Aku termenung di depan kertas ukuran A4 di atas meja belajarku sambil memainkan pulpen. Aku mengamati jadwal kerjaku sebagai bibik di rumah tante Fatma.6.30 pagi - menyediakan sarapan.
Mungkin yang ini gak perlu, aku kan gak tidur di sana. Jadi yang ini bisa di skip. Kecuali kalau memang tante Fatma memang berniat merubah aku menjadi bibik dalam artian sebenarnya dan menyuruhku untuk tinggal di sana selama dua bulan.
8.00 pagi - merapikan kamar tidur. Kalau ada pakaian kotor, masukan dalam mesin cuci terlebih dahulu.
Kalau bagian ini, bik Santi bilang aku hanya merapikan kamar Hafiy saja. Karena di rumah Tante Fatma hanya tiga kamar saja yang di gunakan. Kamar tante Fatma dan om Manaf, kamar Hafiy dan kamar daddynya Hafiy. Jadi menurut bi Santi, biasanya tante Fatma dan daddynya Hafiy merapikan sendiri kamar mereka.
8.30 pagi - bersihkan rumah dan dapur.
Bersihkan rumah berarti menyapu, ngepel lap perabotan rumah dan sebangsanya.
10.00 pagi - menyiram bunga.
Yang ini wajib. Karena tante Fatma sangat sayang dengan taman dia. Kata Bik Santi, dulu tante Fatma pernah menangis gara-gara bunga kesayangannya di rusak oleh cucunya. Gila aja ni bocah. Besok kalau sudah besar bisa-bisa rumahnya yang di hancurkan.
10.30 pagi - istirahat.
Haa kalau yang ini, namanya saja istirahat. Tapi, sebenarnya menjadi bodyguardnya Hafiy. Kemana pun dia pergi, kita harus berada di sisinya. Karena Hafiy suka membuat ulah yang memusingkan seluruh orang. Kata lain baby sitter lah ya.
11.30 pagi - masak untuk makan siang.
Ini nih. Ini pekerjaan yang sangat aku hindari. Tau sendiri kalau aku sangat lemah di bidang memasak. Tapi kata tante Fatma itu gak usah di fikirin. Dia bisa memasak sendiri. Aku hanya membantu sekalian belajar. Masih bisa bernafas lega. Huft.
1.00 siang - menyiapkan makan siang.
Kata Bik Santi, biasanya kalau makan siang om Manaf dan anaknya akan pulang untuk makan siang.
Bener-bener keluarga bahagia kan?1.30 siang sampai jam pulang ke rumah - menemani Hafiy, menidurkan Hafiy, kalau sudah sore masak untuk makan malam.
Yang ini paling banyak memakan energi. Karena di rumah tidak ada orang lain. Hanya ada aku dan Hafiy. Tante Fatma ke butiknya setelah zuhur. Kalau tadi, Hafiy marah karena ingin ikut dengan neneknya ke butik. Tante Fatma khawatir karena tau sendiri gimana Hafiy. Penjajah!! Dia takut kalau Hafiy mengacaukan pertemuannya dengan klien. Tapi akhirnya, Tante Fatma mengalah. Dia mengajak Hafiy dan otomatis aku harus ikut.
Melayani perangai nakal Hafiy betul-betul membuatku ingin membuangnya ke dalam jurang. Gak pernah mau mendengar apa yang aku larang. Semua larangan aku di anggap angin lalu. Hewah saudara. Andai bukan cucu sahabatnya mama sudah lama aku ikat di manekin di depan butik.
Sebelum magrib Tante Fatma mengantar aku pulang. Hari pertama cukup melelahkan. Bagaimana demgan esok dan dua bulan selanjutnya? Tugas aku ini tidak terlalu melelahkan sebenarnya. Puncak masalahnya ada pada Hafiy. Kalau aku baik dengan dia. Semuanya selesai.
Hmmmm jadi tugas aku sekarang mencari cara untuk dekat dengan Hafiy. Harus ada strategi untuk mengeratkan hubungan aku demgan dia. Mak mah saja bisa begitu dekat dengan Hafiy. Masa iya aku gak bisa sih. Aku harus yakin! Aku menganguk-anggukkan kepalaku.
"Anguk-angguk kayak burung pelatuk tebang pohon ini kenapa?" Tanpa sama Abang Qairul menegur. Terkejut aku. Aku mengelus dada.
"Abang!! Kalau masuk kamar orang itu di ketuk dulu, ucapkan salam. Gak akan lumpuh mulutnya kalau bilang assalamualaikum kan?" Marahku. Abang tertawa sebelum duduk di atas kasurku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Husband
General Fiction"Mama... kalau mau tolong orang itu memang gak ada yang larang. Tapi dikira-kira dong, masa Qisya disuruh jadi pembantu sih. Mama tau sendiri Sya goreng telur pun gak bisa." - Qisya Iris Rela dalam paksa, Qisya mengikuti permintaan mamanya. Menjadi...