Pria ini tak tahu, kini dirinya sendiri dalam masalah. Itulah sebabnya ketika ia mendapati ponselnya yang berdering, menampilkan sebuah nama yang tak asing untuknya. Ia hanya bergeming diam, tanpa menjawab. Hal itu terjadi berulang-ulang.
Mengerang frustrasi itu bukan pilihan yang terbaikㅡalih-alih ia merasa kacau. Atau memang ia seharusnya senang, jika apa yang dilakukannya berhasil? Oh, tidak. Bahkan rasanya hatinya sesak secara berkala ketika mengingat apa yang terjadi tadi.
Sudah cukup. Hal itu menyadarkannya akan sesuatu yang ia rencanakanㅡtapi gagal. Karena akar masalah itu kembali, setelah sekian lama tidak muncul. Pria itu bukan tipe orang yang suka melakukan hal yang tidak penting untuknyaㅡtapi untuk seseorang yang berharga, tentu dengan 'rencana rahasia'-nya, pria ini akan melakukan apapun agar seseorang itu bahagia. Karena deringan ponselnya sudah tak terdengar rungunya, ia lalu mengambil ponselnya, mengetik sesuatu dan menciptakan nada bersambung ketika ia menempelkan benda persegi itu pada telinganya. Setelah menunggu sepersekon kemudian, ia mendengar suara dari seberangㅡlalu ia mengutarakannya dengan cepat.
"Park Jimin-ssi, bisa luangkan waktu untuk bertemu?"
***
Pintu berderit kencangㅡAeri yang sedang berada di kamar, menuntaskan tugas kuliahnya mendadak mengalihkan atensinya ke luar kamar. Tapi sebelum beralih ingin keluar, Aeri tersadar lalu merutuk mengapa ia melakukan hal bodoh ini. Meskipun dirinya membuka sedikit hatinya untuk Jimin, tentu saja ia masih memerlukan waktu untuk bisa menerima pria itu seutuhnya. Heol, itu tidak semudah yang dipikirkan.
"Aeri-ya, kau di dalam?"
Tentu gadis itu melonjak terkejut, lalu buru-buru kembali pada meja belajarnyaㅡdan berkutat pada tugasnya. Rasa-rasanya walaupun mereka sudah terlibat percakapan yang lebih, jantungnya berdegup tak karuan mendapati presensi Jimin mendekatㅡterdengar dari suara ketukan sepatu mendekat ke arahnya, lalu tangan kekar memeluk bahunya dengan erat dari belakang.
"Sedang belajar?" Jimin tahu itu adalah pertanyaan retorik tapi ia tidak peduli. Ia mengecup pipi Aeri dengan singkat. Karena tindakannya membuat Aeri memerah padam. "Ku kira kau akan menyambutku pulang."
"Jangan kekanakan, Jim." Aeri mendesis, berusaha mengontrol kata-katanya untuk tidak mengumpat kasar. Ia mendengar kekehan halus menyapa gendang telinganya. Karena wajah Jimin begitu dekat dengannya, ia merasakan napas Jimin menerpa ceruk lehernya, dan itu membuatnya tidak baik. "Kau harus segera mandi. Kau sangat bau keringat, tahu?"
Jimin tergelak kembali. Sungguh, ia sangat menikmati kebersamaan mereka yang mulai menyatu meskipun Aeri masih terlalu kaku untuk menunjukkannya. Jimin kemudian menjauhkan dirinya, bersidekap sambil menatap Aeri yang masih terfokus pada tugasnya. "Ayo, mandi bersamaku."
Jimin bisa menemukan dimana Aeri menatapnya dengan tajam. Itu tidak membuat Jimin berhenti menggodanya, membuat dirinya semakin senang melihat guratan kesal dari wajah istrinya itu. "Tidak ingin? Baiklah, sepertinya aku ditolak. Apakah aku harus mencari yang lain, ya?"
Sebelum beranjak dari sana, Aeri sudah menarik dasinyaㅡmeminimalisir jarak di antara mereka. Sedikit tertegun, dan Jimin menangkap ada kilatan kesal dari mata gadis cantik dihadapannya ini. "Kau tahu aku adalah orang yang posesif, Jimin. Kendatibaku masih membencimu, jika kau bertemu wanita lain, aku akan memenggalmu duluan, Park Jimin!"
Jimin mengulurkan tangannya, meraih rahang Aeri dengan lembut. "Ah, maaf. Apa kau sedang cemburu, istriku? Bagaimana daripada cemburu, kau memperkosaku?" Lalu tersenyum miring. Kata-katanya ia ralat karena kata-kata memperkosa terdengar tidak cocok mengingat mereka adalah pasangan suami istri. "Oh tidak, tidak. Maksudku bercinta denganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Love
Fanfiction[REMAKE] Park Jimin dan Jung Aeri, hubungan mereka terjalin karena keegoisan, kesalahpahaman, namun mereka mempunyai cara untuk meredamnya. Tapi Jimin tak bisa mengelak ketika suatu harapan yang lain datang padanya, membawa kebahagiaan yang lain hin...