13 | Insiden Kopi

9.1K 893 14
                                    

"Kamu pulang duluan aja, Sa. Aku ada latihan basket abis gini."

"Oke."

Aksa dan Cakra pun berpisah di depan pintu kelas VIII-E. Cakra berbelok ke kiri. Sementara Aksa, berbelok ke kanan, menuruni tangga demi tangga, melewati koridor panjang, lalu berjalan keluar dari gedung sekolahnya. Dia langsung menuju ke halte untuk menunggu bus.

Menunggu sejenak, matanya lantas melihat kedatangan Damri 4802. Seorang kondektur bus turun dari pintu depan dengan berseru-seru nyaring, mengajak para penumpang untuk masuk ke dalam bus.

Orang-orang di sekitar Aksa segera berebut masuk. Berbeda dengan pemuda itu, yang dengan santai berjalan ke pintu belakang bus sembari memindahkan ranselnya ke depan. Seperti hari-hari biasa, semua kursi telah terisi penuh. Dia lagi-lagi berdiri di dekat pintu bus. Menghadap ke arah luar karena tak ingin melihat jubelan penumpang.

Begitu bus mulai melaju, dia berpegangan pada sekitarnya. Di pertengahan jalan, bahunya ditepuk seseorang. Aksa praktis memutar badan. Yang menepuknya adalah si kondektur bus. Dia menanyakan tempat tujuan Aksa.

"Graha Pena, Pak," ujar Aksa, merogoh saku baju seragamnya untuk mengambil uang dua ribuan. Namun, dia berubah panik. Di mana semua uangnya? Kenapa tidak ada di dalam saku? Apa terjatuh saat Aksa mengambil kartu perpustakaan tadi?

"Kenapa, Dek?" tanya si kondektur bus.

Aksa mendongak, menelan ludah. "Uangnya nggak ada."

"Wah, pasti cuma alesan aja! Udah kenyang saya ditipu pake alesan uang ketinggalan di rumah atau jatuh di jalan," ujar si kondektur bus, berubah garang.

Suara seorang gadis yang bagai oase di tengah gurun pasir lantas terdengar, "Saya turun di Kertomenanggal ya, Pak."

Gadis itu menyodorkan selembar uang lima ribuan pada si kondektur bus. "Ini uangnya. Sama adek ini sekalian."

Aksa mengerjapkan matanya dua kali. Gadis ini bukannya yang memberi makan kucing jalanan tempo lalu? Mendadak, taman bunga terasa muncul di hati pemuda itu.

"Oh, oke, Mbak." Setelah menyerahkan kembalian uang recehan pada gadis itu, si kondektur bus berjalan ke arah ke depan, menagih uang ke penumpang lain.

Aksa berdeham. "Makasih."

Gadis yang kali ini mengenakan seragam batik sekolah itu, tersenyum kecil, lalu mengangguk. Aksa sontak disergap rasa gugup tatkala gadis itu berpindah tempat, berdiri di depannya. Dia bersandar di pintu bus, menghadap Aksa. Rambutnya yang dikuncir kuda, beberapa helainya diterbangkan angin siang.

"Lihat kamu pakai baju seragam batik itu, aku jadi kangen sama SMP Trisakti," ucapnya, menunjuk baju seragam batik yang dikenakan Aksa.

Aksa mengamati baju seragam batiknya sejenak, lalu memandang gadis di depannya. "Kamu alumni SMP Trisakti?"

Gadis itu mengambil sejumput rambut yang jatuh di bibir tipisnya. "Iya. Dua tahun yang lalu aku lulus dari SMP itu."

Aksa membulatkan mulut sambil manggut-manggut. Setelahnya, mereka berdua terlibat percakapan yang menyenangkan. Mulai dari topik lingkungan SMP Trisakti, buku Harry Potter, film terbaru yang sedang tayang, komik Detective Conan, sampai luar angkasa mereka bicarakan.

"Iya. Dan katanya, kalo udah terserap ke dalam lubang hitam itu, nggak bakal ada yang bisa kembali." Gadis itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Kertomenanggal... Kertomenanggal!!!"

Fokus Aksa pada gadis itu seketika terpecah. Dia melirik dongkol ke si kondektur bus yang sepertinya sengaja berteriak tepat di sebelahnya.

Tersenyum simpul, gadis itu menatap Aksa. "Aku turun dulu, ya?"

Loveisble | ✔️ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang