Sebuah Pengakuan

6 0 0
                                    

So kiss me and smile for me
Tell me that you'll wait for me
Hold me like you'll never let me go


'Cause I'm leaving on a jet plane
I don't know when I'll be back again
Oh, babe, I hate to go


Lagu itu mengalun merdu malam ini, radio itu terus memutar lagu-lagu romantis fikirku. Mobilnya langit melaju perlahan, sudah pukul setengah 12 malam Tapi kota ini tetap saja ramai. Langit hanya diam sepanjang perjalanan pulang, aku tidak berharap dia bicara. Aku menatapnya sepanjang perjalanan. 

"Kamu kenapa liatin aku terus ?" 

"Haaa, apaan sih. Geer !"

Langit tertawa kecil, dia memegang kepalaku. Dan aku tersenyum karenanya. Kami sudah sampai di Apartment ku. 

"Kamu gak mau mampir  sebentar ? Minum Kopi ? Besok kan libur."

Aku berharap menghabiskan waktu lebih lama dengan sahabatku ini. 

"Hm, Oke boleh !"

Sesampai di aparment Langit langsung berjalan menuju Balkon, seperti dia suka sekali duduk di Balkon itu fikirku. Aku berjalan menuju dapur, membuatkan 2 gelas kopi untuk kami berdua. 

"Nih Kopinya"

Dia tidak menjawab apapun, dia meminum kopinya. Akh sudahlah fikirku. Langit memang selalu seperti itu. 

"Langit, aku mau bicara jujur sama kamu"

"Bicara soal apa ? Soal Sammy ?"

Deg... Jantungku berdebar tiba-tiba mendengar langit menyebutkan nama Sammy. Padahal niatnya aku juga gak mau bicara soal Sammy, aku cuma pengen jujur soal perasaanku pada Langit. 

"Siapa Dia ?"

"Langit, Dia..... Dia.... Dia kekasihku !" 

Aku menundukkan pandanganku, aku sungguh merasa malu menatap wajah Langit. Sungguh aku terlihat seperti perempuan bodoh malam ini. 

"Maaf, aku gak cerita soal ini karena aku fikir...."

"Cukup, aku pulang ya rin" 

Langit berjalan keluar menuju pintu, aku kembali bertanya-tanya. Kenapa dia ? Apa dia marah ? 

"Berhenti Langit !!!, Kenapa kamu diam ?" 

Langit menghentikan langkahnya dan tidak sedikitpun menoleh kebelakang. 

"Apa perlunya aku cerita ke kamu soal Sammy, aku ini siapanya kamu sih ? Selama ini kamu anggap aku apa ? Kenapa setelah aku bicara soal Sammy kamu malah mau pulang ? Kamu Cemburu ? Iya ?" 

Langit tetap diam, dia juga tidak menoleh kearah ku. Sungguh Lelaki ini membuat aku Gila. Aku udah gak bisa menahan diri lagi, malam ini aku harus jujur soal perasaanku padanya. Sudah cukup 10 tahun aku menjalani yang namanya jatuh cinta sendiri. Aku dan dia bukan lagi remaja berusia 18 tahun, sudah saatnya kami menjadi dewasa. Patah hati bukan jadi ketakutan lagi, toh semuanya akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu. 

"Aku Cinta kamu Langit, udah 10 tahun aku simpan perasan ini sendiri. Aku gak perduli lagi gimana perasaan kamu ke aku, Sammy memang kekasihku. Tapi aku tetap gak bisa ngelupain kamu. Kamu fikir ini mudah buatku, menerka soal perasaanmu. Kamu gak pernah bilang !!! Bahkan  mungkin sampai kapanpun kamu juga gak akan pernah ngomong soal itu."

Aku menangis saat ini juga, rasanya masih banyak yang ingin aku ungkapkan lagi pada langit. Tentang cintaku, tentang kerinduanku. Langit membalikkan tubuhnya, kemudian dia berjalan kearahku. 

Tangannya yang kokoh meraih kepalaku, kemudian dia mencium bibirku. Dia mencium bibirku dengan lembut, aku memejamkan mataku. Menikmati setiap kecupan lembutnya di bibirku, kami berciuman cukup lama. Perlahan Langit melepaskan bibirnya dari bibirku, kemudian dia menatap mataku. 

"Rindu Wirasti, Aku Mencintaimu. Maaf sudah membuatmu menunggu" 

Aku menangis sejadi-jadinya malam ini, kali ini aku benar-benar yakin ketika menatap matanya. Hanya ada aku disitu, aku memeluk pria dihadapanku. Sahabat yang aku cintai, dia pun membalas pelukanku. 

Langit mencium keningku dan tidak melepaskan pelukannya di pinggangku. Kemudian dia mencium kedua kelopak mataku, lalu bibirnya kembali mencium bibirku. Kali ini ciumannya sedikit berbeda dari ciuman pertama kami. Ciuman kali ini lebih dalam !! 

Aku harus berhenti berfikir kali ini, sekali lagi kami bukan lagi anak remaja usia  18 tahun. Kami adalah Pria dan Wanita dewasa, Langit mengangkat tubuhku kedalam gendongannya. Dia tetap tidak melepaskan ciumannya. Dia berjalan menuju kamar tidurku, kami menjatuhkan diri di atas tempat tidurku. Mata Langit tidak lepas menatapku, dia menatapku dengan sangat dalam. 

"Rin, I Love You"

"I Love You More" 

Malam ini kami melewatinya dengan penuh cinta, aku dan langit seakan tidak perduli lagi soal yang lainnya. Seperti sebuah nuansa yang terpendam selama 10 tahun, kami berdua benar-benar lupa diri. 


RINDUNYA LANGITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang