Dingin semakin mesra merangkul pekat malam. Lambaian angin menemani gorden putih kamar kecil di sudut bangunan sederhana, menari bersama irama dentuman jarum jam. Lantunan ayat suci Al-Qur'an hingga seperdua malam masih terdengar.
"Fadil ... kamu belum tidur?" Suara Umi menghentikan bacaan Qur'anku.
"Sebentar lagi Umi," jawabku singkat.
"Baiklah, jangan lupa rapatkan jendelamu sebelum tidur!" perintah Umi yang setiap malam selalu terulang. "Angin malam tak baik untuk kesehatanmu," sambung Umi.
Membicarakan angin sedianya tak pernah membuatku bosan. Menikmati hembusannya menerpa wajah. Tak akan menyenangkan menikmati seperdua malam tanpa bersamanya, sebab angin akan selalu hadir dengan suasana yang berbeda. Itulah mengapa aku lebih menyukainya dibanding apa pun.
Malam ini dia datang begitu bersahabat, membuatku betah berlama-lama bersamanya. Menghabiskan waktu dan membaca kitab suci penuntun hidup.
####
Terik matahari mulai merambat perlahan menyinari pembaringan yang enggan lagi kusinggahi. Langkahku tertuju pada meja belajar yang di atasnya bertumpuk berbagai macam buku. Laptop kesayangan sebagai hadiah ulang tahun Abah juga bertengger di sana. Bersama dengan detak jantung yang seakan memburu napas aku mulai bermain bersama deretan tuts-tuts keyboard. Mencari hasil dari usaha dan doaku seminggu terakhir. Satu per satu link mulai bermunculan di layar monitor. Aku memutuskan membuka satu di antaranya. Mulai mencari sepenggal nama pemberian dua malaikat duniaku. Seketika air mataku berderai tak terbendung. Di layar monitor jelas terpampang namaku. 'Fadillah Nur Sa'diyyah' dinyatakan lulus sastra dan pendidikan bahasa Indonesia. Aku berlari menghambur keluar kamar, menuju Umi yang sedang asyik bergulat dengan beberapa perabotan rumah tangga.
"Umi ... Umi ... Fadil lulus, Mi," teriakku girang, membuat Umi memusatkan perhatiannya padaku.
"Ada apa, Nak? Bicara pelan-pelan saja!" Umi mencoba menenangkan.
"Fadillah lulus di jurusan yang telah lama Fadil inginkan, Umi," terangku pada Umi. Haruku melebur menjadi satu dalam pelukan Umi, derai bening dari kedua mataku masih saja berpesta, membasahi punggung yang selalu setia menjadi sandaranku. Ucapan selamat dan syukur tak henti terlontar menggetarkan bibir Umi.
Aktifitas baru kembali kulakoni. Menjadi mahasiswa baru, mengikuti seluruh aktifitas kampus yang melelahkan. Setidaknya semua itu memberi pelajaran berharga dalam kehidupan. Aktivitas baru pula yang mempertemukanku dengan seorang teman, berawal dari perkenalan kami yang tak terduga.
Amukan panas matahari merobohkan kekuatanku untuk tetap bertahan di bawah teriknya, hingga bangunan perpustakaan menjadi pelarian pertama untuk sekedar mengademkan diri. Lantai dua perpustakaan kampus yang semestinya tenang dibanjiri lautan mahasiswa, entah karena kebutuhan akan hausnya ilmu pengetahuan atau sekedar mencari ketenangan seperti yang kulakukan. Aku kembali mengayun kaki menuju lantai teratas perpustakaan. Suasana berbeda dari sebelumnya jelas terlihat di tempat ini. Mataku mulai menerawang mencari sandaran kosong. Namun, sebelum itu aku melangkah melangkah ke arah deretan buku-buku, sekedar mencari sesuatu yang menarik untuk dibaca.
Sebuah buku berhasil menarik perhatianku, tanpa berpikir panjang aku menarik buku itu, tak terduga, seorang gadis ayu juga hendak mengambilnya.
"Silahkan jika anda ingin membacanya!" ucapku mempersilakan. Mungkin saja dia lebih membutuhkannya.
YOU ARE READING
AKHIR PENANTIAN- COMPLITE
Romanceaku mengerti, menanti adalah hal yang sangat membosankan, menggilakan, menggalaukan. namun, setiap penantian akan selalu menemukan akhir