BAB 6

1.1K 52 0
                                    

Hepi riding 🤗

Kaki aku yang terseliuh sudah sembuh sepenuhnya. Gak sabar rasanya mau balik jadi asisten di rumahnya tante Fatma. Yang paling lega pastilah Mak Su. Mak Su sudah kehabisan stok sabar menghadapi kenakanalan Hafiy. Beliau bilang nakalnya Hafiy mengalah abang Qairul waktu masih kecil. Hahaha

"Yeiy... kakak datang..." Hafiy bersorak riang menyambut kedatangan ku. Rindu banget sama bocah umur lima tahun ini. Hafiy datang memeluk ku membuat aku sedikit terjengkal ke belakang saking terkejutnya.

"Kakak i miss you sooooo bad," ucapnya dengan suara yang menggemaskan. Aku tersenyum.

"Kakak also miss you, little boy." Aku balas memeluknya sambil menggosok surai keemasannya.

"Kak, ayo kita main. Kakak janji mau main bola kan? Ayo ayo ayo!!" Hafiy menarik tanganku.

Aku geleng kepala. Baru juga sampai masa langsung di ajak main? Hafiy... Hafiy...

"Hafiy... not today, please?" Aku pasang muka memelas didepan Hafiy.

"Lah, kan kakak udah janji." Muka yang tadi ceria seketika berubah masam. Merajuk ketika aku tidak mengindahkan ajakannya. Bukannya kakak tidak mau. Tapi kaki kakak masih di 'karantina'. Kan gak lucu kalo harus keseleo lagi.

"You lie to me!!!" Kalau sudah seperti ini apa yang bisa ku perbuat? Bantu hamba, Tuhan.

"Hafiy... Hafiy tau kan kalau bohong itu perbuatan yang di benci sama Tuhan? Nah, kakak gak mau kalau harus dibenci sama Tuhan." Kata ku lembut.

"Kemarin waktu Hafiy telpon, kakak bilang mau main bola sama Hafiy kan? Terus sekarang kakak gak mau. Itu kan bohong namanya?!" Hafiy berkata dengan muka merajuk.

"Iya kakak memang mau main. Tapi kaki kakak masih sakit, nanti kalau main bola kaki kakak tambah sakit dong, terus mama kakak gak ijinin kakak main ke sini lagi. Hafiy mau nenek su datang ke sini lagi gantiin kakak?" Aku coba lagi mengumpan. Siapa tau dia bisa mengerti.

"Gak mau. Nenek Su galak." Hafiy menggelengkan kepalanya.

"Kalau Hafiy gak mau Nenek Su datang, Hafiy harus dengar omongan kakak yah,"

"Ala... kakak boring ih,"

"Kakak janji, minggu depan kita main bola, promise." Janji ku sambil mengangkat jari kelingking.

"Selalu promise. Besok-besok gak ingat. Sama kayak daddy." Omel Hafiy. Aku hanya tersengih.

"Hafiy lah yang ingatkan kakak. Emangnya kakak pernah bohong Hafiy?" Tanya aku lagi. Hafiy menggelengkan kepalanya.

"Terus, sekarang kita mau main apa?" Tanya Hafiy. Aku geleng kepala. Emang dasar anak-anak yang di otaknya cuman main aja kan?

**

"Main guru-guru? Gak seru banget sih. Itu mainan anak kecil lah kak," protes Hafiy tak terima ketika aku mengusulkan untuk main guru dan murid. Aku tertawa mendengar omelannya. Gak sadar diri memang bocah satu ini. Emang anda sudah umur berapa bapak Hafiy?

Memang sih kalau aku yang jadi gurunya dia yang jadi muridnya gak seru. Lain lagi kalau dia yang jadi gurunya pasti seru. Kebanyakan anak-anak kan kalau di kasih peran menjadi orang dewasa pasti mereka senang kan?

"Ih seru kok, Hafiy yang jadi gurunya, kakak jadi muridnya." Hafiy tertawa mendengar ucapan ku, menampakkan dua lesung pipit di pipinya. Entah apa yang lucu, aku pun gak ngerti.

"Hafiy kan masih kecil kak,"

eh?

"Lah... tadi bilangnya gak mau jadi anak kecil. Makanya kakak suru Hafiy jadi guru." Heran kan aku jadinya.

My Sweet HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang