau Allah kabul gimana? Kan Bibi gak mau kehilangan Neng. Untung masihku ingat hingga bisa kutulis disini.

Dari aku, untuk kamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang