Aku, Yang Bicara Sendiri

2.3K 48 13
                                    

(sedikit prolog)


***

Banyak orang silih berganti menghampiri. Ada kalanya mereka datang untuk bicara hati-hati, karena tidak ingin ceritanya dibagi-bagi. Ada kalanya juga mereka bicara sembarangan, karena ingin semua ceritanya keluar. 

Saat itu, aku mengerti rasanya jadi mereka. Aku bisa ikut tertawa, sedih, bahagia, merana, marah, atau apapun itu, menyesuaikan mereka. Selain mendengarkan, kadang aku harus bisa menenangkan, memberi saran atau mengembalikan keadaan. 

Ya, harus ku lakukan karena aku tahu rasa jadi mereka.

Pikir ku, Rasanya jadi mereka itu tidak sendiri, karena selalu ditemani. Rasanya jadi mereka itu dimengerti, karena ada yang mengasihi. Rasanya jadi mereka itu nyaman, punya tempat untuk melampiaskan. Rasanya jadi mereka itu tenang, karena selalu ada yang datang. 

Ya sayang nya, rasanya jadi aku tidak begitu. 

Aku ingin berlabuh, tidak ada tempat yang teduh. Aku ingin berkeluh, tidak ada yang merengkuh. Aku ingin juga merasa aman, tapi mustahil ada dekapan. Aku sendirian karena yang lain sudah sibuk bepergian. Sudah biasa batin ku menangis, saat yang lain sibuk meringis. Aku mengunci kepedihan demi memperjuangkan kepentingan. Aku bahkan jadi debu, hanya karena menunggu. 

Percuma berharap, siapa tahu ada yang tahu rasanya jadi aku. karena nyatanya tidak ada. Tidak ada yang tahu rasanya jadi aku.  Aku yang tidak punya ruangan apalagi keistimewaan. 

Jadi kini, aku sedang bicara sendiri. 


_epliog

Kepada, diriku sendiri. 

Selamat, sudah berhasil berbagi 

kenang selalu keberanian ini, 

agar terus melangkah dan kembali pulih. 

Terimakasih, sudah bertahan dengan cara ini.

Terimakasih. 


MonologTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang