Selamat membaca 😉😉
"Yeiiiyyyy... akhirnya bisa belajar manjat pohon. Kakak cepat dong ajarinnya. Hafiy udah gak sabar," panggil Hafiy dengan nada yang bersemangat.
"Tunggu... kakak mau siap-siap dulu. Pertama, kalau mau panjat pohon itu you must get ready." Jangan tanya dari mana aku tau petuah sebelum memanjat pohon. Karena itu yang terlintas di otak ku. Mengingat Hafiy yang sudah tidak sabar sementara aku memang menarik ulur waktu.
"I'm ready. I'm ready." Ucapnya lagi sambil melompat kegirangan. Aku memperbaiki posisi jilbab ku,baju dan celana.
"Kakak, ayo cepat naik pohonnya."
"Sabar. Orang sabar disayang Tuhan." Aku sengaja mengulur waktu karena aku mau mengakrabkan diri dengan dia. Mengingat dia yang tak seberapa suka dengan keberadaan ku.
"Hafiy, emangnya daddy Hafiy gak marah kalau Hafiy panjat pohon?" Aku coba menakuti Hafiy. Siapa tau dia berubah fikiran setelah mendengar nama daddynya di sebut.
"Emang mamanya kakak gak marah kalau kakak manjat pohon?" Tanya Hafiy balik. Untung aku belum naik pohon. Kalau sudah, mungkin aku akan menyembah bumi gara-gara mendengar pertanyaan Hafiy.
Aku tersengih ke arahnya. Kalau sampai mama tau kelakuan aku sekarang, aku tidak bisa menjamin besok bisa bermain dengan Hafiy lagi.
"Kan kakak sudah besar, jadi mama kakak gak mungkin marah. Lain lagi kalau sama Hafiy. Hafiy kan masih kecil."
"Gausah ribut deh kak. Cepatan naiknya." Gesa dia lagi.
"Baik pangeran, hamba akan melaksanakan perintah pangeran," aku pun menurut. Daripada dia buat ulah lagi. Kan aku juga yang susah.
"Hafiy, nanti kalau kakak tanya Hafiy harus jawab yah. Gausah diam." Ucapku lagi. Hafiy mengangkat ibu jarinya seraya mengucapkan kata oke. Gemas!
Ada alasan aku mau dia menjawab semua pertanyaan aku. Karena aku tidak mau dia diam. Ketika seorang anak sedang diam berarti dia sedang fokus dengan sesuatu. Karena aku tidak mau dia fokus sama aku makanya aku suruh dia banyak bicara."Hafiy, are you ready?" Tanya ku dengan semangat.
"I'm ready."
"Kurang semangat. Ulang lagi. Are you ready?"
"Yeah.... I'm ready!" Ucapnya bersemangat.
"Okey... Let's go!" Aku geli sendiri mendengar suara ku. Persis seperti anak kecil. Efek berteman dengan anak kecil.
Aku mulai memanjat pohon jambunya. Lumayan tinggi juga ternyata.
"Hafiy, coba lihat ada buahnya gak?" Ketika aku melihat mata Hafiy mencari buah jambu, aku terus memanjat secepat mungkin.
"Gak ada kak," jawab Hafiy. Ketika Hafiy melihat ke arah ku, aku sudah hampir naik ke atas pohon. Memang gak akan ada buahnya, karena ini bukan musim jambu. Haha. Sengaja mengalihkan perhatiannya Hafiy.
"Nah sudah sampai atas. Jadi begitu cara kita panjat pohon." Ucapku dengan bangga.
"Wah... Kakak hebat! Hafiy mau naik juga," Hafiy menepuk tangan beberapa kali. Terlihat sangat gembira.
"Hafiy lihat gak cara kakak naik tadi?" Tanyaku. Dia diam.
"Gak lihat kak. Tadi kan kakak nyuruh Hafiy cari jambu." Muka Hafiy sudah cemberut.
"Alah... Capek-capek kakak manjat tapi Hafiy gak lihat. Tadi sambil cari jambu kan bisa sambil lihat kakak." Aku pura-pura marah.
"Kakak jangan marah yah, sorry. Kakak ulang sekali lagi. Kali ini Hafiy janji bakal liat kakak. Please..." Hafiy coba membujuk ku lengkap dengan puppy eyesnya. Uhhh lucunya. Cubit pipinya boleh?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Husband
General Fiction"Mama... kalau mau tolong orang itu memang gak ada yang larang. Tapi dikira-kira dong, masa Qisya disuruh jadi pembantu sih. Mama tau sendiri Sya goreng telur pun gak bisa." - Qisya Iris Rela dalam paksa, Qisya mengikuti permintaan mamanya. Menjadi...