10

2.6K 355 72
                                    

Asap kopi mengepul ringan ketika disuguhkan dihadapan Jimin dan seorang pria. Dengan manik sipit namun tajam membuat Jimin merasa terintimidasi walaupun sesungguhnya entah itu hanya perasaannya saja. Ini pertama kalinya Jimin bersitatap dengannya langsung. Jimin hanya pernah melihat dari kejauhanㅡyang waktu itu ia melihatnya dengan istrinya bergurau bersama. Siapa sangka, yang meneleponnya kemarin adalah pria itu, sahabat istrinyaㅡkatanya, yaitu Min Yoongi.

Sejemang membuat Jimin berpikir, mengapa ia tahu tentang hubungannya dengan Seungyeon? Selama ini hanya Jimin, Aeri, dan keluarga Aeri saja yang mengetahuinya, kecuali jika Aeri memberitahukan masalah ini pada pria yang disebutnya sahabat ini. Setidaknya fakta bahwa Yoongi hanyalah sebatas sahabat sudah Jimin ketahui ketika ia mengatakan cemburu pada pria yang selalu menemui Aeri di kampus. Jika tidak, Jimin mungkin akan tambah panas ketika pria inilah yang menemuinya disini.

"Tampangmu memang menipu." Tiba-tiba pria ituㅡYoongi berceletuk. Baru saja memulai pembukaan, tapi ia sudah melayangkan perkataan pedas. "Aku bahkan tak tahu apa kau berubah atau tidak."

"Maaf Tuanㅡah sepertinya terlalu formal." Jimin menaikkan alisnya, "begini, Anda mengatakan hal yang tidak bisa kumengerti, dan bisakah Anda tidak menggunakan banmal, kita baru pertama kali bertemu."

"Aku yang membantumu kembali pada Aeriㅡkau tahu." Yoongi tersenyum miring. "Tapi, ingin kuperjelas tentang inti pertemuan kita disini."

Jimin mengernyitkan kening impulsif, ia mencengkeram cangkir kopi yang masih mengepul, yang belum sama sekali ia sentuh. Sedangkan Yoongi sudah meneguknya hingga tandas sebelum memulai percakapan.

"Kita bahkan tak sedekat itu." Jimin membasahi bibir, sambil mencecap rasa kopi yang masih tertinggal. Ia merasa kesal karena Yoongi masih tak bersikap formal.

"Hanya yang kutahu, Anda adalah SAHABAT istriku."

"Yang kau katakan SAHABAT ini adalah orang yang berpengaruh dalam hubunganmu dengan Aeri." Yoongi menatap Jimin tajam, dan menusuk. Jimin merasa tidak mempunyai kesalahan dengan pria ini, tapi tatapan Yoongi padanya sangat kentara seperti membencinya mutlak.

"Kau mencintai Han Seungyeon?"

"Jika dulu iya." Tatapan Yoongi tambah tajam, seakan tatapannya adalah laser, yang bisa melubangi kepala Jimin kapan saja. "Tapi tentu saja sekarang tidak, aku hanya mencintai Aeri," imbuhnya cepat.

Jimun tidak tahu, apa ia masih mencintai wanita itu, karena perasaannya dulu pun bukan main-main. Wanita itu bahkan sudah menghilang darinya beberapa tahun lamanya. Jadi, Jimin sekarang hanya mencintai Aeri.

"Aku tidak akan sepenuhnya percaya dengan wajah malaikatmu itu."

Jimin mengendikkan bahu tidak peduli. "Aku juga tidak membutuhkan kepercayaanmu."

Yoongi terdiam. Begitu pun Jimin baru menyadari, bahwa Yoongi adalah rapper dan produser terkenal. Walaupun ia jarang melihat Yoongi di televisi, tetapi Jimin menyukai salah satu karya lagunya, yaitu Tony Montana. Tentu ia baru tersadarkan ketika mengamati wajah pria itu yang nampak familier.

"Aku tidak menyangka kau seorang entertainer," celetuk Jimin memulai permbicaraan lagi. Jimin melihat Yoongi tengah memikirkan sesuatu. Dengan raut wajah sedatar papan, ia menunjukkan senyum miringnya.

"Kau terlambat menyadarinya."

Jimin tak tahu, mengapa Yoongi selalu berbicara informal kepadanya. Pun ia kembali mengalihkan topik pembicaraan, kembali ke inti. "Apa yang Anda ketahui tentang Seungyeon? Mengapa Anda ingin membicarakan itu kepadaku?"

"Semuanya."

"Ne?"

"Dengarkan pertanyaanku dengan serius...,"

Pun Jimin hanya menurut kata-katanya. Sepersekon kemudian, bahunya merosot usai mendengar ucapan Yoongi. Bahkan, pikirannya pun mulai kosong.

"ㅡApa yang akan kau lakukan, jika Seungyeon kembali padamu dan saat itu membawa anak yang mungkin adalah darah dagingmu?"

***

Aeri memasukkan beberapa bungkus pembalut sesuai dengan keinginannya ke dalam troli. Entah mengapa, ia bisa lupa jika hari ini adalah hari merahnya, dan sialnya stok yang biasa ia persiapkan sudah habis. Tanpa menunggu Jimin, ia pun langsung keluar untuk ke minimarket. Jimin lagipula sedang sibuk. Akhir-akhir ini, pria itu sangat rajin sekali bekerja. Tak biasanya, ia akan pulang dengan keadaan mabuk. Itu sedikit membuatnya pusing. Ingin bertanya, tapi tak jadi karena pria itu selalu sibuk.

Lagipula ia sudah biasa sendiri, dan letaknya dari apartemen juga tidak terlalu jauh. Tak sengaja, saat manik matanya melihat isi-isi rak snack, ia tidak sengaja menabrak anak kecil.

Aduh, salahkan matanya menangkap snack favorit-nya dan tidak melihat ke depan ketika menjalan troli belanjanya.

"Aigo, mianhae adik kecil. Kau tidak apa-apa?"

Aeri berjongkok didepan anak kecil itu seraya membantunya berdiri. Kepala si kecil menggeleng dan tersenyum lucu. "Gwaenchana-yo, noona. Aku tadi berlari, dan tidak melihat troli disini."

Aeri tersenyum, mengetahui anak kecil yang kira-kira berumur lima tahun ini sangat cerdas menanggapinya. Padahal, jika anak kecil berumur seusianya pasti akan menangis dan meminta dihadiahi permen untuk tanggung jawabnya.

"Apa kau disini sendiri? Aku tak melihat orang tuamu."

"Eomma-ku sedang sibuk. Aku sudah terbiasa melakukan apapun sendiri. Hari ini kami baru saja tiba di Seoul. Jadi aku diantar oleh supir."

"Aa, arraseo." Aeri mengangguk mengerti, merasa sedikit kasihan karena anak kecil ini memang sudah diajarkan mandiri di usianya yang belum dewasa. Lalu secercah senyuman ia berikan pada anak kecil itu. "Lalu, namamu siapa anak manis? Aku akan membelikanmu es krim sebagai permintaan maaf."

Anak kecil itu tersenyum lebar. "Juhoon. Han Juhoon."

***

Aeri membuka pintu apartemen dengan wajah ceria. Aura positif dari Juhoon mungkin memberi dampak pada Aeri karena jarang sekali ia menampakkan wajah ayunya yang ceria, biasanya hanya menekuk wajah dan bersikap dingin.

"Darimana saja kau Aeri?" Jimin menghampiri Aeri ketika gadis itu sedang memakai sandal bulu.

Aeri tersenyum kecil, membuat Jimin sedikit curiga. "Ah, aku baru saja dari minimarket. Aku sedang datang bulan. Dan aku lupa kalo stok di rumah sudah habis."

Jimin menghela napas lega. Itu sedikit membuat Aeri bingung.

"Ada apa? Tak seperti biasanya kau mempertanyakan kemana aku pergi."

Jimin tersenyum, lalu memeluk Aeri dari belakang. "Tidak apa-apa. Aku hanya khawatir."

Aku khawatir jika kau bertemu dengan Han Seungyeon.[]

--------------------------------

Khawatir apa takut Jim? 🙂

Khawatir apa takut Jim? 🙂

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ig. Its.yourscrittlare
Desember 15, 2018.
On revision.
Agustus 08, 2020

Fake LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang