BAB 5

1.3K 47 0
                                    

Selamat membaca 😍

Izz mengantarku ke klinik terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah. Dia dan Tante Fatma memaksa ku untuk memeriksa keadaan kaki ku, takut akan terjadi sesuatu, padahal ini cuma keseleo biasa. Di urut oleh Mak Mah di rumah saja pasti langsung sembuh kok.

Sampai di klinik, dokter segera membaringkan ku di kasur pasien. Memeriksa pergelangan kaki sesekali melirik ke arah ku. Seperti yang aku bilang tadi, ini cuman keseleo biasa. "Gimana bisa kakinya sampe keseleo seperti ini?" Tanya dokter muda itu. Errr... jujur gak yah?  Kalau aku bilang jatuh dari atas pohon, turun dong harga saham gue! Ah gak gak gak, cantik-cantik kok naik atas pohon. Aduh mesti jawab apa?

"Kakak jatuh dari atas pohon. Untung daddy tadi cepat datang." Haaa noh bocah yang jadi saksi mata tadi aku jatuh. Kayaknya tadi sempat minum minyak deh sebelum ke sini, licin banget mulutnya kan. Gak liat apa mukaku udah merah kayak kepiting rebus. Alamak, malunya!

"Terus, kaki dia gak apa-apa kan dok?" Kali ini Izz yang bertanya.

"Ankle sprain. Beberapa hari kedepan sudah sembuh. Tapi, kalau sudah sembuh jangan biarkan dia naik pohon lagi ya?" Baik saudara-saudara, dokter muda itu berbicara kepada Izz seolah dia lah yang bertanggung jawab atas jatuhnya aku. Kalau saja dia tau alasan sebenarnya pasti dia akan berfikir dua kali untuk menasehati Izz seperti itu. Izz juga, ngapain ikut ketawa sih. Bikin orang tambah malu tau gak?!

"Nothing is serious,right?" Nah, akhirnya suara emas ku keluar juga. Dokter muda itu tersenyum.

"Nope... tapi kalau nyonya mengandung bisa fatal juga. Soalnya bisa menyebabkan keguguran" aku melongo mendengarnya. Nyonya? Mengandung? Weehh... sejak kapan aku punya suami? Kalau pun iya aku mengandung, gak mungkin kan aku lakuin hal gila kayak manjat pohon? Gak sayang nyawa memang. Aku melihat wajah Izz di samping. Sah! Dokter salah paham rupanya. Lihat dari gayanya, Izz pun tercengang mendengar penuturan dokter muda tersebut.

"Saya bukan suami dia, dok." Izz meluruskan kesalah pahaman ini. Dokter yang mendengarnya terlihat sangat terkejut.

"Oh, ya kah? Maaf saya tidak tau."

Kayaknya dokter muda nan tampan ini mesti ke THT deh. Gak dengar apa tadi Hafiy bilang kakak ke aku, dan daddy ke Izz?

Aku keluar dari klinik dengan kaki yang terbalut. Izz mengantar ku pulang ke rumah. Pulang awal lagi aku hari ini. Telinga ku sudah siap sedia mendengar omelan mama yang panjang mengalahkan aliran sungai nil itu.

♡♡♡♡

"Assalamualaikum, mama, papa." Aku beri salam mama dan papa yang sedang duduk di kursi taman rumah. Sedang menikmati teh. Aku tersengih lebar depan mama, mau nutup kesalahan ceritanya.

Izz menyalami tangan papa.

"Kaki kamu kenapa, Sya?" Mama yang memiliki antena seperti semut dengan sigap melihat pergelangan kakiku yang terbalut.

"Tadi kakak jatuh dari atas pohon, nek." Yah. Hafiy kembali dengan profesi sebagai naratornya. Memang nasib ku yang sial hari ini.

"Jatuh dari pohon?" Suara mama agak keras. Terkejut lah dengar anak perempuan satu-satunya jatuh dari pohon. Dia menjeling ke arah ku. Tanpa di kasih tau pun aku sudah tau. Setelah ini akan ada kereta api yang lewat.

"Saya sudah mengantar Qisya ke klinik tadi. Tidak ada yang parah Tante. Cuma ankle sprain." Izz yang berdiam diri sejak tadi akhirnya bersuara.

"Kamu siapa?" Tanya papa. Izz senyum.

"Saya Izz. Daddy Hafiy." Izz memperkenalkan diri.

My Sweet HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang